Mendamba Solusi Hakiki Papua

Oleh : Ummi Munib

Bagai menegakkan benang basah, apa yang disampaikan Megawati Soekarno Putri  Ketua Umum Partai Demokras Indoneia Perjuangan (PDIP) sekaligus Ketua Dewan  Pengarah BPIP. Ia akan mendorong Korea Selatan dan Korea Utara segera bersatu, dengan  menawarkan konsep Pancasila  sebagai jalan mewujudkan perdamaian. Ia pun menyatakan bahwa dirinya akan terus berupaya mengambil peran besar dalam proses reunifikasi Korea Selatan dan Korea Utara, paling tidak dengan mengikuti keinginan-keinginan dari kedua belah pihak. "Saya menawarkan Pancasila untuk bisa dipergunakan sebagai landasan mempercepat proses yang sudah terjadi," ujarnya  pada  acara  forum DMZ International Forum on the Peace Economy,  Kamis (29/8) di Lotte Hotel, Seoul, Korea Selatan. (detik.com, 28/08/2019).

Menyikapi hal tersebut,  tentu terasa  aneh. Semangat Ketua Dewan  Pengarah BPIP yang  digaji dengan uang rakyat  sejumlah 112 juta perbulan ini, lebih peduli terhadap masalah  Korea Utara dan Korea Selatan.  Sementara  konflik  dalam negeri sendiri yakni yang  terjadi di Papua saat  ini masih memanas. Nyatanya pancasila yang diajukan sebagai solusi permasalahan Korea Utara dan Korea Selatan nyatanya  belum mampu memberi solusi untuk permasalahan ancaman disintegrasi papua dari Indonesia  Bukan hanya kali ini Papua bergejolak,  pergolakan ini seringkali terjadi baik secara politik, fisik, lokal bahkan internasional. Konflik ini terjadi sebagai akumulasi kekecewaan dan kemarahan rakyat  terhadap berbagai persoalan. 

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Peneliti Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)  Aisah Putri Budiarti  kepada Merdeka.com (31/8/2019), ia mengatakan setidaknya ada empat akar masalah konflik di Papua. Pertama: Diskriminasi rasial terhadap masyarakat Papua. Masalah itu menjadi pemicu konflik di Papua baru-baru ini. Yaitu kasus kekerasan rasial di Surabaya, Jawa Timur. Kedua : Pelanggaran HAM di tanah Papua. Kasus tersebut menumpuk sejak zaman orde baru. Namun, perilaku represif kerap terjadi sampai saat ini. Salah kasus yang terjadi saat masa reformasi adalah kasus Wasior Wamena. 

Ketiga: Kegagalan pembangunan di Papua. Berdasarkan riset LIPI,  kondisi kemiskinan semakin tinggi dan indeks pembangunan manusia (IPM) semakin rendah di wilayah kabupaten dan kota dengan mayoritas orang asli Papua. Padahal, Otsus yang diperuntukkan bagi orang Papua sudah diberlakukan sudah berjalan hampir 30 tahun, tapi tidak ada perubahan. Keempat :  Status politik dan sejarah masuknya Papua ke Indonesia. Pemerintah cenderung menghindari masalah tersebut. Ada perbedaan perspektif tentang status politik dan integrasi Papua masuk ke Indonesia. 

Tak bisa dipungkiri konflik Papua tidak berdiri sendiri. Sebagaimana disampaikan Kapolri  bahwa aksi anarkis  di Papua dan Papua  Barat memiliki hubungan dengan organisasi di luar negeri. Tak mengherankan , adanya campur tangan  asing membuat penguasa gamang menangani Papua. Terlebih para kapitalis asing memiliki kepentingan terhadap kekayaan alam Papua. Amerika tidak mau kehilangan freeport sebagai ladang emas terbesar di dunia. Kegamangan ini tidak boleh dibiarkan, karena isu tuntutan referendum kemerdekaan untuk Papua makin menguat. 

Artinya mengancam keutuhan  Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Konflik Papua yang tak kunjung tuntas harusnya membuka mata kita  bahwa bangsa ini butuh ideologi pemersatu hakiki yang bisa melahirkan aturan yang berkeadilan.  Pada hakikat sebuah ideologi itu adalah pemikiran yang terangkai dengan metode pelaksanaanya. Jika sekedar pemikiran tanpa metode pelaksanaan, namanya bukan ideologi, tapi hanya pemikiran-pemikiran filosofis. Dan sekedar berfilosofi, tentu tak akan pernah menghantarkan pada tujuan. Termasuk meraih keberhasilan dalam konteks sebuah negara. 

Islam  selain sebagai agama,  juga sekaligus merupakan  ideologi yang memancarkan aturan dan solusi untuk kehidupan.  Sejarah mencatat bahwa Islam telah berhasil menjadi solusi berbagai permasalahan yang terjadi.  Sejarah mencatat Jaminan atas keberagaman yang telah dibangun oleh Rasulullah saw. juga dipraktikkan oleh para Sahabat saat mereka mendapatkan amanah kepemimpinan sebagai para khalifah, menggantikan kepemimpinan Rasul saw. atas umat Islam. Di antara contoh paling mengemuka adalah saat Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. membebaskan Baitul Maqdis (Yerussalem), Palestina. Saat itu Khalifah Umar menandatangani perjanjian damai dengan Pendeta Sofranius yang merupakan pemimpin umat Nasrani di Yerussalem. Perjanjian yang dinamai Ihdat Umariyah itu memberikan jaminan kepada warga non-Muslim agar tetap bebas memeluk agama dan keyakinan mereka. Khalifah Umar tidak memaksa mereka untuk memeluk Islam dan tidak menghalangi mereka untuk beribadah sesuai keyakinannya. Mereka hanya diharuskan membayar jizyah sebagai bentuk ketundukan pada pemerintahan Islam. 

Bahkan Khalifah memberikan keleluasaan kepada mereka untuk tetap memasang salib-salibnya di Gereja al-Qiyamah. Khalifah Umar ra. juga memberikan kebebasan dan hak-hak hukum dan perlindungan kepada seluruh penduduk Yerussalem. Pada saat kekuasaan Khalifah Umar ra. sampai ke wilayah Kisra Persia di Ctesiphon pasca Perang Khadisiah, Khalifah Umar ra. memperlakukan orang-orang Majusi dengan baik, termasuk memuliakan putri-putri Kisra Persia dengan menikahkan mereka dengan para putra terbaik dari kalangan para Sahabat Nabi, di antaranya Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib ra. Khalifah juga mengangkat gubernur Persia dari kalangan sahabat yang berasal dari Persia sendiri, yakni Salman al-Farisi. 

Begitu juga dengan kasus Papua,  Syariah Islam bisa menjadi solusi, penerapan Islam  secara total oleh negara akan menjaga keamanan dan  menjamin kesejahteraan seluruh rakyat tanpa melihat suku bangsa, etnis, ras, warna kulit maupun agama. Bukankah ini yang dibutuhkan rakyat Papua? memanusiakan manusia sesuai fitrahnya.  Islam memiliki kebijakan politik ekonomi, yakni konsep tentang kepemilikan, salah satunya kepemilikan umum.  

Hutan dan kekayaan alam yang berlimpah depositnya seperti tambang tembaga dan emas yang dikuasai Freeport,  merupakan harta milik umum seluruh rakyat tanpa kecuali. Kekayaan itu tidak boleh dikuasakan atau diberikan kepada swasta apalagi asing. Kekayaan itu harus dikelola oleh negara mewakili rakyat dan keseluruhan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Alhasil tugas Pemimpin adalah menjamin terpeliharanya urusan-urusan dan kemaslahatan rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat atas urusan rakyatnya. Nabi saw bersabda: "Imam (Khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang diurusnya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Oleh karenanya, hanya Islam sajalah sebagai solusi atas segala permasalahan yang terjadi di muka bumi ini. Menerapkannya dalam seluruh aspek kehidupan akan mengantarkan umat manusia pada kesejahteraan, kedamaian, persatuan juga kemuliaan. Saatnya kembali pada Islam dan mencampakkan hukum rusak buatan manusia yang sejatinya batil dan menyengsarakan.

Wallahu A'lam Bishawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post