Ibukota Pindah, Solusikah ?

Penulis : Yanti
(Suara Muslimah Pemerhati dan Peradaban)

Presiden Joko Widodo memutuskan bahwa kawasan penajam paser utara dan kutai kertanegara, Kalimantan timur, sebagai kawasan ibu kota baru pemerintah. Kenapa pak Jokowi menyebutkan hal yang demikian karena kawasan tersebut memiliki sejumlah kriteria yang mana dibutuhkan dalam kawasan ibu kota, seperti halnya risiko banjir, lokasi yang strategis dan berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sudah berkembang seperti Samarinda dan Balik Papan https://m.repuplika.co.id/berita bukannya melihat keadaan rakyatnya yang melarat, yang hidup miskin, malah menambah kerjaan yang tidak masuk akal dengan kebijakan pemindahan ibu kota.
Pemindahan ibu kota ke Kalimantan yang dituturkan pak jokowi mendapat tanggapan yang kritis dari kalangan akademis. Beberapa diantaranya adalah Prof David Henley dari Laiden University, ekonomi Didik Junaedi Rachbini, ekonomi senior INDEF Fadhil Hasan, dan guru besar fakultas ekonomi dan bisnis universitas indonesia Emil salin https://www.cnbcindonesia.com/newsoal  dari berbagai aktivis pun banyak mengkritisinya. Hal ini membuktikan bahwa perihal pemindahan ibu kota ini menggambarkan bahwa negeri ini kacau balau , keejahteraan yang tidak merata di titik pusat pemerintahan seperti yang disebutkan Jokowi sendiri tentang alasan pemindahkan ibu kota yaitu banjir dimana-mana. Secara logika bukannya mengatasi malahan lari dari tanggung jawab. Logikanya saya, kalau [DKI Jakarta] terendam, rusak, harus diperbaiki. Tapi ini menjadi alasan untuk pindah. Ini membuktikan peri’ayahan penguasa kepada rakyatnya tidak ada. Padahal itu adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh penguasa yang menjadikan rakyatnya hidup sejahtera yang menjalar ke setiap daerah dan pemindahan ibu kota ini bukan karna ketidakmampuan Jakarta dalam menampung beban ibu kota, tapi kurangnya efektivitas peri’ayahan penguasa kepada rakyatnya. 
Belum lagi biaya yang akan dikeluarkan untuk membangun ibu kota baru di Kalimantan. Apa lagi hutang negara yang sangat banyak kepada asing, memangnya mau nambah hutang lagi pak? Atau mau jual negara ini sekalian? Membangun ibu kota itu tidak seperti membangun kontrakan. Pernyataan ekonomi didik Junaedi Rachbini yang berfikir kritis. Ia menegaskan pemerintah harus lebih sistematis menyampaikan rencana pemindahan ibu kota dan ia mengingatkan presiden Jokowi sebaiknya mengkaji ulang pemindahan ibu kota secara ilmu kebijakan publik.
Jika ditelisik lebih jauh, indonesia bukan negara yang pertama yang memindahkan ibu kota. Dalam bebera puluhan tahun terakhir, ada sejumlah negara yang dulu sudah memindahkan pusat pemerintahannya. Mulai dari Rio de Janeiro ke Barsilia (Brasil), Dares Salaam ke Dodoma (Tanzania), Karachi ke Islamabad (Pakistan), hingga Kuala Lumpur ke Putra Jaya (Malaysia). Namun faktanya tidak semuanya berjalan dengan mulus. Berdasarkan catatan institute for development of economics and finance (INDEF). Bukti konkret pemindahan ibu kota berakhir dengan kegagalan. https://www.cnbcindonesia.com/newsoal pemindahan ibu kota Seoul ke Sejong sudah diputuskan sejak 2012 tapi sampai saat ini prosesnya belum sampai selesai. Salah satu kendalanya adalah besarnya biaya pembangunan dan politik domestic sehingga terhambat pembangunan kota. Jangan sampai hal yang demikian terjadi pada negara kita. Wajib bagi kita untuk menolak dengan mentah-mentah pemindahan ibu kota. Alasan-alasan pemindahan ibu kota tidak masuk akal dan sangat keliru serta menambah-nambah kerjaan. 
Wakil ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Nasrullah tidak setuju bila nantinya ibu kota dipindahkan. Nasrullah menyebutkan ekonomi sedang terpuruk dan dibebani anggaran negara dan apalagi hutang Indonesia saat ini sudah terlalu banyak. Dia juga khawatir jika swasta terlibat dalam pemindahan ibu kota, karena kalau itu dibiayai oleh swasta, membuat negeri ini akan diatur atau intervensi oleh investor. jelasnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post