Dibalik Jargon NKRI Harga Mati, Ternyata Terlibat Korupsi ?

Oleh  : Heni Andriani 

Sepertinya tindak korupsi lebih sering dipertontonkan oleh para pemangku kekuasaan. Setelah lantang teriak NKRI harga mati justru mendapatkan kado indah dari lembaga antirasuah seperti halnya yang menimpa Imam Nahrawi (Menpora) dan Asisten pribadinya Miftahul Ulum dilansir dari media online inews. id

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dan Asisten Pribadi (Aspri) Menpora, Miftahul Ulum sebagai tersangka. Ulum sebelumnya telah ditahan oleh komisi antirasuah ini.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan sebagai tersangka, yaitu IMR (Imam Nahrawi) dan MIU (Miftahul Ulum)" kata Wakil Ketua KPKAlexander Marwata saat menggelar konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019)

KPK menduga kedua telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus suap dana hibah Kemenpora kepada KONI tahun 2018.

Sungguh ironis,  apa yang di ungkapkan dari lisan para pemangku kekuasaan  mengungkapkan rasa cinta kepada tanah air ini tetapi justru sangat bertolak belakang dengan apa yang dilakukannya yaitu melakukan tindak  korupsi  yang merugikan rakyat banyak .  Di negeri mayoritas muslim di dunia ini korupsi justru seolah tak pernah berhenti di lakukan seakan saling berlomba untuk mengumpulkan harta demi kepentingan pribadi. 
Mereka dipercaya rakyat untuk menjalankan amanah justru berbuat sebaliknya. Korupsi sudah menggurita dan hampir menyisir seluruh departemen. Ada berbagai faktor yang menyebabkan pemangku kekuasaan terlibat korupsi diantaranya kualitas SDM baik intelektual maupun spiritual terutama faktor spiritual banyak yang tidak takut lagi terhadap dosa. 
Dan kita faham bahwa sebelumnya Menpora melemparkan ujaran kebencian kepada dakwah syariah dan khilafah. Padahal sesungguhnya khilafah adalah ajaran Islam yang tidak patut ditakuti oleh seorang muslim. Virus sekulerisme telah masuk ke berbagai lini hingga individu-individunya. Sehingga ketika menjalankan aspirasi  rakyat sudah tidak amanah. Berbagai lembaga pengawasan tak luput dari sogokan sehingga memudahkan untuk memuluskan tujuan. Lihatlah bagaimana kasus korupsi yang mendapatkan fasilitas enak di Lembaga Pemasyarakatan seperti kasus Gayus Tambunan mafia pajak dan berbagai pemangku kekuasaan yang terlibat korupsi. 
Faktor sanksi yang tidak berat membuat para koruptor akan terus melakukan aksinya. Semua ini akibat dari sistem demokrasi sekuler yang telah melahirkan para pejabat yang tidak amanah, hedonis dan sekuler. 

 Islam memandang bahwa  tindakan pidana korupsi sudah diatur sangat  jelas di dalam al-Qur'an bahwa perbuatan tersebut merupakan bentuk pengkhianatan. Islam secara jelas mengharamkan bahkan mengutuk perbuatan korupsi seperti yang tersirat dalam surat al-Anfal ayat 27 :

"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengkhianati Allah dan rasu-Nya (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amana-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui."

Allah Swt berfirman  membahas korupsi adalah dalam surat al-Baqarah ayat 88, "Dan janganlah kamu sebagai memakan harta sebagian yang lain diantara kamu degan cara yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."

Korupsi dalam syariat Islam diatur dalam fikih jinayah. Jinayah adalah sebua tindakan atau perbuatan seorang yang mengancam keselamatan fisik manusia serta berpotensi menimbulkan kerugian pada harga diri dan harta kekayaan manusia sebagai tindakan. Ataupun perbuatan itu dianggap haram untuk dilakukan bahkan pelakunya harus dikenai sanksi hukum, baik diberikan di dunia maupun hukuman Allah kelak di akhirat. Dengan begitu, korupsi diatur dalam fikih jinayah karena korupsi dapat menimbulkan kerugian bayak pihak. 

Dalam sistem Islam, untuk mencegah korupsi ialah  merekrut aparat negara berdasarkan profesionalitas dan integritas ,bukan berdasarkan nepotism dan koneksi.  Kedua,negara wajib melakukan pembinaan kepada aparatnya . Ketiga, negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak. 
Sabda Nabi Muhammad saw, "Siapa saja yang bekerja untuk kami tapi tak punya rumah, hendaklah dia mengambil rumah, kalau tak punya istri hendaklah dia menikah. Kalau tak punya pembantu atau kendaraan, hendaklah ia mengambil pembantu atau kendaraan. (HR. Ahmad) 
Ke empat, larangan menerima suap dan hadiah bagi para aparat negara. 
Ke lima, melakukan perhitungan kekayaan. 
Ke enam, pengawasan oleh negara dan masyarakat. 
Dengan sistem pengawasan ekstra ketat seperti ini tentu akan membuat peluang terjadinya korupsi menjadi semakin kecil, karena sedikit ruang untuk melakukan korupsi.

Oleh karena itu, agar kasus korupsi tidak berulang secara terus menerus maka tentu kita kembali ke hukum Alloh Swt yakni khilafah yang dijanjikan . Ketika berpaling kepada hukum Alloh dan melecehkan hukum Alloh maka kehinaan yang akan  didapatkan. 
Naudzubillahimin dzalik.

Post a Comment

Previous Post Next Post