Kasihan Warga Perbatasan Kesusahan di Hari Kemerdekaan

Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd, 
Warga Kutai Barat

"Kasihan! Warga Perbatasan Kesusahan Bahan Pangan saat Kemarau, Kabupaten Mahakam Ulu Krisis Listrik", judul berita Kaltimpost di hari kemerdekaan beberapa hari yang lalu. Kemarau tengah dirasakan warga Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu). Sudah dua bulan terakhir aktivitas transportasi sungai terganggu. Kemarau merundung Mahulu sejak akhir Juni 2019. Sungai Mahakam yang jadi urat nadi distribusi barang sampai surut. Kemarau lebih panjang dari biasanya. Speed boat dan long boat, dua modal transportasi utama ke kecamatan tersebut, tak beroperasi sebulan terakhir. Padahal, sembako untuk Long Apari biasa diangkut keduanya. Hal itu juga merembet dengan pemadaman listrik total alias blackout.

"Sudah dua hari ini listrik di sini (Ujoh Bilang) mati. Ada pemberitahuan juga dari PLN, mulai 15 Agustus ada pemadaman listrik total. Katanya sih stok solar habis karena kapal tidak bisa lewat," ujar Vino kepada Kaltimpost (16/8).

Kosongnya stok bahan bakar minyak (BBM) untuk mesin pembangkit listrik dibenarkan Plt SPV Teknik UPTD Ujoh Bilang, Rusdi Abdul Hafid lewat selembar kertas. Karena kemarau, kapal yang jadi modal transportasi utama sulit melintas, distribusi BBM dialihkan melalui jalur darat menggunakan mobil. (Kaltimpost.co,17/8/2019)

Media yang berbeda (Kaltimkece.co) mengabarkan distribusi sembako akhirnya dipaksa melalui jalur darat. Kendaraan roda empat berangkat dari Kecamatan Long Bagun, Ibu Kota Mahulu, sampai Kampung Long Lunuk di Kecamatan Long Pahangai. Distribusi jalur tersebut konon menambah ongkos angkut bahkan biaya sewa mobil dari Long Bagun ke Long Lunuk bisa menembus Rp 6 juta. Sangat mahal karena medannya yang berat.

Keadaan itu juga membuat biaya kebutuhan pokok melambung. Kecamatan Long Apari yang berbatasan dengan Malaysia adalah contohnya. Tabung gas 3 kilogram di kecamatan itu bisa dijual Rp 200 ribu per buah. Diwartakan sebelumnya, minyak goreng ukuran 5 liter naik dari Rp 95 ribu menjadi Rp 125 ribu di dua kecamatan tersebut. Sedangkan gula pasir dari Rp 15 ribu per kilogram, menjadi Rp 27 ribu hingga Rp 30 ribu. Yang paling terasa adalah harga beras dan gas elpiji. Sekarung beras ukuran 25 kilogram, naik dari Rp 300 ribu menjadi Rp 800 ribu per karung. Tabung elpiji (isi ulang) ukuran 3 kilogram merangkak dari harga normal Rp 180 ribu menjadi Rp 300 ribu. Sementara, untuk elpiji ukuran 12 kilogram (isi ulang) naik lebih dua kali lipat, dari Rp 300 ribu menjadi Rp 700 ribu. (Kaltimkece.co,8/8/2019)

Kabupaten Mahulu juga menghadapi permasalahan yang lain. Instalasi listrik dan air bersih masih sangat terbatas di seluruh kecamatan. Dari 50 kampung di lima kecamatan Mahulu, sekitar 80 persen belum tersambung listrik. Warga mengandalkan mesin pembangkit listrik pribadi yang menyala dengan biaya bahan bakar sangat mahal. Dalam semalam, untuk satu rumah, bisa menghabiskan 5 liter solar atau sekitar Rp 30 ribu. Teramat mahal menikmati terang saat malam di kabupaten yang wilayahnya setara 20 kali luas Samarinda ini.

Terbatasnya infrastruktur yang menyebabkan minimnya pelayanan kesehatan juga diakui Kepala Dinas Kesehatan Mahulu, drg Teguh Santoso. Beberapa solusi “darurat” sudah disiapkan, seperti pelayanan Puskesmas Apung. Sarana kesehatan itu beroperasi dengan mendatangi kampung-kampung di tepi Sungai Mahakam. Namun, tenaga medis yang tersedia juga belum sepenuhnya mencukupi. (5/8/2019)

Daerah Pedalaman/Perbatasan Kurang Diperhatikan

Sungguh kasihan nasib warga Mahulu di hari kemerdekaan yang seharusnya terlepas dari isolir penjajahan, namun bagi warga Mahulu keterasingan dan terisolirnya wilayah membuat hidup terasa terjajah. Terutama di kecamatan yang berbatasan dengan Malaysia, kemarau ditambah akses jalan yang sulit menjadikan kenaikan harga meroket tinggi. Penyebabnya adalah suplai kebutuhan sehari-hari masyarakat yang terhambat. Sungai Mahakam, sebagai akses utama menuju daerah yang masuk kategori tertinggal, terluar, dan terdepan itu, tengah mengering.

Sebelumnya, DPRD bersama pemkab telah melakukan pembahasan soal itu. Dianggarkannya subsidi ongkos angkut (SOA). Jadi, SOA untuk mengatasi mahalnya harga bahan bakar minyak (BBM) dan barang-barang sembako menuju dua kecamatan di perbatasan, yakni Kecamatan Long Apari dan Kecamatan Long Pahangai. Prosedur penggunaan dana SOA ini mesti ada dasar surat dari kecamatan. Isinya mengenai ketersediaan stok yang menipis dan analisis perbedaan harga yang mulai mencolok dari harga seharusnya. Dari dasar surat itu akan ada keputusan bupati yang menentukan keadaan yang dialami kecamatan terkait masuk kategori darurat. Setelah itu, tim dapat menginventarisasi ongkos angkut. (Kaltimkece.co)

Demikian upaya yang dilakukan pemerintah setempat, tampaknya memang upaya tersebut terkesan lambat dan menunggu kondisi parah atau darurat baru bertindak itu pun hanya untuk mengintervensi melalui subsidi ongkus angkutan. Artinya jika tidak melalui tahap itu maka SOA tidak akan didapat.

Seharusnya pemerintah segera berupaya agar akses jalan darat mudah dan aman dilewati jika jalan yang selama ini melalui sungai Mahakam terkendala. Pemerintah juga bisa menyuplai kebutuhan pokok melalui jalur udara jika pemerintah peduli, serius, dan tanggap terhadap persoalan masyarakat khususnya di pedalaman atau perbatasan. Pemerintah harus berupaya agar kebutuhan pokok terjangkau dan mudah didapat, jangan sampai masyarakat kesusahan. 

Potret masyarakat perbatasan di Mahulu bisa jadi nanti akan jadi rebutan beberapa pihak. Dengan dalih menyelematkan masyarakat menuju kesejahteraan pihak tertentu akan menolong ketimbang pemerintah yang terkesan lambat dan abai. Dengan dalih ketidakadilan atau kurang perhatian dari pemerintah bisa jadi wilayah ini akhirnya menyuarakan kemerdekaan sendiri. Oleh karena itu, jika terus menerus dibiarkan nestapa masyarakat pedalaman atau perbatasan ini akan menggangu pertahanan dan keamanan negara karena keterlibatan pihak lain yang katanya menolong justru sebenarnya mengeksploitasi SDA dan budaya di sana.

Inilah bukti kegagalan dari sistem kapitalis liberal yang gagal menyejahterkan masyarakat. Pemimpin yang seharusnya peduli dan tanggap justru lebih mementingkan anggaran sendiri/pejabat yang maksimalis sedangkan anggaran untuk masyarakat minimalis. Jika diminta untuk rakyat akan ada alasan dikatakan anggaran negara terbatas, namun jika untuk hal lain misal dana pejabat, festival kesenian atau budaya maka pemerintah anggarannya jor-joran. Pemimpin yang seharusnya hadir dan terjun langsung ke daerah perbatasan dan segera memberi solusi hanya sedikit perannya. Sampai kapan nestapa warga perbatasan ini terus berlanjut dan berulang tanpa hadirnya pemerintah di sana?

Demikianlah sekelumit permasalahan Kaltim khususnya di daerah perbatasan atau pedalaman di Mahulu. Seharusnya kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki Kaltim selaras dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi atau kesejahteraan di Kaltim secara merata. Solusi yang ditawarkan dan dijalani untuk masyarakat masih minimalis sehingga kesusahan tetap terjadi khususnya bagi masyarakat perbatasan atau pedalaman dalam mengatasi kemarau.

Pemerintahan dan Penguasa Islam Menyikapi Kemarau

Beda halnya dalam Islam yang mewujudkan kesejahteraan individu secara real dan maksimal. Kepedulian penguasa dan pemerintahan Islam terhadap rakyat ketika musim kemarau atau paceklik dapat diketahui dari surat Umar bin Khattab kepada Amr bin Ash dan balasan suratnya. "Dari hamba Allah Amirul Mukminin kepada Amr bin Ash, demi kehidupanku, bagaimana pendapatmu jika engkau dan wargamu gemuk (karena kecukupan makanan), sementara aku dan orang-orang di sisiku kelaparan. Karena itu, tolonglah!"

Lalu Amr menulis balasan kepada Umar, "Keselamatan semoga tercurah kepada Anda. Amma ba'du, aku datang memenuhi panggilan Anda serta siap menerima dan menjalankan perintah Anda. Aku mendatangkan kepada Anda unta-unta yang kepalanya ada di hadapan Anda dan ekornya masih berada di hadapanku, sementara aku masih berharap dapat menemukan jalan untuk mengangkutnya melalui laut."
(dalam terjemah kitab Struktur Negara Khilafah, An-Nabhani: 115)
Wallahu'alam...

Post a Comment

Previous Post Next Post