(Pemerhati Sosial)
Terharu menyaksikan ghirah keislaman masyarakat kian meningkat dalam menyambut pergantian tahun baru Islam. Berbagai kegiatan seperti pawai obor, muhasabah dan doa bersama, tablig akbar dan acara-acara yang sejenisnya ramai diselenggarakan. Antusias yang diekspresikan masyarakat seolah mengonfirmasi bahwa masyarakat optimis pergantian tahun baru Hijrah ini dapat memberikan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Hijrah identik dengan perubahan. Tentu bukan perubahan yang biasa.
Hijrah, secara bahasa diartikan berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan lain (Lisan al-Arab, v / 250 ; Al-Qamus al-Muhit, 1 / 637). Sedangkan makna hijrah secara syar'i, menurut para fukaha, yaitu keluar dari darul kufur menuju darul Islam (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islamiyyah, II / 276). Ibnu Hajar al-Asqalani di dalam kitab Fath al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari, menjelaskan bahwa hijrah ada dua macam: zhahirah (lahir) dan bathinah (batin). Hijrah bathinah adalah meninggalkan apa saja yang diperintahkan oleh hawa nafsu yang selalu memerintahkan keburukan dan seruan setan. Sedangkan hijrah zhahirah adalah lari menyelamatkan agama dari fitnah.
Baik hijrah zhahirah maupun bathinah, semuanya dicontohkan oleh Nabi Salallahu 'alaihi wassalam. Pertanyaannya, sudahkah umat Islam meneladani hijrah sebagaimana yang telah beliau contohkan? Mengingat fakta hari ini, meski fenomena hijrah telah populer bahkan di dunia selebriti. Tidak secara otomatis menyelamatkan agama Islam dari fitnah. Umat Islam secara gamblang menyaksikan agama ini dihujani fitnah. Dituduh sebagai agama bar-bar, pemuja syahwat, pemecah persatuan negeri dan sebagainya. Bahkan ulama yang memperjuangkan syariat Islam kaffah dipersekusi, acara pengajian dibubarkan, penceramah dihadang dan dicurigai, perkumpulan umat Islam dituduh makar, dan tuduhan-tuduhan lainnya.
Kondisi seperti ini mirip dengan kondisi masyarakat jahiliah pra hijrah, dalam beberapa hal bahkan terlihat lebih buruk. Para pembesar dan tetua kabilah tidak sedikit yang menolak dan menghadang dakwah yang diemban oleh Rasulullah Salallahu 'alaihi wasalam.
Oleh sebab itu sangat wajar jika kaum muslim sudah merasa jenuh dengan kondisi seperti ini. Karena kondisi ini membuat Islam dan kaum muslim terhinakan. Maka, sudah saatnya umat Islam bangkit dari kejahiliahan modern menuju umat Islam yang taat pada syariah Allah Subhanahu wata'ala. Bangkit dari keterhinaa menuju kemuliaan, bangkit dari kegelapan menuju cahaya Islam. Mari jadikan momentum tahun baru Hijrah sebagai titik tolak perubahan yang fundamental yakni perubahan dengan menerapkan syariah Islam secara kafah sebagai aturan kehidupan pribadi, masyarakat dan bernegara.
Perubahan tentu tidak datang secara tiba-tiba. Perubahan harus diperjuangkan. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman:
"... Sungguh Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri... " (TQS ar-Ra'du [13]: 11)
"Siapa saja yang berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Siapa saja yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpa dirinya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (TQS an-Nisa' [4]: 100).
Wallahu'alam bishowab...
Post a Comment