Oleh: Jasli La Jate
(Member Akademi Menulis Kreatif)
Seakan tidak puas dengan tagline orang bijak bayar pajak, kini Direktorat Jenderal Pajak kembali dengan tagline baru, bayar pajak semudah isi pulsa. Tagline ini berasal dari ide Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
Dilansir oleh detik.com, (02/08/2019), jika isi pulsa cuma take a second sambil makan, mengapa bayar pajak juga tidak demikian. Hal ini bukan hanya sekadar wacana, Ditjen pajak akan segera bekerja sama dengan e-commerce seperti tokopedia untuk merealisasikannya.
Seakan tak main-main dengan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperingatkan wajib pajak bahwa mereka tak bisa lagi menghindarkan diri dari kewajibannya. Ditjen Pajak kini bisa mengendus harta sekalipun disembunyikan.
“Jadi Anda mau pindah nggak jadi ke bank tapi ke insurance ya tetap akan laporin. Kalau mau ya gali aja sumur di belakang rumah taruh duitnya di situ. Oh masih ada yang seperti itu? Nanti saya pakai drone cari di situ,” tutur mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu (finance.detik.com 02/08/19).
Bila kita lihat begitu manis dan cantiknya tagline ini, muncul pertanyaan, apakah pemalakan kepada rakyat atas nama pajak kurang berhasil? Bukankah negeri ini sumber daya alamnya begitu melimpah ruah, mengapa tidak dijadikan sebagai sumber utama pendapatan negara? Apakah ini menandakan pendapatan negara sedang melorot? Apakah tidak ada solusi lain untuk menggenjot pendapatan selain pajak? Berbagai tanya butuh jawaban.
Neolib Kapitalis Biang Kerok
Melihat kondisi semakin ketatnya aturan pajak rezim saat ini, menunjukkan bahwa kondisi ekonomi negara semakin melorot. Pajak yang merupakan sumber pemasukan negara terbesar tidak mampu menggenjot pendapatan negara. Berbagai macam cara dilakukan untuk mendapatkan pemasukan. Lagi-lagi rakyat menjadi tumbalnya. Atas nama pajak, rakyat terus dipalak untuk membiayai pembangunan negeri ini. Pajak seolah menjadi sumber solusi.
Dimana peran negara? Ada masalah, semua dilimpahkan kepada rakyat. Padahal negeri ini punya begitu banyak sumber daya alam yang melimpah baik darat maupun laut. Ada yang bisa langsung dinikmati, ada pula yang perlu pengolahan.
Siapa biang keroknya? Paham neoliberal kapitalis yang diadopsi rezim ini adalah biang keroknya. Negara hanya menjadi regulator pembuat kebijakan. Rakyat dijadikan sebagai objek pemerasan melalui aturan pajak yang memberatkan. Rakyat dipaksa harus membayar pajak. Jika tidak, aturan hukum akan memangsanya.
Sementara, kekayaan alam yang begitu melimpah ruah, diserahkan pengelolaannya pada asing. Akibatnya negara tak berdaya. Alih-alih mau menyejahterakan, yang ada rakyat semakin dibuat tercekik. Harga sembako semakin melangit, sementara harga hasil bumi semakin turun drastis.
Islam adalah Solusi
Islam adalah agama yang khas. Mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam sumber solusi. Mampu menyelesaikan masalah secara tuntas. Jika hari ini, rezim menggenjot pendapatan dengan pajak sebagai satu-satunya sumber terbesar pendapatan maka Islam punya cara tersendiri dalam hal sumber pendapatan.
Sumber pendapatan untuk membiayai pembangunan dan menyejahterakan rakyat tidak berasal dari pajak. Tapi sumber pendapatan negara berasal dari kas baitul maal. Kas baitul maal berasal dari jizyah, ghanimah, fa'i, kharaj, 'usyur dan khumus rikaz (an-Nabhani, Nizamul Iqtisady fil Islam, 1990).
Dalam Islam, memungut pajak diperbolehkan. Namun sifatnya insidental. Artinya dipungut pada keadaan-keadaan tertentu. Misalkan saat kas baitulmal sedang minus atau tidak mampu menutupi pengeluaran. Itupun dibebankan kepada kaum muslim yang kaya. Pengaturan pungutannya pun diatur sesuai syariat.
Hal ini sesuai dengan definisi pajak oleh al-‘Allamah Syaikh ‘Abdul Qadim Zallum, pajak adalah harta yang diwajibkan Allah kepada kaum muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan kepada mereka dalam kondisi ketika tidak ada harta di baitul maal kaum muslim untuk membiayainya.” (al-Amwal fi Daulati al-Khilafah, hal.129).
Dalam hal pengelolaan sumber daya alam, Islam melarang menyerahkan sumber daya alam dikuasai oleh asing. Mereka hanya boleh bertindak sebagai pekerja bukan pengelola. Hal ini sebagaimana sabda Rasullullah Saw,
"Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu api, padang gembalaan dan api" (HR. Abu Daud).
Solusi Islam bisa terlihat jika diterapkan secara sempurna. Hal ini bisa dilihat di masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Dalam masa pemerintahannya yang cukup singkat, perekonomian begitu tumbuh pesat. Sampai-sampai mencari orang untuk menerima zakat tidak ditemukan. Karena semua sudah terpenuhi kebutuhan pokoknya oleh negara.
Sungguh, Islam adalah solusi untuk negeri dan dunia. Jika negeri ini menginginkan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan perbaikan di segala sektor lainnya maka tiada cara lain kecuali menerapkan Islam secara totalitas dalam aspek kehidupan. Wallahu a'lam bishshawab.