Investasi Pariwisata, Keuntungan Bagi Siapa?

Oleh : Rini Astutik
(Pemerhati Sosial)

Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor yang didamping oleh Bupati Berau yaitu bapak Muharram melakukan sebuah kunjungan kerja ke negara Seychelles guna memenuhi undangan dari Vice President Republik Seychelles H. E Vincent Meriton (Prokal.co, 21-03-2019).

Masih dalam sumber yang sama menjelaskan, dari hasil kunjungan kerja tersebut kedua belah pihak akan menindak lanjuti tentang rencana pengembangan wisata di Pulau Maratua yang sebelumnya sudah melakukan penandatanganan kerja sama antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Kabupaten Berau dengan Negara Saychelles. 

Dalam kerja sama tersebut Vincent menilai bahwa Provinsi Kalimantan Timur merupakan Provinsi terkaya yang mempunyai potensi alam yang sangat menarik dan pulaunya yang indah. Selain itu, juga didukung dengan melimpahnya sumber daya alam seperti minyak, gas, dan batu bara dan lain sebagainya. 

Tidak cukup sampai di sini, Wakil Gubernur Kalimantan Timur Hadi Mulyadi juga ingin menjajaki kerja sama dengan Pemerintah Australia dan para Investor di New South Wales Queensland dan South Australia. Setidaknya ada tiga bidang kerjasama yang ingin diwujudkan yakni kerjasama dibidang sumber daya manusia (SDM)  Pariwisata dan peningkatan Ekonomi daerah (Sdyney Niaga Asia 5-8-2019).

Kalimantan Timur memang memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan industri pariwisata. Namun, pengembangan tersebut pasti akan membutuhkan banyak dana untuk bisa merealisasikannya. Karenanya, tak heran pemerintah selalu berupaya menarik minat para investor asing untuk menanamkan investasinya dengan berbagai kerja sama baik dalam sektor pariwisata maupun bidang lainnya.

Upaya yang dilakukan pemerintahpun membuahkan hasil. Terbukti, saat ini Kaltim selalu menjadi primadona bagi investor asing, bahkan jumlah investasinya terus meningkat. Hal ini juga di benarkan oleh Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM), menurut survey yang dilakukan periode triwulan pertama tahun 2019 realisasi investasi di luar Pulau Jawa meningkat 16,7 % dari periode yang sama pada tahun 2018 sebesar Rp. 73,5 triliun atau 11,0 % (Bisnis.com, 16-05-2019).

Namun, meningkatnya minat para investor asing ke negeri in bukanlah sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Melainkan kewaspadaanlah yang harus ditingkatkan. Kenapa? Karena ketika investasi asing masuk maka akan ada banyak bahaya, kerugian bahkan berbagai kerusakan yang akan ditimbulkan. 

Saat ini, sektor pariwisata telah dijadikan sebagai ajang bisnis sebagaimana dengan sektor-sektor lain yang lebih berorientasi provit bebas nilai. Sehingga, lebih memudahkan pihak asing untuk bisa menguasai potensi sumber daya alam yang kita miliki. Selain itu, tentu juga akan membuka celah bagi asing untuk menyebarkan pemikiran, budaya dan prilaku mereka yang liberal.

Inilah fakta yang terjadi ketika sebuah negara mengadopsi paham kapitalisme-sekulerisme. Paham ini telah menjadikan Investasi asing sebagai alat "penjajahan gaya baru" untuk mengusai negara-negara lain. Dengan kerakusannya mereka terus menghisap kekayaan alam dari negeri-negeri kaum muslim termasuk dalam.hal pariwisata.  

Investasi pariwisata untuk peningkatan ekonomi negara hingga daerah serta mampu menyejahterakan rakyat hanyalah slogan palsu.  Nyatanya, dengan adanya investor asing akan memudahkan mereka untuk melakukan swastanisasi dan mengelolanya sesuai kehendak mereka. 

Akibatnya, tempat hiburan dan obyek wisata yang seharusnya bisa dinikmati oleh masyarakat secara bebas dan gratis kini harus merogoh kocek yang lumayan untuk membayar biaya tiket masuk ke tempat obyek-obyek wisata tersebut. Pada akhirnya,  rakyatlah yang terzalimi dan dirugikan, sedangkan para Investor asing yang paling diuntungkan.

Jadi sangat wajar jika timbul berbagai kerusakan dan kezaliman mengingat paham kapitalisme sekularisme hanya mengandalkan pada asas manfaat saja. Yang dikejar oleh para investor asing hanyalah bagaimana caranya agar mereka bisa menguasai sumber daya alam kita dan bisa meraup keuntungan yang lebih besar tanpa harus memperdulikan halal dan haram serta kesejahteraan rakyat sekitar.

Hal ini sangat berbeda jauh dengan Islam. Dalam sistem Pemerintahan Daulah Khilafah pariwisata dikelola oleh negara dengan tujuan dakwah dan propaganda. Tujuan tersebut untuk membangun dan mengokohkan keimanan hamba-Nya serta menemukan cinta sejatinya kepada Rabb-Nya ketika merasa takjub mengamati keindahan alam ciptaan-Nya.

Dalam pengelolaannya, sektor pariwisata bukanlah sebagai ajang bisnis. Sehingga, semua harus dikelola dengan berbasis hadlarah Islam atau mengacu pada pandangan Islam karena negara pada prinsipnya sudah memiliki kas keuangan yang berlebih dari sektor pengelolaan sumber daya alam dari kepemilikan negara dan dan pos-pos lainnya. 

Maka, sudah seharusnya negara bisa mewujukan revolusi total terhadap paradigma dan pengelolaan pariwisata. Negara harus  mampu menata ulang pengelolaan pariwisata secara fundamental dan ini tidak akan pernah bisa terwujud jika negara masih mengadopsi paham kapitalisme dan sekulerisme. Hal ini hanya bisa dilakukan  oleh seorang Khalifah yang memimpin dalam naungan Negara Khilafah.

WallahuA’lam Bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post