Oleh : Nita Nopiyana,.S.Pd
Gelombang demonstrasi mahasiswa di Tanah Air, menjadi perhatian publik bahkan disorot dunia. Sejak Senin 23 September 2019, para mahasiswa menyuarakan tuntutan yang satu di antaranya menolak Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau UU KPK.
Beberapa hari sebelumnya, tepatnya Selasa 17 September 2019, DPR mengesahkan revisi UU KPK. Tak ada satu pun fraksi di DPR yang menolak pengesahan revisi UU tersebut. Pemerintah juga setuju dengan UU baru tentang KPK.
Demo mahasiswa di Jakarta menyuarakan berbagai macam tuntutan dan masalah yang belakangan ini terjadi di Tanah Air. Beberapa tuntutan itu terkait RUU bermasalah dan penolakan terhadap UU yang telah disahkan, yaitu UU KPK. Menurut temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada 26 persoalan dalam revisi Undang-Undang KPK yang nantinya berisiko melemahkan kerja lembaga antirasuah tersebut, demikian sebagaimana diwartakan Antara News. "Tim KPK sedang menganalisis terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua UU KPK sebagaimana telah disahkan pada Rapat Paripurna DPR 17 September 2019. Kami mengidentifikasi 26 persoalan dalam RUU KPK tersebut yang berisiko melemahkan kerja KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Rabu (25/9/2019)
Apa yang menjadi faktor penyebab timbulnya korupsi? Banyak pakar sudah melakukan analisis mengenai hal ini. Menurut Erika Evida (2003), berdasarkan analisisnya terhadap pendapat para pakar peneliti korupsi seperti Singh (1974), Merican (1971), Ainan (1982), sebab-sebab terjadinya korupsi adalah 3 (tiga) faktor berikut:
Pertama, gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban, dan sebagainya. Kedua, budaya warisan pemerintahan kolonial. Ketiga, sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara tak halal, tak ada kesadaran bernegara, serta tak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh pejabat pemerintah. (Erika Evida, Korupsi di Indonesia: Masalah dan Solusinya, USU Digital Library, 2003, hlm. 3).
Namun demikian, analisis faktor penyebab korupsi itu sebenarnya tidak mendalam, dan hanya memotret fenomena korupsi dari sisi permukaan atau kulitnya saja. Faktor ideologis tersebut terwujud dalam nilai-nilai yang menjadi anutan dalam masyarakat kini yang berkiblat kepada Barat, seperti nilai kebebasan dan hedonisme.
Demokrasi-kapitalis telah mengajarkan empat kebebasan yang sangat destruktif, yaitu kebebasan beragama (hurriyah al aqidah), kebebasan kepemilikan (hurriyah al tamalluk), kebebasan berpendapat (hurriyah al ra`yi), dan kebebasan berperilaku (al hurriyah al syakhshiyyah).
Empat macam kebebasan inilah yang tumbuh subur dalam sistem demokrasi-kapitalis yang terbukti telah melahirkan berbagai kerusakan. Korupsi merupakan salah satu kerusakan akibat paham kebebasan kepemilikan (hurriyah al tamalluk) tersebut. (Abdul Qadim Zallum, Ad Dimuqrathiyah Nizham Kufr, 1990).
Perlu diingat korupsi bukan hanya marak di Indonesia, tapi terjadi di masyarakat manapun yang menerapkan nilai-nilai yang bersumber dari ideologi Barat tersebut. Negara-negara Barat yang dianggap matang dalam menerapkan demokrasi-kapitalis justru menjadi biang perilaku bobrok ini. Para pengusaha dan penguasa saling bekerja sama dalam proses pemilu. Pengusaha membutuhkan kekuasaan untuk kepentingan bisnis, penguasa membutuhkan dana untuk memenangkan pemilu.
Mengapa korupsi menggila di alam demokrasi? Jawabannya selain untuk memperkaya diri, korupsi juga dilakukan untuk mencari modal agar bisa masuk ke jalur politik termasuk berkompetisi di ajang pemilu dan pilkada. Sebab proses politik demokrasi, khususnya proses pemilu menjadi caleg daerah apalagi pusat, dan calon kepala daerah apalagi presiden-wapres, memang membutuhkan dana besar.
Fenomena korupsi yang terus menggurita, hanya bisa diberantas tuntas dengan sistem Islam, ada beberapa upaya yang harus dilakukan.
Pertama, dengan sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Dan itu sulit berjalan dengan baik bila gaji mereka tidak mencukupi. Karena para birokrat tetaplah manusia biasa.
Kedua, larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu, yakni bagaimana agar aparat itu bertindak menguntungkan pemberi hadiah.
Ketiga, perhitungan kekayaan. Orang yang melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan bertambah dengan cepat. Cara inilah yang sekarang dikenal dengan istilah pembuktian terbalik yang sebenarnya sangat efektif mencegah aparat berbuat curang.
Keempat, teladan pemimpin. Pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila para pemimpin dalam sebuah negara bersih dari korupsi. Dengan takwa, seorang pemimpin melaksanakan tugasnya dengan penuh amanah dan takut melakukan penyimpangan, karena meski ia bisa melakukan kolusi dengan pejabat lain untuk menutup kejahatannya, Allah SWT pasti melihat semuanya dan di akhirat pasti akan dimintai pertanggungjawaban.
Kelima, hukuman setimpal. Agar orang takut menerima risiko yang akan mencelakakan dirinya, bila ditetapkan hukuman yang berfungsi sebagai pencegah (zawajir), hukuman setimpal atas koruptor diharapkan membuat orang jera dan kapok melakukan korupsi.
Dalam Islam, koruptor dikenai hukuman ta’zir berupa tasyhir atau pembeitahuan ke publik, penyitaan harta dan hukuman kurungan, bahkan sampai hukuman mati. Keenam, pengawasan masyarakat. Masyarakat dapat berperan menyuburkan atau menghilangkan korupsi.
Dalam Islam, syarat yang harus dimiliki oleh setiap wakil rakyat. yakni, sifat adil terhadap siapa saja, senantiasa memelihara wibawa dan nama baik (muruah), pengetahuan yang memadai tentang seluk-beluk negara dan ketatanegaraan) sehingga mampu menentukan pilihan dengan membedakan siapa yang paling berhak untuk menerima amanah) dengan berbagai ketentuan, wawasan luas dan kebijaksanaan.
Syarat-syarat tersebut mutlak diperlukan karena diharapkan para wakil rakyat akan dapat mewakili kemauan dan kehendak rakyat yang diwakilinya. Rakyat menyetujui pendapat wakil-wakil itu karena keikhlasan, kekonsekuenan, ketakwaan, keadilan, kecemerlangan pikiran, dan kegigihan mereka dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. Wallahu’alam
Post a Comment