Oleh : Syifa Putri
Ummu wa rabbatul
bayt, Kab. Bandung
Sudah
jatuh tertimpa tangga pula, itulah keluh kesah sebagian besar masyarakat sekarang.
Bertubi-tubi rasanya, beban demi beban mereka pikul akibat kebijakan yang tidak
berpihak kepada rakyat. Di antaranya kesehatan masyarakat, yang sejatinya kewajiban pemerintah, harus
masyarakat sendiri yang menanggungnya. Pasalnya yang terjadi dalam Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
(BPJS), masyarakat yang harus membayar, hanya saja pemerintah menjadi fasilitator
jaminan kesehatan kepada pihak swasta dengan undang-undangnya. Ini sama saja
pengalihan tanggung jawab pemerintah kepada pihak swasta. Kewajiban negara
justru diubah menjadi kewajiban rakyat.
BPJS
bukanlah jaminan kesehatan bagi masyarakat. Banyak masyarakat yang mengira
bahwa BPJS adalah jaminan kesehatan dari pemerintah, padahal BPJS itu fungsinya
tidak lebih dari asuransi. BPJS didanai dari uang pribadi masyarakat, karena masyarakat
diminta menyetor sejumlah uang untuk dikumpulkan dan nantinya digunakan untuk
biaya pengobatan. BPJS menggunakan prinsip gotong-royong, seluruh uang yang
disetorkan oleh seluruh anggotanya kemudian dihimpun oleh PT.BPJS dan dialokasikan untuk membiayai pengobatan
para anggota yang sedang sakit. Seperti dana sumbangan dari masyarakat yang
dikumpulkan secara masif oleh pemerintah dari rakyat untuk membiayai sebagian
kecil rakyat yang sedang sakit.
Menurut
Asih dan Miroslaw, dari German Technical Cooperation (GTZ), LSM yang berperan
aktif membidani kelahiran JKN, "Ide dasar jaminan kesehatan sosial
adalah pengalihan tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan kesehatan dari
Pemerintah kepada institusi yang memiliki kemampuan tinggi untuk membiayai
pelayanan kesehatan atas nama peserta jaminan sosial."
BPJS
adalah kamuflase pemerintah untuk menutupi penyelewengan dana subsidi BBM. Banyak
masyarakat yang mengira BPJS didanai dari pengalihan subsidi dari BBM ke bidang
kesehatan. Masyarakat lupa bahwa setiap bulannya mereka menyetor dana minimal
Rp 25.000,00/bulan.
Peserta
BPJS ditaksir kini mencapai 168 juta orang. Jadi dana BPJS yang dihimpun dari
masyarakat oleh pemerintah mencapai lebih dari Rp 4,2Trilyun/bulan atau lebih
dari Rp 50,4 Trilyun/tahun. Itu adalah uang yang dikumpulkan langsung dari
masyarakat, bukan dari sektor pajak atau pengalihan subsidi BBM. BPJS merupakan
sebuah badan usaha yang fungsinya sebagai pengeruk keuntungan bagi Pemerintah,
bukannya jaminan kesehatan yang dialokasikan dari dana APBN.
Hal
ini didasari dari jumlah dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat oleh
pemerintah yang totalnya lebih dari Rp 50,4 Trilyun, sementara total klaim yang
dibayarkan oleh PT.BPJS selama satu tahun cuma Rp 37 Trilyun. Dengan adanya
BPJS, pemerintah sama sekali tidak pernah memberikan jaminan kesehatan gratis
kepada masyarakat. Padahal selama ini pemerintah selalu menyebarkan propaganda
bahwa BPJS adalah subsidi kesehatan gratis dari pemerintah. Pemerintah tidak
mengeluarkan biaya sepeser pun untuk BPJS, dan BPJS itu sepenuhnya dana dari
masyarakat.
BPJS
adalah bentuk pengingkaran terhadap UUD 1945 Perubahan, Pasal 34 ayat 2 yang
menyebutkan bahwa negara wajib memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Tapi
sungguh ironis. Pemerintah yang faktanya sudah abai terhadap kesehatan
masyarakatnya, masih tetap dzalim kepada rakyatnya, dengan berencana akan
menaikan premi iuran BPJS Kesehatan hingga dua kali lipat. Seperti yang dilansir
oleh CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
(PMK) Puan Maharani menyatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan berlaku mulai
1 September 2019. "Sudah (akan berlaku 1 September)," katanya di Gedung
DPR, Kamis (29/8).
Dalam
Islam, kebutuhan atas pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat
yang menjadi kewajiban negara. Rumah sakit, klinik dan fasilitas kesehatan
lainnya merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh kaum muslim dalam terapi
pengobatan dan berobat. Jadilah pengobatan itu sendiri merupakan kemaslahatan
dan fasilitas publik. Kemaslahatan dan fasilitas publik (al-mashalih wa
al-marafiq) itu wajib disediakan oleh negara secara cuma-cuma sebagai
bagian dari pengurusan negara terhadap rakyatnya.
Ini sesuai dengan sabda Rasulullah
saw.:
"Pemimpin
adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus."
(HR. Bukhari).
Sebagai
kepala negara, Nabi Muhammad saw. pun menyediakan dokter gratis untuk mengobati
Ubay. Ketika Nabi saw. mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja
Mesir, beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat (HR.
Muslim).
Dalam
riwayat lain disebutkan, bahwa serombongan orang dari Kabilah 'Urainah masuk
Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah saw. selaku kepala negara
kemudian meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola
Baitul Mal di dekat Quba. Mereka diperbolehkan minum air susunya secara gratis sampai
sembuh (HR. Bukhari dan Muslim).
Saat
menjadi Khalifah, Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. juga menyediakan dokter
gratis untuk mengobati Aslam. (HR al-Hakim)
Semua
itu merupakan dalil bahwa pelayanan kesehatan dan pengobatan adalah termasuk
kebutuhan dasar yang wajib disediakan oleh negara secara gratis untuk seluruh rakyat
tanpa memperhatikan tingkat ekonominya.
Jaminan
kesehatan dalam Islam itu ada empat sifat. Pertama, universal, dalam
arti tidak ada pengkelasan dan pembedaan dalam pemberian layanan kepada rakyat.
Kedua, bebas biaya alias gratis. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan biaya untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan. Ketiga, seluruh masyarakat dapat
mengaksesnya dengan mudah. Keempat, pelayanan mengikuti kebutuhan medis,
bukan dibatasi oleh plafon.
Pemberian
jaminan kesehatan itu tentu membutuhkan dana yang tidak kecil. Pembiayaannya
bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh
syariah. Di antaranya dari hasil pengelolalaan harta kekayaan umum termasuk
hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas. Juga dari sumber-sumber kharaj,
jizyah, ghanimah, fa'i, u'syur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya.
Semua itu akan lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara
gratis untuk seluruh rakyat, secara berkualitas.
Kuncinya
adalah dengan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh. Hal itu hanya bisa
diwujudkan di bawah sistem yang dicontohkan dan ditinggalkan oleh Nabi saw.,
lalu dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan generasi selanjutnya. Itulah
sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Inilah
yang harus diperjuangkan sekaligus menjadi tanggung jawab seluruh umat Islam.
Wallahu
a'lam bi ash-shawab.
Post a Comment