Oleh : Nita Nopiana,S.Pd
Papua adalah wilayah Indonesia dengan sumber daya alam yang sangat melimpah ruah. Di bidang pertambangan, provinsi ini memiliki potensi 2,5 miliar ton batuan biji emas dan tembaga. Semuanya terdapat di wilayah konsesi Freeport. Papua memiliki gunung emas bahkan terbesar didunia.
Di samping itu, masih terdapat beberapa potensi tambang lain seperti batu bara berjumlah 6,3 juta ton, batu gamping di atas areal seluas 190.000 ha, pasir kuarsa seluas 75 ha, lempung sebanyak 1,2 juta ton, marmer sebanyak 350 juta ton, granit sebanyak 125 juta ton dan hasil tambang lainnya seperti pasir besi, nikel dan krom.
Karena 90 persen dari daratan Papua adalah hutan, produk unggulan pun banyak lahir dari belantara yang dipadati lebih dari 1.000 spesies tanaman. Lebih dari 150 varientas di hutan itu merupakan tanaman komersial. (republik.com)
Selain sektor pertambangan dan perhutanan, masih banyak kekayaan Papua lainnya di bidang persawahan, peternakan, dan juga perikanan. Semua kekayaan ini sudah sewajarnya menjadikan rakyat Papua hidup makmur nan sejahtera dengan hasil alamnya.
Namun jauh panggang dari api, menurut Badan Pusat Statistik di tahun 2015 Papua adalah provinsi termiskin di Indonesia dengan jumlah rakyat miskin sebesar 28.17 persen. Berbeda jauh dengan Jakarta yang memiliki penduduk miskin sebesar 3.93 persen.
Selain itu, sumber daya manusia Papua pun belum dikelola serius oleh pemerintah. Misalnya saja rakyat-rakyat Papua masih dibiarkan terkungkung oleh budayanya memakai koteka, padahal itu jelas karena keterbelakangan. Serta hakikatnya mereka malu masih menggunakan itu namun budaya primitif itu terus dilestarikan atas nama budaya oleh kepentingan kapitalis disana.
Kesenjangan tersebut pada akhirnya menyulut percikan api. Sejak tahun 1960-an muncul berbagai gerakan untuk memisahkan Papua dari Indonesia. Organisasi Papua Merdeka, salah satu gerakan separatis terpopuler di Papua sampai akhir tahun 2015 saja gencar beraksi menyulut konflik dengan pihak keamanan. Tidak sedikit korban TNI/Polri/warga sipil yang menjadi korbannya.
Kejadian itu ini kembali terulang tahun ini. Sejumlah jalan utama di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8) ditutup massa dengan membakar ban. Aksi ini membuat arus transportasi lumpuh.
Antara melaporkan, aksi ini dipicu kemarahan masyarakat Papua sebagai buntut dari peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur serta Semarang Jawa Tengah beberapa hari lalu. Diduga, mahasiswa Papua di sana menjadi korban kekerasan dan pengusiran pada 16 Agustus 2019.
Warga Papua di Manokwari, Papua Barat, menggelar aksi dengan membakar ban bekas dan meletakan ranting pohon di sejumlah ruas jalan di dalam kota Manokwari, Senin (19/8/2019) pagi.
Mantan Kadispenau Marsma TNI (Purn) Dwi Badarmanto tak mempungkiri pernyataan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah terkait adanya pihak asing yang diduga ‘bermain’ dalam kericuhan di Papua.
Dwi menilai, Tanah Papua memang menjadi daya tarik bagi pihak manapun. Wilayah Indonesia bagian timur terkenal dengan kekayaan sumber daya alamnya. (Okezone, Sabtu (31/8/2019).
Lalu bagaimana solusi yang ditawarkan pemimpin negeri ini atas konflik Papua?
Sudah kita duga,hampir tak ada solusi kongkrit yang ditawarkan pemerintahan Jokowi untuk menuntaskan persoalan Papua. Terakhir, Presiden hanya menghimbau untuk saling meminta dan memaafkan. Problem intinya justru tidak tersentuh.
Ibarat kobaran api yang sudah menyala dan membakar hutan yang sangat luas, Presiden hanya menghimbau: sudahlah, jangan main api. Ayo kita kembali berangkulan dan tidur dirumah.
Problem Papua, sejak lama itu berpangkal pada ketidakhadiran negara untuk menunaikan kewajibannya di Papua. Negara sendiri, tidak berdaya untuk menyejahterakan rakyat Papua karena berada dibawah penjajahan kapitalisme global. Emas Papua yang melimpah, misalnya tidak bisa dibagikan hasilnya kepada rakyat Papua bukan karena dinikmati rakyat Jawa. Tapi, kekayaan emas itu telah dirampok oleh PT freeport, dibawah kendali negara biang kapitalis Amerika.
Ketika negara, akan mengambil sikap tegas kepada OPM, Amerika juga akan menghantam negara telah melanggar HAM. Sementara, oknum pejabat di Jakarta sendiri lebih suka menikmati suap Freport agar Freport langgeng menjajah Papua, ketimbang tegas merebut emas Papua, untuk rakyat Papua, untuk rakyat Indonesia.
Bagi Amerika, isu kemerdekaan Papua lebih menguntungkan untuk mengokohkan penjajahan Amerika di Papua. Kelak, jika Papua resmi menjadi negara mandiri, Amerika lebih mudah mengendalikan Papua.
Biaya menjajah Papua lebih rendah ketika Papua merdeka, ketimbang mengkondisikan uang suap untuk pejabat Jakarta yang rakus dan melawan kritik umum dari seluruh rakyat Indonesia.
Semua yang dilakukan untuk mencapai kemerdekaan Papua tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Timor Timur dan Sudan Selatan. Namun pertanyaannya, apakah mereka yang 'terlahir kembali' dari negara asalnya kemudian sekarang hidup lebih baik dan sejahtera?
Ternyata tidak, lihat saja kasus Timor Leste, rakyat malah semakin miskin karena para elit Kapitalislah yang menuai semua keuntungan.
Begitu pun dengan Papua. Ibarat kata, keluar dari mulut singa kemudian masuk mulut buaya. Bahaya yang lebih parah menanti rakyat Papua jika Papua terpisah dari Indonesia dan menerapkan sistem kapitalis dan demokrasi sebagaimana yang diemban negara Barat pendukungnya. Kekayaan Papua lebih leluasa dieksploitasi, sedang rakyat hanya gigit jari.
Solusi saat ini dengan adanya Otonomi Khusus dan triliyunan dana khusus bagi Papua nyata-nyata tidak membuahkan hasil. Lantas, solusi apa yang tepat untuk Papua?
Setidaknya ada empat hal yang harus ditempuh. Pertama, terus menerus membongkar makar, niat busuk dan tipudaya negara-negara kafir imperealis untuk memisahkan Papua. Kedua, menjelaskan kepada semua pihak khususnya rakyat Papua, bahwa memisahkan diri bukan solusi dan tidak akan menyelesaikan rakyat Papua selama mereka berencana akan kembali menerapkan kapitalisme dan demokrasi dalam negaranya kelak.
Ketiga, mengoreksi pemerintah Indonesia atas segala tindakan dan kebijakan yang buruk bagi rakyat khusunya rakyat Papua. Terakhir, terus menerus dengan berbagai cara dan sarana menjelaskan tentang ideologi paripurna yang dapat menuntaskan segala permasalahan Papua bahkan Indonesia.
Ideologi itu adalah islam yang datangnya dari Sang Pencipta kita. Islam melalui syariat islamnya akan memberikan kesejahteraan dunia maupun akhirat. Rahmat bagi seluruh alam, baik muslim maupun non muslim, bahkan binatang dan tumbuhan sekalipun. Wallohu'alam bi ashowab.
Post a Comment