Oleh : Fitri Handayani
(Mahasiswi UIN Raden Fatah
Palembang )
Seorang mahasiswa di Kampus IAIN Kendari, Hikma Sanggala
dikeluarkan dari kampus karena tuduhan tidak jelas. Pengacara Hikma dari LBH
Pelita Umat, Chandra Purna Irawan mengatakan bahwa kliennya dikeluarkan karena
dituding berafiliasi dengan aliran sesat dan paham radikalisme. Menurutnya,
pada tanggal 27 agustus 2019 lalu klienya menerima 2 surat sekaligus yaitu
surat dari dewan kehormatan kode etik dan tata tertib mahasiswa nomor :
003/DK/VII/2019 tentang usulan penjatuhan terhadap pelanggaran kode etik dan
tata tertib Mahasiswa IAIN Kendari serta surat keputusan
Rektor IAIN Kendari Nomor 0653 Tahun 2019 tentang pemberhentian dengan tidak
hormat sebagai mahasiswa institut Agama Islam Negeri Kendari.
Chandra mempertanyakan sikap pihak kampus karena klienya adalah
mahasiswa berprestasi. Bahkan pernah mendapatkan Piagam Sertifikat
penghargaan sebagai mahasiswa dengan IPK Terbaik se-fakultas. Menurutnya,
alasan atau dasar dikeluarkan nya SK tersebut dapat dikategorikan sebagai
tuduhan dan fitnah serius.“Tuduhan dan
fitnah ini patut dibuktikan oleh pihak yang melakukan tuduhan dari fitnah
tersebut.” Tegasnya. Terkait ‘radikalisme’, kata dia, hingga saat ini tidak ada
satupun keputusan pemerintah, putusan pengadilan, dan norma peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang defenisi ‘radikalisme’ dan/atau
memasukan ‘radikalisme’ sebagai sebuah kejahatan. “kemudian atas dasar apa pimpinan
kampus IAIN Kendari menjatuhkan sanksi berat kepada mahasiswa sementara tidak
ada satupun keputusan pemerintah, putusan pengadilan dan norma peraturan
perundangan yang mengatur tentang defenisi ‘radikalisme’, pungkasnya.
Sedangkan yang sudah jelas nyata
kesalahan nya malah diberikan penilaian
yang baik. Seperti
halnya Abdul Aziz, Doktor lulusan
Universitas IslamNegeri ( UIN ) Sunan Kalijaga Yogyakarta
menjelaskan tentang akad atau perjanjian hubungan intim di luar nikah yang
nilainya tidak melanggar hukum islam. “gambarannya persis seperti hidup bersama
tanpa ikatan pernikahan ( samen leven ),” kata abdul aziz ketika dihubungi
Tempo pada senin, 2 September 2019. Dia menyampaikann disertasi bertema
hubungan intim tanpa nikah dengan konsep Milik Al-Yamin dari Muhammad Syahrur
tersebut pekan lalu. Aziz pun lulus menjadi dokter dari UIN Yogya dengan nilai
yang memuaskan. Astagfirullah
Inilah realita kebobrokan paradigma pendidikan saat ini yang
berpaham sekuler yang menjadikan liberalisme sebagai asa. Lahirlah intelektual yang
anti tauhid, ajaran islamnya sendiri. Jika permasalahannya mahasiswa tersebut
berpaham radikal sangat mengancam dan berbahaya yang sering disuarakan seperti
itu,mari kita pahami arti makna sebenarnya.Secara
terminologi radikal yang membentuk istilah radikalisme, awalnya berasal dari
bahasa latin radix, yang artinya akar (roots). Istilah radikal dalam konteks
perubahan kemudian digunakan untuk menggambarkan perubahan yang mendasar dan
menyeluruh. Berpikir secara radikal artinya berpikir hingga akar-akarnya.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1990 ), radikal diartikan
sebagai “ secara menyeluruh “, “ habis-habisan”, “ amat keras menuntut
perubahan”, dan “ maju dalam berpikir dan bertindak”. Dalam pengertian yang
lebih luas, radikal mengacu pada hal-hal mendasar, pokok dan esensial.
Isu radikalisme tak henti-hentinya digunakan untuk menyerang pihak
yang dianggap tidak sependapat. Ia menjadi senjata ampuh untuk melumpuhkan
orang yang dianggap musuh. Bahkan, lingkungan kampus tak luput dari penggunaan
isu radikalisme yang cenderung serampangan. Kampus IAIN Kendari menjadi sorotan
pasca dikeluarkanya salah satu mahasiswa yaitu hikma sanggala.
Sebenarnya menjadi ambigu ketika kampus yang notabene adalah tempat
untuk berdialog, justru terpenjara dengan isu radikalisme. Bertukar argumen
seharusnya menjadi budaya bagi civitas akademika. Kebebasan berbicara dan
berpendapat dipangkas dengan tudingan-tudingan tidak jelas. Padahal, kebebasan berpendapat
merupakan ciri dan watak dari kampus.
Penggunaan isu radikalisme secara serampangan sungguh terjadi
karena minimnya pengetahuan tentang radikalisme itu sendiri. Masyarakat terlalu
mudah menelan isu radikalisme secara mentah-mentah tanpa mempertimbangkan
aspek-tekstual dan kontekstual. Main tuding radikal juga tidak bisa dilepaskan
dari sikap para elit negara yang terlalu mudah menggunakan kata tersebut untuk
justifikasi.
Sistem pendidikan yang di emban umat
islam sekarang adalah sistem pendidikan yang berbasis sekuler, sebagaimana kita ketahui
sekuler artinya memisahkan agama dari kehidupan urusan agama hanya dibuat untuk
masalah aqidah saja padahal Allah memerintahkan masuk islam secara kaffah. Ketika
ada mahasiswa yang menyuarakan khilafah yang merupakan ajaran Islam, malah di jatuhi hukuman. Hal ini merupakan bentuk kezoliman
terhadap mahasiswa. Mahasiswa sejatinya berperan sebagai agent of change justru dikaburkan peran sejatinya. Mereka hanya
disibukan dengan urusan tugas kampus saja dan membungkam kekritasan mahasiswa.
Hal ini menjauhkan umat dari solusi yang sebanarnya. Saatnya umat mencampakkan
sistem pendidikan sekuler dan menegakkan sistem pendidkan islam melalui
penerapan islam secara kaffah dalam bingkai khilafah islamiyah.
Wallahu a’lam.
Post a Comment