Oleh: Sujilah
(Ibu Rumah Tangga)
Berita yang dilansir oleh media 86news, pada Jumat (26/7/2019) menerangkan bahwa Kecamatan Cileunyi mengalami kekurangan anggaran hingga tidak mampu membayar oplah koran. Beberapa wartawan media juga membenarkan terkait oplah koran yang sudah beberapa bulan belum dibayar.
Salah seorang wartawan dari media cetak Patroli Maman Abadi atau biasa dipanggil Abah mengungkapkan bahwa kemitraan oplah koran dengan kecamatan yang lain alhamdulilah lancar-lancar saja, karena camat sangat mengerti dengan fungsi dan pekerjaan seorang wartawan yang sangat dibutuhkan dalam memberikan informasi positif dan negatif di wilayahnya. (86news.co, 26/7/2019)
Apa yang terjadi di Cileunyi bisa jadi terjadi juga di tempat lain, yang menjadi pertanyaannya apa hal yang melatarbelakangi masalah ini bisa terjadi. Kekurangan anggarankah atau adanya ketidak amanahan dari seorang kepala daerah dan atau jajarannya?
Setiap orang mendapatkan rezeki dan kemudahan yang berbeda-beda. Apa-apa yang sudah menjadi milik pribadi lain maka itu tidak boleh direbut atau diambil kecuali dengan transaksi yang dibenarkan syariat, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan dana (harta). Akad atau transaksi itu teramat penting. Transaksi ini yang mengatur hubungan antar pihak yang terlibat. Transaksi itu juga yang mengikat hubungan antara kedua transaktor sejak akad dimulai sampai masa berlakunya habis.
Jika permasalahannya ada pada defisit anggaran semestinya tidak sampai menjadikan seseorang apalagi figur pemimpin berani menyalahi akad perjanjian untuk membayar oplah koran, karena Allah Swt berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akadmu.” (TQS. al-Maidah [5]: 1)
Kemitraan yang sudah dijalani dari awal tentu wajib diupayakan terealisasi keberlangsungannya ketika akad telah disepakati oleh pihak-pihak terkait. Setiap individu masyarakat apalagi sosok pemimpin seandainya sudah terikat dengan akad, maka wajib mempertanggungjawabkan dan memenuhi janji-janjinya. Pemimpin adalah panutan, segala tindak tanduknya, gerak geriknya senantiasa menjadi sorotan warga dan bawahannya. Pemimpin harus mampu mempertanggungjawabkan kepemimpinannya dan tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw,
“Dan Imam (pemimpin) adalah raa'in (pengatur dan pengelola), dan ia dimintai pertanggung jawaban atas orang yang dipimpinnya.” (HR Muslim).
Inilah yang terjadi jika sistem kapitalis sekuler yang berlaku. Tidak bisa diharapkan amanah mengelola anggaran APBD/APBN dengan benar karena landasannya adalah mekanisme manfaat dan menjauhkan para pribadi yang ada di dalamnya hanya menjadikan halal haram sebagai patokan. Sistem ini pula yang akhirnya membuat sosok pemimpin dapat demikian mudah melanggar akad meski dengan berbagai dalih.
Sangat berbeda dengan Islam ketika memandang dari sisi pengaturan oleh seorang pemimpin atas setiap urusan masyarakat yang ada di bawah tanggungjawabnya maka landasannya adalah hukum syara. Ia tak akan berani jika apa yang dilakukannya melanggar ketetapan Allah Swt karena kelak akan dimintai pertanggung jawabanya di yaumil akhir.
Islam memandang bahwa mekanisme pengelolaan harta oleh negara harus berlandaskan hukum syara'. Lembaga pengaturan terkait harta pemasukan dan pengeluaran negara dikenal dengan baitul mal. Baitul mal merupakan insitusi negara yang digunakan sebagai pos yang dikhususkan untuk mengurus segala pemasukan dan pengeluaran harta yang menjadi hak kaum muslim. Bagian pemasukan merupakan bagian yang berkaitan dengan harta yang masuk dan segala jenis harta yang menjadi sumber pemasukannya. Sedangkan bagian pengeluaran merupakan bagian yang berkaitan dengan harta yang dibelanjakan dan segala jenis harta yang wajib dibelanjakan.
Masing-masing dari tiap bagian tersebut mewakili pendapatan negara dan belanja negara. Sumber pemasukannya yakni dari hak milik individu, umum, dan negara. Pemasukan dari kepemilikan individu berupa zakat dan shadaqah. Dari sisi kepemilikan umum berasal dari sumber daya alam, barang tambang besar, dan barang kebutuhan umum. Sementara yang termasuk barang kebutuhan umum adalah segala sesuatu yang harus dimiliki setiap manusia untuk mempertahankan hidup dan memperoleh kesejahteraan serta kenyamanan, yakni sandang, pangan dan papan. Sedangkan kepemilikan negara berasal dari ghanimah, khumus, rikaz, 'usyr, fa'i, kharaj dan jizyah. Pengelolaan harta di baitul mal yang bersumber dari kepemilikan umum dimasukkan dalam bagian khusus dan tidak boleh tercampur dengan harta-harta pemasukan yang lain. Hal ini disebabkan karena harta tersebut merupakan harta yang menjadi hak milik seluruh umat.
Maka dengan tata pengelolaan harta sesuai dengan syariat tentu tidak akan didapat kasus kekurangan anggaran atas setiap kebutuhan pengurusan urusan publik.
Dari uraian di atas tentu kita akan menyadari betapa pemimpin amanah hanya akan didapat jika syariat Islam diterapkan secara sempurna (kaffah). Sifat amanah itu kembali pada kesungguhan orang untuk takut ketika ia bermaksiat kepada Allah, tidak memperjual-belikan ayat Allah untuk kepentingan dunia, dan tidak takut dengan ancaman manusia pada saat ia menjalankan ketaatan pada-Nya. Di samping itu, meneladani kepemimpinan Rasulullah Saw dimana Beliau mempunyai sifat-sifat shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah.
Karena itu untuk mewujudkan pemimpin yang amanah, hendaklah seluruh komponen umat saling bahu-membahu memperjuangkan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah ‘ala Minhajj an-Nubuwwah.
Wallahu a'lam bi as-shawab