Hijrah dengan Islam Kaffah

Oleh : Ammylia Rostikasari, S.S.
(Komunitas Penulis Bela Islam)

Alhamdulilah, tahun baru hijriah telah tiba. Sorak sorai masyarakat nusantara begitu gegap gempita. Di berbagai daerah diadakan pawai obor. Festival Muharam pun digelar di Bundaran HI, DKI Jakarta (31 Agustus 2019).

Doa dan harapan dipanjatkan kepada Yang Maha Pencipta. Mendamba negeri ini ada dalam kehidupan aman sentosa. Berharap tahun ini lebih baik dari tahun lalunya. Beralih dan berhijrah. Karena pada hakikatnya tahun hijriah tak bisa dilepaskan dengan momentum hijrahnya Baginya Muhammad Saw. dari Kota Makkah Al Mukarramah menuju Kota Madinah Al-Munawarah.

Membahas hijrah, maka kita haruslah mengenal maknanya. Adapun secara bahasa, berasal dari kata hajara yang berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain; dari suatu keadaan ke keadaan yang lain (Ash-Shihhah fi al-Lughah, II/243, Lisan al-‘Arab, V/250; Al-Qamus Al-Muhith, I/637). 

Para fuqaha lalu mendefinisikan hijrah secara syar’i sebagai keluar dari darul kufur menuju darul Islam (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah, II/276). 

Darul Islam adalah suatu wilayah (negara) yang menerapkan syariah Islam secara total dalam segala aspek kehidupan dan keamanannya secara penuh berada di tangan kaum Muslim. Sebaliknya, darul kufur adalah wilayah (negara) yang tidak menerapkan syariah Islam dan keamanannya tidak di tangan kaum Muslim, sekalipun mayoritas penduduknya beragama Islam. Definisi hijrah semacam ini diambil dari fakta hijrah Nabi saw. sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang kemudian menjadi Darul Islam). Begitulah definisi hijrah secara bahasa juga syar’i.

Berangkat dari definisi hijrah, maka aktivitas ini bukan hanya dapat dilakukan oleh individu semata, seperti halnya para public figure yang tengah berbondong-bondong menapaki jalan hijrah. Namun, hijrah pun berlalu pada skala masyarakat juga negara.

Seperti halnya yang telah dicontohkan Rasulullah Saw. Beliau bukan hanya menguntungkan hikmahnya orang perorang seperti halnya para sahabat, tapi beliau menuntun masyarakat Makkah yang akrab dengan keseharian jahiliyah kepada tatanan hidup berkah dengan ajaran Islam yang kaffah (menyeluruh). 

Sebelumnya kondisi masyarakat Arab itu begitu kompleks dalam kebatilan. Dari segi keimanan mereka menyembah berhala, menyembah hamba bukan menyembah Sang Pencipta.  Ada juga yang menyembah binatang, menyembah berhala.  ‘Amr bin Lubayyi, penguasa Ka’bah saat itu, menaruh sebuah berhala dari batu akik yang sangat terkenal dengan nama “Hubbal”. Bahkan tidak jarang sesembahan mereka buat dengan tangan mereka sendiri. 

Pun dari segi ekonomi, kehidupan mereka yang biasa dengan niaga atau jual beli tak luput dari kecurangan timbangan. Transaksi mereka senantiasa dikawal riba. Melipatgandakan pinjaman.

Dari segi sosial pun, tak lebih mencengangkan. Di mana masyarakat Arab dulu akrab dengan pergaulan bebas. Minum khamar menjadi sebuah kebiasaan. Mengubur hidup-hidup bayi perempuan. Sungguh mengerikan.

Begitu pun dari segi politis pun, negara Arab bukanlah negara yang diperhitungkan dunia. Posisinya biasa saja karena bukan negara adidaya sebagaimana halnya Persia juga Byzantium. Begitulah sekelumit kehidupan masyarakat Arab sebelum Islam datang dan menuntun ke jalan hijrah.
Namun, setelah Rasulullah saw. berhijrah dari Makkah ke Madinah, kemudian beliau mewujudkan kepemimpinan Islamiyah di sana, keadaan masyarakat Arab pasca hijrah berubah total. Daulah Islamiyah (Negara Islam) yang dibangun Baginda Nabi saw. di Madinah berhasil merealisasikan masyarakat Islam, dari sebelumnya masyarakat Jahiliah. 

Dengan sangat indah nan puitis Rasulullah saw menggambarkan Madinah al-Munawwarah saat  itu dengan sabdanya, ”Madinah itu seperti tungku (tukang besi) yang bisa membersihkan debu-debu yang kotor dan membuat cemerlang kebaikan-kebaikannya.” (HR al-Bukhari). 

Faktanya, masyarakat Madinah didikan Baginda Nabi saw.—melalui penerapan Islam kaffah dalam institusi negara yang beliau dirikan, benar-benar berbeda karakternya dengan masyarakat Arab Jahiliah sebelum Hijrah. Islam yang terdiri atas akidah dan pandangan hidup yang mulia telah mengubah tatanan kehidupan masyarakat secara mengakar. Karena adanya diyakini, diterapkan juga disyiarkan. Walhasil kegemilangan hidup tercipta di sana.

Pertama, ari sisi akidah. Yang dominan saat itu adalah akidah Islam. Bahkan akidah Islam menjadi satu-satunya asas negara dan masyarakat. Karena itu meski saat itu terdapat kaum Yahudi dan Nasrani, aturan yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat secara keseluruhan adalah aturan (syariah) Islam. 

Kedua, dari sisi sosial. Kehidupan sosial saat itu penuh dengan kedamaian  juga keharmonisan. Aman sentosa serta jauh dari berbagai ragam kemaksiatan. Perjudian diperangi. Perzinaan diberantas. Segala bentuk kemaksiatan dan kriminalitas dibabat habis melalui penegakkan hukum Islam yang tegas. 

Ketiga, dari sisi ekonomi. Saat itu ekonomi berbasis riba benar-benar dihapus. Penipuan dan berbagai kecurangan diberantas. Sebaliknya, cara-cara yang diakui syariah dalam meraih kekayaan dibuka seluas-luasnya.

Keempat, dari sisi politik. Pasca Hijrahlah sesungguhnya Islam dan kaum Muslim benar-benar mulai diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain. Negara Islam yang dibangun Baginda Nabi saw. benar-benar disegani, bahkan ditakuti oleh musuh-musuh Islam dan kaum Muslim. Bahkan sejarah telah membuktikan, pada akhirnya dua negara adidaya saat itu, Persia dan Byzantium, dapat ditaklukan oleh Daulah Islamiyah melalui jihad fi sabilillah. Dengan jihad yang dilancarkan oleh Daulah Islamiyah itulah hidayah Islam makin tersebar dan kekuasan Islam makin meluas.     

Sehingga kita dapat menarik sebuah simpulan dari perjalanan hijrah Rasulullah Saw. Bahwa sejatinya tahun baru hijriah ini merupakan momentum penting untuk kembali pada penerapan Islam kaffah dalam kepemimpinan Islam (Khilafah Islamiyah).

Geliat ke arah hijrah pun semakin terasa. Worldwide  trend di Twitter per 31 Agustus 2019 diduduki #HijrahMeujuSyariahKaffah dengan 39.5k tweets, begitu pun antusias masyarakat Indonesia secara nyata kepada perubahan berarti semakin terealisasi. Inilah bukti bahwa negeri ini mesti berhijrah. Meninggalkan kehidupan yang keduniawian, menuju tatanan hidup berkah yang bersumber dari kibatullah Al Quran dan Sunah Rasulullah saw. Karena sejatinya penerapan Islam kaffah menuntun jalan hijrah. Insyaallaah, Indonesia dan negeri Muslim lainnya semakin dilimpahi berkah.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS: Al-A’raf [7]: 96)

Post a Comment

Previous Post Next Post