Islam Solusi Karhutla

By : Ummu Almee

Meskipun sempat hujan, pekan ini kabut asap pekat kembali mendatangi Riau. Kebakaran hutan dan lahan, kembali membara. Pada Kamis (12/9/19), kualitas udara sampai level berbahaya. Tak pelak, banyak warga menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Rizka, tenaga pengajar di Sekolah Islam Abdurrab, harus masuk instalasi gawat darurat Eka Hospital, Jalan Soekarno-Hatta, Pekanbaru, Riau pukul 11.45, Selasa (10/9/19). Dia sesak napas dan batuk kering. Setelah diperiksa dokter, tak ada tanda-tanda asma dan gangguan vital, baik tensi, nadi maupun demam. Rizka didiagnosa terkena ISPA dan langsung diberi oksigen dan nebulizer. Setelah tenang, pukul 13.20, Rizka boleh pulang. Sejak 9 September, beberapa sekolah telah memulangkan siswa lebih awal. 

Seperti Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pekanbaru. Hari itu, Gubernur Riau, Syamsuar, telah perintahkan libur sekolah bagi daerah yang terdampak karhutla dan asap. Dinas Pendidikan Riau menyambut perintah itu dengan mengeluarkan surat ke seluruh SMA/SMK dan SLB se-Riau kala angka indeks standar pencemaran udara (ISPU) 200-299 (sangat tidak sehat). Bila angka naik 300 atau berbahaya, semua aktivitas sekolah harus setop total. ((mongabay.co.id)

Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang makin pekat mulai berdampak buruk pada aktivitas di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II di Kota Pekanbaru, Riau, Jumat (13/9/2019). Penerbangan pesawat maskapai Citilink rute Pekanbaru-Yogyakarta terpaksa ditunda dari jadwal seharusnya pukul 07.45 WIB. Pesawat Garuda Indonesia tujuan Jakarta menunda jadwal penerbangan selama satu jam dari seharusnya dijadwalkan terbang pukul 11.05 WIB menjadi mundur ke pukul 12.05 WIB.Sementara itu, pesawat Lion Air tujuan Batam dengan jadwal penerbangan pukul 11.40 juga dibatalkan hingga waktu yang belum ditentukan.Ketua Asosiasi Perjalanan Wisata (ASITA), Dede Firmansyah, meminta pemerintah segera melakukan penanggulangan cepat karhutla di sejumlah titik karena dampaknya telah mengganggu berbagai kegiatan usaha perdagangan, jasa, dan penerbangan. Ia mengatakan, kondisi ini jelas tidak bisa dibiarkan berlarut karena selain merugikan penumpang tentunya juga sangat merugikan maskapai penerbangan yang harus terbang tidak tepat waktu sehingga menimbulkan kerugian. "Kerugian materil lainnya juga dialami oleh para pemilik usaha yang bergantung pada tingkat kunjungan wisatawan seperti hotel restoran dan rumah makan serta pedagang di pasar-pasar," katanya. (beritagar.id)

Mengutip Riau Pos, mulai awal tahun ini tercatat 281.626 orang mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Khusus September saja, sampai pekan kedua, jumlahnya menembus 4.306 orang. Namun, yang tak kalah menyesakkan nafas di dada sekaligus membuat berang, di sebuah media diberitakan bahwa tiga pembakar hutan di Riau mengaku dibayar pengusaha. Memang, musim kemarau seperti saat ini kerap dimanfaatkan untuk membuka ladang baru. Sayangnya, cara yang ditempuh merugikan banyak pihak, yakni dengan membakar hutan. Polresta Barelang Batam berhasil menangkap tiga pelaku pembakaran hutan. Ketiganya diringkus, saat hendak membuka lahan di Bukit Bismilah Galang. Menurut pengakuan mereka, ada pengusaha Batam yang memberi uang untuk melakukan hal itu.

Sementara di media yang lain, diperoleh berita yang menguatkan fakta ini. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menduga ada perusahaan asing yang terlibat dalam kasus karhutla yang terjadi di Sumatra dan Kalimantan. Perusahaan asing itu berasal dari Singapura dan Malaysia. Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho mengatakan ada 43 perusahaan yang disegel karena terlibat kasus karhutla. Dari 42 perusahaan itu, beberapa di antaranya diketahui memiliki modal dari luar negeri. Ridho juga menyebut terdapat 4 perusahaan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka karhutla. KLHK akan bersikap tegas dan serius dalam memberi hukuman ke pihak-pihak yang melakukan pembakaran hutan. Jadi semakin jelas, bahwa kasus karhutla ini menunjukkan adanya praktik ‘land clearing’ dengan mudah dan murah memanfaatkan musim kemarau. Atas temuan itu, Kapolri menganggap masalah karhutla ini murni karena ulah manusia dan pelakunya adalah oknum yang sama.

Kondisi kebakaran hutan dan lahan yang berimbas ke ranah domestik hingga luar negeri menyebabkan pemerintah Indonesia terpojok. Lambatnya respon dan penanganan dari pemerintah pusat telah membuat korban kabut asap menjadi jengah. Sejauh ini, ada dugaan korelasi kebijakan politik pemerintah daerah dengan izin penerbitan pembukaan lahan yang berpotensi memunculkan pembakaran hutan. Pola korelasi ini dinilai kian terlihat pascapemilu 2019. Pada 2015, Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) saat itu, Zenzi Suhadi pernah menyatakan dugaan tersebut.Ini misalnya terbukti pascapemilu 2009. Saat itu ada sekitar 14,7 Ha penerbitan lahan yang dibuka untuk sawit, tambang, industri, HPA. Ini dilakukan karena kepentingan politik. Zenzi menambahkan, setelah pemilu cenderung pembukaan lahan meningkat. Izin biasanya lebih mudah diterbitkan, setahun kemudian pembukaan lahan meningkat signifikan. Begitu juga pascapemilu 2014. Setelah pemilu selesai, lahan yang dibuka untuk Sumatra dan Kalimantan meningkat drastis. Untuk Riau dan Kalimantan, per Agustus 2014 itu sudah satu juta hektare lebih yang dibuka. Menurutnya, daerah-daerah mestinya menguatkan pembentukan izin. Kalau tidak, sulit mengatasi pembakaran hutan. Sejak itu, Zenzi melihat ada peningkatan dari tahun ke tahun. Frekuensi satu tahun pascapenerbitan izin, ekosistem dan lahan gambut juga menjadi rusak. Dan sekarang, pascapemilu 2019, karhutla dalam rangka pembukaan lahan memang meningkat.

Musibah yang selalu berulang, bahkan semakin hari semakin parah, maka pasti ada faktor nonteknis yang terlibat. Dan kalau soal nonteknis itu ternyata terkait banyak hal; bisnis, sosial, budaya, hingga politis, maka pasti ada akar masalah yang lebih mendalam. Negara jadi regulator saja, jangan ikut jadi pemain. Inilah yang kemudian menjadikan hutan dikonsesikan ke swasta, lalu swasta itu tinggal bayar pajak. Tetapi swasta tentu saja akan lebih berpikir apa yang mendatangkan profit dalam masa konsesi miliknya. Selebihnya, swasta tidak akan berpikir soal lingkungan. Atau soal keselamatan penerbangan. Masalahnya, para penguasa komprador yang dipilih melalui proses demokrasi, tentu saja akan ketakutan jika ditinggalkan para pengusaha. Siapa nanti yang akan membiayai kampanye, akan melobi anggota dewan, akan mengorbitkan para “pakar”, akan membayar pencitraan di media massa, dsb, jika bukan para pengusaha itu. Jadi semestinya kita ingat sabda Rasul shallallahu’alaihi wasallam, “Ingatlah, setiap orang dari kalian adalah pemelihara dan setiap orang dari kalian bertanggung jawab atas pemeliharaannya. Pemimpin yang memimpin masyarakat ialah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya…” (HR Bukhari). Juga sabda Rasul Saw., “Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya. Bila ia memerintah untuk takwa kepada Allah azza wa jalla serta bertindak adil, maka ia akan memperoleh pahala. Namun bila ia memerintah dengan selainnya, maka ia akan mendapatkan akibatnya.” (HR Muslim). 

Islam Kafah Solusi Penyelesaian Karhutla
Sebagian musibah yang ditimpakan oleh Allah subhanahu wata’ala terhadap manusia adalah akibat perbuatan manusia sendiri, termasuk bencana kabut asap. Musibah tersebut seharusnya menyadarkan manusia akan kesalahan mereka sehingga mereka segera kembali ke jalan yang benar. Allah SWT berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS ar-Rum [30]: 41).

Penyebab kebakaran di Indonesia sudah banyak dikaji oleh para peneliti berbagai belahan dunia. Semua berkesimpulan bahwa ulah manusialah penyebab utama kebakaran hutan dan lahan. Pengelolaan lahan yang masih menjadikan api sebagai alat yang murah, mudah, dan cepat menjadi inti dari penyebab kebakaran. Bencana akibat kebakaran lahan dan hutan sangat sulit atau bahkan mustahil diakhiri dalam sistem kapitalisme-demokrasi saat ini. Pasalnya, demi kepentingan ekonomi, jutaan hektare hutan dan lahan diberikan konsesinya kepada swasta. Padahal itulah yang menjadi salah satu akar masalahnya.

Secara tasyrî’i, Islam menetapkan bahwa hutan termasuk dalam kepemilikan umum (milik seluruh rakyat). Rasul saw. bersabda: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Sebagai milik umum, hutan haram dikonsesikan kepada swasta baik individu maupun perusahaan. Dengan ketentuan ini, akar masalah kasus kebakaran hutan dan lahan bisa dihilangkan. Dengan begitu kebakaran hutan dan lahan bisa dicegah sepenuhnya sejak awal. Pengelolaan hutan sebagai milik umum harus dilakukan oleh negara untuk kemaslahatan rakyat, tentu harus secara lestari. Dengan dikelola penuh oleh negara, tentu mudah menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi, kepentingan rakyat, dan kelestarian hutan. Negara juga harus mendidik dan membangun kesadaran masyarakat untuk mewujudkan kelestarian hutan dan manfaatnya untuk generasi demi generasi. Jika ternyata masih terjadi kebakaran hutan dan lahan, maka wajib segera ditangani oleh pemerintah karena pemerintah wajib memperhatikan urusan rakyatnya dan memelihara kemaslahatan mereka. 

Adapun secara ijrâ’i, pemerintah harus melakukan langkah-langkah, manajemen, dan kebijakan tertentu; dengan menggunakan iptek mutakhir serta memberdayakan para ahli dan masyarakat umum dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan dampak kebakaran yang terjadi. Semua ini hanya bisa diwujudkan dengan penerapan syariah Islam secara menyeluruh. Yakni melalui penerapan syariah Islam dalam sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. (www.muslimahnews.com)

Post a Comment

Previous Post Next Post