Oleh : Ai iim
Ibarat kata, sudah jatuh tertimpa tangga. Itulah yang kini dialami bangsa ini dalam masalah kesehatan. Sudahlah negara tidak bertanggung jawab menjamin kesehatan, pendidikan, keamanan, serta kebutuhan dasar rakyat yang lainnya, negara justru memalak rakyat untuk membayar premi. Ini sama artinya negara telah memindahkan kewajiban ini kepundak rakyat. Banyak masyarakat mengeluh karena pelayanan BPJS sangat buruk dan jauh berbeda dengan janji-janji manis yang selalu digembar gemborkan. Semantara kalangan dokter mengeluh karena rendahnya tarif BPJS. Bahkan obat-obatan yang selama ini ditanggung Askes malah sekarang tidak ditanggung lagi.
Kehadiran BPJS yang mengadopsi sistem asuransi ini sungguh sangat menyengsarakan rakyat. Ketika rakyat tidak membayar, mereka pun dikenai sanksi dan denda berupa tidak mendapat izin mendirikan bangunan(IMB), surat izin mengemudi(SIM), sertifikat tanah, paspor, serta surat tanda nomor kendaraan(STNK). Ironisnya lagi defisit dana BPJS dialokasikan untuk infrastuktur. Jelas sekali , BPJS ini hanya menjadi dalih untuk mengeruk uang rakyat tanpa mau usaha.
Menteri keuangan Sri Mulyani menegaskan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak akan menyusahkan masyarakat miskin. Justru pemerintah selalu berupaya membantu masyarakat kelompok kecil.
Sebagai informasi, Sri Mulyani sebelumnya mengusulkan kenaikan iuran BPJS kelas I Rp 160.00 dari Rp 80.000, kelas II menjadi Rp 110.000 dari Rp 51.000 dan kelas III menjadi Rp 42.000 dari Rp 25.500.
Pemerintah berencana menaikkan iuran BPJS untuk semua golongan hingga mencapai 100 pesen. Menteri koordinator Bidang Pembangunan Manusian dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani menyatakan kenaikkan iuran BPJS kesehatan akan diberlakukan mulai 1 Januari 2020.
Sama halnya dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta masyarakat memahami rencana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Selain menaikkan iuran, pemerintah akan berjanji turut membenahi manajemen di tubuh BPJS Kesehatan.
Dengan kenaikkan itu, Moeldoko tak ingin masyarakat beranggapan sehat itu murah. Menurutnya, masyarakat perlu memahami bahwa sehat itu mahal dan perlu perjuangan.
Namun BPJS kesehatan ini bertolak belakang dengan ketentuan islam. Pasalnya, yang terjadi dalam BPJS pelayanan kesehatan rakyat sesungguhnya kewajiban negara justru malah diubah menjadi kewajiban rakyat.
Inilah buah dari penerapan sistem demokrasi kapitalisme,yang mana negara tidak mempunyai peran dan tanggung jawab untuk mengurus urusan pribadi rakyat. Karena urusan pribadi rakyat di anggapnya urusan mereka sendiri bukan negara. Padahal seperti sabda Rosul saw:"pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus"(HR al Bukhori).
Dalam islam , kewajiban menjamin kesehatan, pendidikan, keamanan serta kebutuhan rakyat lain adalah kewajiban negara, bukan rakyat. Salah satu tanggung jawab pemimpin adalah menyediakan layanan kesehatan dan pengobatan bagi rakyatnya secara cuma-cuma.
Jaminan kesehatan dalam islam itu memiliki empat sifat. Pertama, universal, yaitu tidak ada pengkelasan dan pembedaan dalam pemberian layanan kepada rakyat. Kedua bebas biaya alias gratis. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan biaya untuk mendapat pelayanan kesehatan. Ketiga, seluruh rakyat bisa mengaksesnya dengan mudah. Ke empat, pelayanan mengikuti kebutuhan medis, bukan dibatasi oleh plafon. Pembiayaan ini dapat dipenuhi dari sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syarià h. Contohnya dari hasil bumi,dari hasil hutan, juga dari sumber kharaj, ghanimah, dan sebagainya.
Hal itu hanya bisa diwujudkan dalam sistem khilafah. Inilah yang harus diperjuangkan oleh seluruh umat islam.
Wallahu à lam bishowab.
Post a Comment