Oleh : Fitriatul Wahda, SE
(Mahasiswa Pasca UIN Raden Fatah)
Kebakaran hutan dan lahan bukanlah permasalahan yang terjadi baru kali ini saja tetapi sudah sering terjadi, namun tak kunjung ada penyelesaiannya. Musim kemarau di manfaatkan oleh para pengusaha untuk membuka lahan baru dengan cara dibakar. Cara ini ditempuh untuk meminimalisir pengeluran modal usaha. namun sayang cara yang digunakan memberikan dampak yang sangat merugikan Masyarakat. Ada 2.719 titik panas kebakaran hutan dan lahan di seluruh Indonesia pada Rabu (18/9/2019). Jumlah titik panas ini terungkap berdasar data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga pukul 09.00 WIB, (18/09/19, Liputan6.com).
Data Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes menyebut, sudah ada lebih dari 100.000 orang yang mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat kabut asap. Di Riau, penderita ISPA pada 1-15 September 2019 mencapai 15.346 orang. Sementara di Jambi selama bulan Juli-Agustus ada terinfeksi ISPA 15.047 orang. Di Sumatera Selatan dari Maret-September sejumlah 76.236 orang, dengan penderita terbanyak berasal dari kota Palembang. Untuk Kalimantan Barat, data terakhir yang tersedia pada bulan Juli menyebut 15.468 orang terinfeksi ISPA. Sementara di Kalimantan Tengah dari Mei–September sejumlah 11.758 orang, dengan terbanyak ada di Palangkaraya. Untuk Kalimantan Selatan, per Juni-Agustus sebanyak 10.364 orang terinfeksi ISPA, dengan angka tertinggi di Banjarbaru. (16/09/19, Suara. Com)
Demikian halnya pemerintah seakan tak berdaya dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan tersebut. Padahal jika melihat tahun lalu saat perHelatan ASIAN GAMES berlangsung Pemerintah mampu mengatasi karhutlah pada tahun tersebut demi menjaga nama baik Indonesia dimata dunia. Lalu, mengapa saat ini penguasa tak mampu menyelesaikan Karhutlah hingga menyisakan kabut asap yang telah mencapai predikat bahaya. Inilah bukti ketidak seriusan pemerintah dalam mengurusi urusan rakyatnya.
Namun tak perlu heran karena memang begitulah dalam sistem kapitalisme yang di emban oleh negara ini, pengusahalah yang menjadi penguasa yang sebenarnya sedangkan pemerintah hanya regulator antara pengusaha dan rakyat. Jadi wajar saja jika pemerintah tak mampu hentikan ulah para pengusaha.
Sangat berbeda dengan pemimpin didalam Islam, pemimpin atau khalifah merupakan junnah atau perisai yang mana umat berlindung padanya. Khalifah hadir untuk mengurusi urusan umat yang dituntun oleh syariat Islam bukan dituntun oleh pengusaha.
Islam juga melarang pembakaran hutan yang menyebabkan asapnya mengganggu masyarakat sebagaimana yang dijelaskan oleh Sulaiman bin Khalaf Al-Baji Al-Maliki, penulis kitab Al-Muntaqa Syarah al-Muwatta “Dilarang menyalakan tungku dan membuat kamar mandi yang asap (dan baunya) bisa menganggu dan membahayakan tetangga secara permanen. Melakukan aktivitas pembakaran, yang mana asapnya bisa menganggu dan membahayakan para tetangga, merupakan aktivitas terlarang meskipun membawa maslahat untuk segelintir orang".
Untuk menjaga kelestarian hutan, maka Islam juga melarang hutan dikuasai oleh Individu atau swasta sebagaimana Rasulullah bersabda : "Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, rumput & api. Dan harganya adalah haram. Abu Sa’id berkata, Yang dimaksud adalah air yg mengalir" [HR. ibnu majah No.2463].
Hutan yang merupakan hak milik umum dikelola serta dijaga oleh negara dan diperuntukkan kepada kebutuhan rakyat. Negara akan memberikan sangsi pada siapa saja yang mengganggu kepemilikan umat. Begitulah kesempurnaan Islam yang dulu pernah diterapkan selama 13 abad lamanya dalam daulah khilafah islamiyah.
Wallahualam bishawab
Post a Comment