Oleh : Irohima
Neil Bantleman, terpidana kasus pelecehan seksual di Jakarta International School (JIS) telah bebas setelah mendapat grasi dari Presiden tertanggal 21 Juni 2019.
Neil Bantleman merupakan salah satu dari 2 guru yang dijadikan terpidana dalam kasus ini, awalnya kasus ini hanya menetapkan 6 orang petugas kebersihan sebagai tersangka, namun kemudian berkembang mengarah ke dua orang guru yaitu Neil Bantleman dan Ferdinand Tjiong. Kasus ini meledak di penghujung April 2015, berawal dari laporan satu orang korban ke orang tuanya kemudian menyusul 2 korban berikutnya. Meski banyak kejanggalan dalam kasus ini namun penyelidikan dan proses hukum tetap berjalan hingga menghasilkan vonis 11 tahun bagi Neil Bantleman.
Pemberian grasi pada Neil Bantleman banyak menimbulkan pro dan kontra, meski banyak yang menganggap pemberian grasi ini wajar dan sudah seharusnya namun banyak juga pihak yang mempertanyakan keputusan presiden ini, seperti orang tua korban yang sangat menyayangkan dan kecewa setelah mengetahui fakta bahwa pelaku kejahatan seksual terhadap anaknya telah menghirup udara bebas.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI menyesalkan kebijakan Presiden Jokowi memberikan grasi pada Neil Bantleman, menurut anggota KPAI Putu Elvina, grasi yang diberikan Jokowi akan menjadi lembaran hitam terhadap upaya perlindungan anak di Indonesia. Putu menyebut kasus pelecehan seksual siswa JIS ini jadi komitmen pemerintah memberi perlindungan pada anak anak. Ia menilai pemberian grasi kepada terpidana kasus ini bertolak belakang dengan upaya pemerintah untuk melakukan perlindungan terhadap anak dari kekerasan seksual, sebelum memberi grasi harusnya Jokowi memperhatikan nasib korban.
Kasus pelecehan dan kekerasan seksual pada anak cenderung meningkat tiap tahun. Menurut data yang terkumpul Oleh Pusat Data dan Informasi Komisi nasional perlindungan anak. Indonesia dari tahun 2010 hingga 2014 telah tercatat Sebanyak 21.869.797 kasus pelanggaran hak anak dan kebanyakan merupakan kejahatan seksual terhadap anak, selebihnya kekerasan fisik, dan penelantaran anak.
Data dan korban kejahatan seksual terhadap anak setiap tahunnya terjadi peningkatan. Pada tahun 2010 ada 2.046 kasus diantaranya 42% kejahatan seksual, tahun 2011 tercatat 2.426 kasus(58% kasus kejahatan seksual) di tahun 2012 ada 2.637 ( 62% kejahatan seksual) , tahun 2013 yaitu 3.339 kasus dan 62% kejahatan seksual,2014, bulan January hingga April ada 600 kasus atau 876 korban.
KPAI mencatat aduan kekerasan pada anak yang masuk di tahun 2010 dari 171 aduan , 67,8% terkait dengan kasus kekerasan tersebut yang paling banyak adalah kekerasan seksual yaitu 45,7% ( 53 kasus), Komnas anak juga mencatat bahwa kejahatan tertinggi sejak tahun 2007 adalah sodomi terhadap anak. Dengan kisaran pelaku adalah guru sekolah, guru private, sopir pribadi, dll.
Komisi Nasional perlindungan anak telah meluncurkan Gerakan Melawan Kekejaman Terhadap Anak, Dari pantauan Komisi Nasional Perlindungan Anak, kasus kekerasan di tahun 2009 ada sekitar 1948 kasus, tahun 2010 ada 2335 kasus, sampai maret 2011 ada sekitar 156 kasus kekerasan seksual khususnya sodomi pada anak.
Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiayaan emodional, dan pengabaian atau penelantaran. Penganiayaan anak dapat juga diartikan sebagai tindakan yang dilakukan seseorang yang dapat membahayakan atau berpotensi bahaya serta memberi ancaman yang berbahaya bagi anak. Pelaku tindak kekerasan, pelecehan seksual/ eksploitasi dapat digambarkan sebagai Pedopath.
Kekerasan pada anak dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan cara yang dapat terjadi dimanapun dan kapanpun. Baik diskriminasi, eksploitasi, dan pelukaan fisik. Hampir setiap hari kita menyaksikan kasus kekerasan pada anak melalui media cetak ataupun elektronik. Fakta tersebut menjelaskan bahwa kekerasan pada anak merupakan permasalahan yang masih saja terus terjadi sampai detik ini, meski terdapat hukum yang diberlakukan terkait persoalan ini, namun tak jua menuntaskan kemelut yang hampir tiap hari mendera anak - anak di negeri ini.
Selama ini hukum yang diterapkan terkait dengan kekerasan dan perlindungan terhadap anak bersumber dari hukum buatan manusia yang jauh dari nilai nilai Alquran dan Sunnah, hingga tidak mengherankan jika dalam ideologi kapitalis liberal saat ini, hukum yang dihasilkan pun hukum kapitalisme dan liberalime yang hanya bisa mewakili segelintir masyarakat pemilik kekuasaan dan modal besar. Tidak Ada hukum yang bisa mewakili seluruh rakyat dalam sistem ini.
Terkait dengan anak - anak pun , hukum yang diterapkan tak pernah bisa tuntas menyelesaikan dan memberi efek jera pada pelaku.
Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, agama yang membawa kedamaian bagi umat manusia, kekerasan dalam islam jelas sangat dilarang. apalagi terhadap anak - anak. Dalam Alquran memang tidak disebutkan kata kekerasan terhadap anak, namun kekerasan dalam Islam identik dengan kata Taqtulu yang berarti membunuh. Secara simbolik Alquran menggunakan kata Taqtulu untuk mewakili segala bentuk kekerasan.
Islam menjamin hak setiap warga negara akan keamanan, terlebih perlindungan terhadap anak - anak yang merupakan cikal bakal generasi penerus. Islam dalam penerapannya akan meminimalisasi kasus pelanggaran dan kekerasan terhadap anak. Betapa hukum yang akan diberlakukan hanyalah hukum yang berasal dari Sang pencipta yaitu Allah SWT, sebaik - baik pembuat hukum. Dalam Islam pun terdapat sanksi yang tegas jika masih tetap ada pelanggaran, yaitu sistem uqubat atau sanksi hukum terhadap para pelaku kejahatan.
Pelaku kejahatan yang menyebabkan kematian anak akan dijatuhi qishas, pelaku pedofil meski tidak sampai menyebabkan kematian akan di jatuhi hukuman mati.
Rasulullah bersabda:
" Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (homosexual)maka bunuhlah pelaku (yang menyodomi) Dan pasangannya (yg disodomi) ,HR.Àbu Dawud,Tirmidzi,Ibnu Majah,Ahmad,Al Hakim,Al Baihaqi.
Namun sebagai korban , tentu anak - anak tidak akan dikenakan sanksi, sebaliknya akan dilindungi.
Jika kekerasan seksual terhadap anak berupa perkosaan, pelakunya jika muhshan( sudah menikah) akan di rajam sampai mati. Jika ghayar muhshan (belum menikah) akan dicambuk 100x, jika pelecehan seksual tidak sampai ke tingkat itu maka pelaku akan dijatuhi sanksi ta'zir yang bentuk dan kadar sanksi diserahkan ijtihad khalifah dan qadhi( Hakim).
Pelaksanaan uqubat dilakukan secara terbuka, dilihat umum, dan segera dilaksanakan tanpa memakan waktu dan melalui prosedur rumit hingga hukum yang dilaksanakan benar benar bisa memberi efek jera dan pelanggaran hukum akan bisa di minimalkan.
Islam akan membentuk masyarakat yang peduli terhadap persoalan yang menyangkut anak anak yang berakibat sempitnya ruang gerak para kriminal dan mampu menekan peluang terjadinya tindak kriminalitas. Situasi yang kondusif akan tercipta karena masyarakat ikut berpartisipasi dalam ber amar makruf nahi munkar.
Begitu juga negara yang punya peran besar dalam membuat aturan yang dapat memberi perlindungan menyeluruh bagi rakyat nya,jika sistem islam diterapkan maka kekerasan terhadap anak anak bisa diatasi.
Wallahualam bishawab