Oleh: Susiyanti, SE
(Pemerhati Sosial)
Bukan sesuatu hal yang baru lagi, permasalahan akan tambang terus saja terjadi. Melibatkan antara masyarakat dan para pengusaha tambang atau swasta yang tak ada hentinya, yang berujung pada kerugikan masyarakat. Fenomena ini terus saja terjadi, bak jamur yang tumbuh di musim penghujan.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Anggota DPR RI, Umar Arsal, bahwa permasalahan tambang yang terjadi di Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara (Sultra), yang melibatkan antara masyarakat Wawonii dan PT Gema Kreasi Perdana (GKP), akan segera dia bicarakan dan mengkoordinasikannya kepada mitra-mitra Komisi IV DPR RI (Zonasultra.com, 29/ 8/ 2019).
Tidak hanya itu, menurut Pakar administrasi pertambangan dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ima Mayasary menegaskan langkah yang diambil sejauh ini tak cukup tegas menindak perusahaan tambang nakal. Yaitu sekitar 5.587 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Minerba di Indonesia akan diblokir, lantaran izin pertambangannya di wilayah konsesi sudah kadaluwarsa, akan tetapi tidak ada mekanisme bagaimana caranya menghentikan mereka, karena ketika izinnya sudah habis lalu kemudian mereka tetap saja menambang. (Bbc.com, 12/ 12/ 2017). Lantas apa yang menjadi penyebabnya?
Menyoal Masalah Tambang
Jika kita menilik, ternyata kasus pertambangan yang terjadi, disebabkan karena diterapkannya sistem kapitalisme. Dimana Kapitalisme berpandangan bahwa,segala sesuatu di masyarakat boleh dimiliki oleh pribadi atau swasta. Sebab dalam kapitalisme, tidak ada kepemilikan yang khusus untuk negara atau kepemilikan umum masyarakat, dan tidak adanya pengaturan yang jelas mengenai kepemilikan, serta adanya hubungan investasi dengan swasta.
Hingga siapapun bisa memilikinya, termaksud dalam hal ini swasta bisa memiliki dan mempertahankan kepentingannya. Inilah yang membuat perusahaan tambang di indonesia sejak lebih dari 48 tahun bisa bercokol di negeri ini, menguras kekayaan alamnya dan tak tersentuh hukum, walaupun izinnya sudah habis tetapi tetap saja mereka masih menambang.
Maka, masalah tambang ini tidak mungkin bisa diselesaikan kecuali dengan memerdekakan atau membebaskannya dari cengkraman asing dan aseng yang menjerat negara ini. Semua itu tidak mungkin bisa dibebaskan, kecuali dengan membuat masyrakat yang tadinya dalam keadaan tidur kemudian bangkit dan mengetahui bahaya apa yang ditimbulkannya.
Hanya saja, kesulitan rakyat dan umat Islam di negeri untuk melepaskan diri dari penjajahan terbentur dengan banyaknya agen, kacung, dan komprador yang bekerja untuk kepentingan negara penjajah itu. Belum lagi, penyesatan opini dan politik yang mereka lakukan begitu massif, membuat rakyat dan umat di negeri ini sulit melepaskan diri dari jeratan mereka.
Untuk itu, maka tidak ada jalan lain kita harus mengganti atau mencampakkan sistem kapitalisme ini dengan cara membuat masyarakat sadar, agar masyarakat bisa memiliki pemikiran, perasaan, aturan yang sama yaitu dengan jalan menyeru atau berdakwa kepada masyarakat akan bahaya yang ditimbulkannya akibat masih menggunakan sistem buatan manusia yaitu kapitalisme.
Solusi islam
Islam hadir tentu tidak hanya sebagai agama ritual dan moral belaka. Islam juga merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam. Allah SWT berfirman: “Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) al-Quran sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (TQS an-Nahl: 89).
Menurut aturan Islam, kekayaan alam dalam hal ini adalah tambang merupakan bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.
Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah SAW: “Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).
Rasul SAW juga bersabda: “Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).
Terkait kepemilikan umum, Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi).
Mau al-iddu adalah air yang jumlahnya berlimpah sehingga mengalir terus-menerus. Hadis tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Semula Rasullah saw. memberikan tambang garam kepada Abyadh. Ini menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam (atau tambang yang lain) kepada seseorang. Namun, ketika kemudian Rasul saw. mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar—digambarkan bagaikan air yang terus mengalir—maka beliau mencabut kembali pemberian itu. Dengan kandungannya yang sangat besar itu, tambang tersebut dikategorikan sebagai milik bersama (milik umum). Berdasarkan hadis ini, semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu, termasuk swasta dan asing.
Tentu yang menjadi fokus dalam hadis tersebut bukan “garam”, melainkan tambangnya. Dalam konteks ini, Al-Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani mengutip ungkapan Abu Ubaid yang mengatakan, “Ketika Nabi saw. mengetahui bahwa tambang tersebut (laksana) air yang mengalir, yang mana air tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mata air dan air bor, maka beliau mencabut kembali pemberian beliau. Ini karena sunnah Rasulullah saw. dalam masalah padang, api dan air menyatakan bahwa semua manusia bersekutu dalam masalah tersebut. Karena itu beliau melarang siapapun untuk memilikinya, sementara yang lain terhalang.”
Alhasil, menurut aturan Islam, tambang yang jumlahnya sangat besar baik garam maupun selain garam seperti batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas dan sebagainya, semuanya adalah tambang yang terkategori milik umum.
Yang tidak boleh dipertahankan hak kepemilikan baik itu swasta ataupun individu, selain oleh seluruh kaum Muslim karena akan merugikan masyaraka.
Oleh karena itu, untuk menyelesaikan permasalah tambang hanya bisa diselesaikan dengan jalan menerapkan aturan dari sipembuat hukum, yaitu Allah SWT, dengan melaksanakan dan menerapkan seluruh syariah Islam. Penerapan seluruh syariah Islam tentu membutuhkan peran negara dalam hal ini adalah negara islam. Tanpa adanya peran negara yang menerapkan syariah Islam, mustahil permasalahan tambang itu bisa terselesaikan dan akan mengakibatkan rakyat secara umum akan rugi terus menerus. WalLâhu ‘alam.
Post a Comment