Oleh: Hafsah Ummu Lani
(Pemerhati Masalah Sosial)
Sebagian wilayah Pulau Jawa termasuk Ibu Kota Jakarta mengalami mati listrik. Meski perlahan sudah pulih, peristiwa ini dikritik karena punya dampak luas terhadap kegiatan masyarakat.
Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto meminta institusi Perusahaan Listrik Negara untuk bertanggung jawab terkait kejadian ini.
Kemudian, ia menyebut dari mati listrik massal ini membuat kerugian masyarakat. Mulai ketidaknyamanan sampai kerugian pelaku usaha kecil menengah. "Masyarakat cukup besar kerugiannya, pelaku UKM ini seperti usaha warnet, percetakan. Ada kegelisahan dan ketidaknyamanan masyarakat," jelas politikus PDIP itu. (Viva)
Bahkan akibat gangguan tersebut, transportasi massal, seperti kereta komuter dan mass rapid transit (MRT) mengalami gangguan yang berdampak terjadi penumpukan penumpang di stasiun.
Tak hanya transportasi massal yang mengalami gangguan, fasilitas umum juga merasakan dampak akibat pemadaman istrik tersebut. Bahkan stasiun pengisian bahan bakar kendaraan terpaksa tutup karena tidak mendapat pasokan listrik. (Trubunnews.Com)
Meski PLN sudah menyampaikan permohonan maaf, namun tidak cukup jika dibandingkan dengan kerugian yang dialami masyarakat. Kejadian ini jangan sampai terulang kembali karena bisa merusak iklim usaha.
Black Out yang terjadi diIbukota menimbulkan tanda tanya besar mengingat banyak masalah yang terjadi ditubuh PLN. Akankah nasibnya sama dengan BUMN lainnya yang berakhir pada privatisasi dan swastanisasi?
Liberalisasi kelistrikan ini memang bukan isu baru mengingat UU kelistrikan no 20 tahun 2002 sudah disahkan. Salah satu isinya memuat proses bisnis PLN yang akan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu pembangkit tenaga listrik, transmisi listrik, distribusi listrik dan penjualan listrik
Ya, bukan masyarakat Jabodetabek saja yang mengalami pemadaman listrik, beberapa wilayah di Indonesia pernah mengalami hal yang sama. Tentu reaksi yang ditimbulkan sama mengingat diera globalisasi masyarakat tentu bergantung terhadap pasokan listrik. Hampir semua alat rumah tangga menggunakan daya listrik apalagi pabrik-pabrik yang berskala kecil maupun besar.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, konsumsi listrik Indonesia terus meningkat dalam lima tahun, sejak 2014 sebesar 878 kWh per kapita, kemudian di 2015 sebesar 918 kWh per kapita, 2016 sebesar 956 kWh per kapita. Angkanya naik lagi di 2017 sebesar 1.012 kWh per kapita dan 2018 sebesar 1.064 kWh per kapita.Jakarta, Sabtu (5/1/2019).(Liputan6.Com)
Sedangkan untuk daya pasok listrik Indonesia, kapasitas listrik terpasang Indonesia bertambah 1.600 Mega Watt (MW) sepanjang 2018, seiring dengan beroperasinya pembangkit baru.
Jonan mengungkapkan, pasokan listrik terpasang Indonesia sampai 2018 mencapai 62.600 MW, naik dari tahun lalu sebesar USD 61 ribu MW. Listrik terpasang Indonesia meningkat hampir 10 ribu MW sepanjangan dari 2014.(Liputan6.Com)
Listrik merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat menengah kebawah maupun menengah keatas. Selain menghambat pekerjaan rumah tangga pemadaman listrik juga dapat melumpuhkan perekonomian masyarakat.
Penyebab terjadinya pemadaman secara umum biasanya karna adanya gangguan instalasi listrik atau pemasangan gardu induk sehingga mau tidak mau akan dilakukan pemadaman serempak. Masyarakat dituntut sabar dalam hal ini namun untuk urusan iuran pihak pengelola listrik dalam hal ini PLN tidak pandang bulu jika pembayaran telat sehari dari jadwal yang ditentukan maka akan dikenakan denda. Jika pemadaman terjadi cukup dengan kata maaf namun bila masyarakat telat bayar maka tiada maaf bagimu, pasti kena denda.
Sebagai kebutuhan hidup rakyat maka menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk memenuhi pasokan listrik tapi yang terjadi listrik justru menjadi ladang bisnis.
Dalam hal pemasangan, penambahan daya maupun perawatan listrik diserahkan kepada para kontraktor swasta untuk ditangani sehingga beban biaya akan ditanggung oleh individu.
Sungguh beban hidup rakyat semakin bertambah, belum harga sembako yang naik, biaya air bersih, biaya pendidikan, biaya kesehatan dan lain-lain tapi tidak diimbangi dengan pelayanan yang memadai. Beginilah hidup di zaman kapitalis sekuler dimana semua kebutuhan masyarakat dilirik untuk dijadikan sumber pendapatan bagi para kapitalis. Negara seolah disetir agar mengalihkan pengelolaan kebutuhan rakyat kepada swasta untuk meraih keuntungan. Dalam hal ini negara hanya berperan sebagai regulator bagi para pengusaha.
Indonesia yg berhukum kapitalisme, menjadikan rakyat bukan sebagai objek untuk diberikan kesejahteraan. Namun dijadikan objek penderita. Alih-alih negara memberikan pelayanan gratis untuk mendapatkan kesejahteraan dalam segala bidang, justru rakyat harus merogoh sakunya dalam-dalam untuk memenuhi kebutuhannya.
Dalam Islam, barang-barang yang menjadi kebutuhan umum (BBM, listrik, air dan lainnya) adalah milik rakyat yang harus dikelola Negara, untuk kesejahteraan rakyat.
Syariat Islam mewajibkan penerapan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam menetapkan negara tidak boleh menyerahkan aset-aset umat kepada swasta. Dengan strategi inilah kebutuhan-kebutuhan publik bahkan layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan bisa diperoleh umat secara memadai dan murah bahkan gratis. Negara menjadi pelayan yang melayani berbagai urusan rakyat. Sehingga dengan Syariah Islam semua problematika rakyat baik ekonomi, kesehatan, pendidikan, sarana transportasi, termasuk kebutuhan dasar yakni listrik dan air dapat terselesaikan. Penerapan syariah islam merupakan wujud ketakwaan umat kepada Allah SWT. Sebagaimana Allah janjikan :
“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu sehingga Kami menyiksa mereka disebabkan perbuatan mereka ” (TQS. Al-A’raf:96)
Itulah ancaman bagi orang-orang yang tidak melaksanakan aturan Allah bahkan cenderung merusak sehingga pilihan bagi tidak lain kembali kepada syariah Islam.
Wallahu a'lam bisshowab
Post a Comment