Oleh : Sumiyah Ummi Hanifah
(Member AMK dan Pembelajar Islam Kaffah )
Fenomena akhir zaman, dimana kemaksiatan dan kemungkaran telah merajalela di mana-mana, praktik kejahatan sudah dilakukan dengan terang-terangan, bahkan Seorang Pendosa telah merasa bangga dengan dosa-dosanya, dan hal semacam itu kini dianggap wajar, bahkan kurang mendapatkan perhatian yang serius dari aparat penegak hukum, dan masyarakat kita, karena masyarakat sudah sangat "kenyang" dengan berbagai lilitan permasalahan yang datang bertubi-tubi menerpa negeri, baik itu urusan individu, keluarga, maupun urusan kemasyarakatan dan diperburuk lagi dengan adanya kesenjangan sosial, politik yang kotor, kondisi Perekonomian rakyat yang "kocar-kacir" tak menentu, daya beli masyarakat rendah, budaya premanisme semakin mendarah-daging, sehingga memicu terjadinya tindak konflik antar golongan, antar warga, antar sekolah, dan lain-lain.
Bagi Umat Islam yang sadar betul akan keberadaan dirinya di muka bumi ini, yaitu hanyalah sebagai hamba yang diciptakan Oleh-Nya, dan harus taat pula kepada aturan-Nya, tentu akan mencari solusi yang tepat, yaitu berupaya untuk meraih pertolongan dari Allah SWT, merapat dan menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya Dzat yang paling tepat untuk mengadukan segala persoalan hidup, karena hanya pada-Nya tempat bergantung semua mahluk, tempat di kembalikannya segala urusan.
Namun bagi jiwa-jiwa yang sudah terlanjur hidup dalam gelimpang dosa, terbiasa mengumbar nafsu duniawi, dan tak pernah mau merapat kepada Illahi Robbi, tentu hal ini terasa sangat berat, untuk itu perlu ditempuh langkah-langkah "dramatis" yang disebut HIJRAH.
Pengertian hijrah secara bahasa adalah pindah, namun hijrah yang sempurna adalah meninggalkan apa saja yang dilarang oleh Allah SWT, termasuk meninggalkan sistem kufur dan beralih kepada sistem (aturan) yang berasal dari Allah azza wa jalla, dengan kata lain harus mau mentaati Syari'at Allah (Syari'at Islam).
Hampir semua Umat Islam itu meyakini kebenaran dari Syari'at Islam, karena memang bersumber dari Al - Qur'an dan As- sunnah, tapi kebanyakan Umat Islam justru "enggan" untuk melaksanakan / menerapkannya.
Ada pula yang mengambil "opsi" kedua, yaitu mau melaksanakan Syari'at Islam tapi sebatas yang disukai, sementara yang tidak disukai akan di tinggalkan begitu saja, sama seperti makanan "presmanan", ironis dan menyedihkan.
Terlebih hal ini terjadi di Wilayah yang mayoritas penduduknya muslim.
Ketika Allah memerintahkan untuk bersyahadat, Sholat, zakat, puasa, haji, serta amalan-amalan lainnya, maka hampir semua umat islam menerima perintah itu dan berupaya untuk melaksanakannya, tapi ketika sampai kepada perintah untuk meninggalkan riba, maka ada sebagian Umat Islam yang menolak dan mencari-cari dalil untuk membenarkan alasannya, hal yang sama terjadi ketika diperintahkan untuk mengenakan pakaian syar'i (bagi muslimah).
Apalagi ketika di dperintahkan untuk menerapkan Syari'at Islam secara menyeluruh (kaffah), maka reaksi sebagian Umat langsung menolak mentah-mentah, dengan alasan yang di buat-buat, seolah-olah dirinya lebih "pintar" daripada Tuhannya.
(na'udzubillahi mindzaalik)
Tidak patut bagi Orang yang mengaku beriman kepada Allah, tapi menganggap bahwa Hukum / Syari'at Allah SWT itu adalah "SALAH" sehingga kemudian diganti dengan hukum buatan manusia.
Padahal Allah SWT adalah Sang pemilik langit dan bumi, dan apapun yang ada diantara keduanya, yang menguasai kehidupan, dan Dialah yang "menggenggam" seluruh perbendaharaan langit dan bumi.
Jadi apalah artinya hasil pemikiran manusia yang hina dan bodoh ini, jika dibandingkan dengan ilmu Allah ?
Mengapa masih ada Umat Islam yang mengaku beriman kepada Hari Kiamat, dan meyakini bahwa akan datang suatu hari dimana setiap jiwa akan dimintai pertanggung-jawaban atas apa yang telah di lakukan selama hidup di Dunia, tapi menentang hukum Allah ?
Tidakkah Ia merasa takut dengan azab Allah ?
Ketahuilah bahwa Allah begitu sayang kepada hamba-hamba-Nya, tak ingin melihat ada Umat-Nya yang masuk Ke dalam neraka, oleh karena itu, maka Allah menurunkan petunjuk kepada manusia, yaitu Al-Qur'an dan As-sunnah untuk di jadikan pedoman hidup, agar selamat di dunia dan akhirat.
Di dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman,
يا ايها الدين امنو اادخلوا فى السلم كافة ولا تتبعوا خطوت اشيطن، انه لكم عدومبين
"Hai Orang-orang yang beriman ! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah Syetan, sungguh Ia musuh yang nyata bagimu.
( T. Q. S. Al-Baqarah (2): ayat 208 )
Jadi jelas sudah bagi kita bahwa melaksanakan ketaatan kepada Allah, sesuai dengan ajaran agama Islam itu harus seluruhnya, dan tidak boleh sebagian di ambil, dan sebagian lainnya tinggalkan.
Memilah-milah dan membeda-bedakan salah satu ajaran Islam termasuk perbuatan dosa, karena merupakan bentuk ketidak-taatan kepada Allah SWT.
Hijrah yang diperintahkan oleh Allah, adalah meninggalkan suatu kondisi yang buruk, menuju kondisi (keadaan) yang baik, yang penuh keberkahan.
Ketika hati kita masih cenderung untuk "pilah-pilih" amalan, maka perlu adanya upaya untuk mengintrospeksi diri dan menelaah ke dalam hati sanubari, karena jangan-jangan ada yang tidak beres dengan keimanan kita.
Jangan sampai kita termasuk orang yang fasik, yang memahami suatu perkara yang wajib, tapi tidak mau mengamalkan, hal ini tentunya sangat dibenci oleh Allah SWT.
Untuk berhijrah secara Kaffah tentu tidak semudah kita membalikkan telapak tangan, tapi memerlukan keterlibatan pihak-lain, seperti keluarga, lingkungan tempat tinggalnya dan juga negara, semua ikut berperan dalam proses KEBANGKITAN.
Dan bangkitnya manusia tergantung pada pemikirannya tentang manusia, alam semesta dan kehidupan, serta hubungan ketiganya dengan sesuatu yang ada, sebelum kehidupan dunia (Alam Ruh ; alam rahim) dan yang ada sesudahnya (Alam Akhirat l).
Tingkah laku manusia itu dipengaruhi oleh cara pandang (pemahaman) yang dimilikinya, sedangkan pemahaman diperoleh dari buah pemikirannya, untuk itu point utama dalam upaya membangkitkan Umat adalah dengan menghidupkan pemikiran islam, bukan pemikiran yang lain, sehingga pemahaman (tsaqofah) islamnya juga dipenuhi dengan pemahaman islam, baru setelah itu akan menghasilkan tingkah laku (akhlak) yang islami. (Kitab Nidzamul Islam hal. 5)
Lain halnya bila dalam kesehariannya Umat islam yang selalu "dicekoki" dengan pemikiran barat, ilmu-ilmu yang dipelajari adalah ilmu yang diadopsi dari barat, dan sistem yang diterapkan juga berasal dari barat (sistem kapitalis), maka sudah bisa dipastikan tingkah laku masyarakatnya akan menyerupai Orang-orang barat yaitu SEKULER (memisahkan agama dari kehidupan), dan tidak mungkin memiliki pemikiran islam, pemahaman islam, dan berperilaku islami secara KAFFAH.
Proses atau perjuangan untuk kembali kepada Kebangkitan itulah yang dinilai, sedangkan lama atau sebentar waktu yang ditempuh, tidak menjadi tolok ukur keberhasilan Seseorang, atau kelompok .
Yang harus kita pahami adalah bahwa untuk mewujudkan Kebangkitan Umat secara total, maka jalan yang harus ditempuh adalah Hijrah Kaffah.
Praktiknya harus melalui "Pemikiran yang cemerlang" (al-fikru al-mustanir) yang kemudian akan melahirkan "akidah" dan menjadi landasan berpikir dan akan mampu membentuk perilaku manusia beserta peraturan-peraturannya.
Namun bila kita amati, kecenderungan Umat Islam saat ini adalah suka beramal tanpa pemikiran yang mendalam, tetapi menjadi muqalid 'am yaitu mengikuti Seorang Tokoh (Ulama tertentu) tanpa di iringi dengan menggali dan merujuk kepada Pemikiran Islam dan Pemahaman Islam, yang sumbernya adalah Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijma' Shahabat, dan Qiyas) dan inilah yang termasuk sumber hukum islam.
Hendaknya setiap orang / masyarakat yang berniat untuk berhijrah, terlebih dahulu harus menyelaraskan setiap amal yang dilakukan itu sesuai dengan perintah Allah SWT, atau hanya perintah manusia semata ?
Perlu kita waspadai bahwa saat ini, telah bermunculan Ulama-ulama Su' yang berada ditengah-tengah Umat, keberadaan mereka hampir sama dengan Ulama-ulama Sholih (Ulama warosatul Anbiya), secara penampilan mereka sama, bahkan banyak diantara mereka yang memiliki massa (pendukung) yang besar jumlahnya.
Perbedaan yang mencolok antara Ulamanya Su' dan Ulama Warosatul Anbiya adalah jika Ulama su' selalu berdiri di barisan depan Para Penguasa diktator, menjadi bamper Penguasa yang dzalim, ikut menikmati lezatnya kue kekuasaan, sedangkan Ulama Warosatul Anbiya selalu berada bersama Umat, menjadi oposisi dan tidak ragu-ragu dalam melakukan amar ma'ruf nahi mungkar kepada Umat dan Penguasa, mengkritik setiap kebijakan Pemerintah yang tidak pro rakyat, serta menasihati Penguasa untuk menerapkan Syari'at Islam, meskipun mereka sering mendapatkan hujatan, cemoohan, pengusiran, persekusi, finah keji dan lain sebagainya.
Itulah pentingnya memahami Islam secara kaffah, tidak setengah-setengah, sehingga tidak bisa di masuki oleh pemahaman asing seperti yang terjadi pada kebanyakan umat islam saat ini, mereka lebih cenderung pada pemikiran asing, dan lebih banyak memahami tsaqofah asing, sehingga tingkah laku kesehariannya juga mengikuti "selera" asing yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam.
Hijrah kaffah merupakan upaya untuk menjadikan Umat Islam ini menjadi terhormat, tidak lagi dijadikan bulan-bulanan kaum kafir, seperti yang terjadi saat ini, dimana negeri kaum muslimin di seluruh penjuru dunia selalu menjadi incaran (sasaran empuk) penjajahan asing dan aseng.
Oleh karena itu, Kaum muslimin harus bangkit dari keterpurukan, kini saatnya untuk melakukan HIJRAH KAFFAH, mengganti sistem kufur dengan sistem yang berasal dari Allah SWT, agar tercipta KEBANGKITAN UMAT ISLAM di seluruh Dunia, dalam suatu sistem yang akan menerapkan Syari'at Islam secara menyeluruh, yaitu KHILAFAH Rasyidah 'ala minhajin nubuwwah.
Insya Allah.
Post a Comment