Disintegrasi Bukan Solusi

Oleh : Faizul Firdaus, S.Si 
(Penulis, dan pemerhati kebijakan publik)


Beberapa hari terakhir kondisi Papua berangsur tenang. Gejolak dan konfrontasi fisik sudah tidak mencuat lagi. Berbeda dengan 3 minggu yang lalu, papua membara. Gedung-gedung dan pertokoan di daerah Manokwari banyak yang hancur.

Pemerintah mengklaim telah berhasil meredam gejolak di papua. Demikian juga dengan penangkapan terhadap yang diduga sebagai provokator dan pelaku dari berbagai tindak kerusuhan. 

Namun berbagai pihak masih meragukan keamanan di Papua. Selama akar permasalahan papua tidak diselesaikan, maka selama itupula Indonesia masih akan dibayang-bayangi upaya disintegrasi Papua.
Ibarat dokter, harusnya mendiagnosa keadaan sakitnya pasien dan mencari obat sesuai dengan diagnosa tersebut. Dalam kasus papua, maka sesungguhnya akar penyebab gejolak dan tuntutan disintegrasi ada 2 aspek. Yaitu: pertama tidak hadirnya keadilan, dan kesejahteraan di Papua, kedua adanya campurtangan dari asing dan tekanan dunia internasional.

Sejak Papua menjadi bagian dari Indonesia tahun 1964 an lalu tidak dipungkiri, pembangunan SDM di sana memang masih tidak optimal, atau bisa dikatakan masih sangat minimalis. Akibatnya,  keterbelakangan masih menyelimuti kondisi masyarakat di propinsi paling timur tersebut. Pendidikan masih jauh dari predikat merata. Masih sangat banyak masyarakat di pedalaman Papua yang belum tersentuh oleh sistem pendidikan Indonesia. Masih sangat banyak angka buta huruf di sana. Bersambungan dengan rendahnya taraf pendidikan, maka akibat yang mengikuti adalah tingkat kemapanan ekonomi pun juga masih rendah. Masyarakat papua masih banyak yang hanya mengandalkan kondisi alam untuk mendapatkan bahan pangan. Pembangunan pelayanan berbagai kebutuhan mendasar yang lain juga masih jauh dari predikat bagus. Pelayanan kesehatan misalnya, pos-pos pelayanan kesehatan masih sangat tidak berimbang jumlahnya dengan kuas daerah di wilayah Papua. Akibatnya kondisi kesehatan masyarakat juga tidak terpantau dan tidak terbenahi. Betapa rilis data tentang angka bayi gizi buruk di Papua yang prosentasenya sangat besar menjadi sebuah bukti. Betapa pemberian pelayanan kesehatan oleh pemerintah masih buruk. Inilah sebagian dari realita berkaitan tentang aspek pertama yang menjadi pemicu gejolak disintegrasi di Papua. Selama masalah ini tidak diselesailan oleh pemerintah, maka selama itu pula bayang-bayang disintegrasi masih akan menghantui Indonesia.

Aspek pemicu yang kedua adalah adanya campurtangan Asing atau dunia internasional terhadap konflik Papua. Tidak dipungkiri Papua terlalu sexy untuk tidak dilirik oleh berbagai negara khususnya negara besar di dunia. Kandungan emas, tembaga, dan yang terbaru adalah uranium di dalam perut bumi Papua, jelas adalah sebuah pemikat. Banyak mata yang ingin menguasainya. Sehingga sejak tahun 1970 an sudah banyak yang bermain di papua. Bukan rahasia lagi, NGO-NGO berdana tak terbatas kerap singgah di berbagai wilayah negeri ini termasuk Papua, dengan dalih kemanusiaan atau motif kamuflase yang lain. Padahal sejatinya mereka tengah menggali berbagai informasi, menganalisa berbagai kemungkinan, juga  melakukan infiltrasi pemikiran ke dalam organisasi atau perkumpulan-perkumpulan masyarakat. Agar masyarakat nantinya memiliki pemikiran yang sejalan dengan kemauan negara-negara asing tersebut.

Disinilah penyelenggara negara harus bisa menyelesaikan permasalahan gejolak di Papua dari akarnya. Yaitu menyelesaikan dua aspek tersebut. Pemerintah harus hadir untuk menciptakan kesejahteraan, juga melakukan pembangunan SDM di papua, pemenuhan bebagai kebutuhan mendasar mereka seperti sandang pangan papan pendidikan, kesehatan keamanan dan transportasi, serta serius untuk menciptakan rasa keadilan. Juga pemerintah harus memiliki standar dalam membangun hubungan internasional. Wajib pemwrintah untuk memiliki agenda sendiri danbtidak mudah tunduk dengan tekanan dunia internasional.

Disintegrasi harus dilihat sebagai jalan untuk semakin terjajahnya sebuah wilayah oleh negara-negara besar. Kita bisa lihat pada apa yang terjadi dengan timor timur setelah lepas dari wilayah RI. Bukan kesejahteraan dan kemjuan, justru Timor leste semakin lemah dibawah kendali negara lain.
wallahua'lam bisshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post