Dikala Pajak Mencekik Rakyat

Oleh : Ade Irma 
(Aktivis Dakwah)

Indonesia adalah negara dengan sejuta kekayaan alamnya.  Berbagai sumber daya alam melimpah ruah disini. Bahkan tongkat kayu pun bisa jadi tanaman. Katanya Indonesia adalah surganya dunia. Semua yang dicari di dunia ada di Indonesia. 

Namun anehnya, di negeri nan elok ini. Masih menyimpan kesemrawutan. Layaknya negeri yang kaya harusnya tersimpan rakyat yang bahagia jauh dari kata sengsara dalam hal ekonomi. Namun pada faktanya rakyat kian tercekik dengan beban hidup yang semakin sengsara. Belum sampai disitu rakyat wajib membayar pajak. Pajak yang memang menjadi kewajiban dinegera berkembang ini. 

Kini ada yang terbaru dalam dunia perpajakan. Membayar Pajak Semudah Isi Pulsa. Itulah tagline terbaru milik Direktorat Jendral Pajak (DJP) yang konon ide tersebut muncul dari Menteri Keuangan Sri Mulyani. Tagline tersebut bertujuan untuk meningkatkan partisipasi para wajib pajak dengan wacana mudahnya membayar pajak.
Ditjen Pajak akan kerjasama dengan e-commerce seperti Tokopedia untuk mempermudah pembayaran pajak. (Detik.com/02-08-2019)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperingatkan wajib pajak bahwa mereka tak bisa lagi menghindarkan diri dari kewajibannya. Ditjen Pajak kini bisa mengendus harta sekalipun disembunyikan.
Bahkan upaya seperti pengakalan pajak seperti tax avoidance dan tax evasion tidak akan mempan dilakukan.
"Jadi anda mau pindah nggak jadi ke bank tapi ke insurance ya tetap akan laporin. Kalau mau ya gali aja sumur di belakang rumah taruh duitnya di situ. Oh masih ada yang seperti itu? nanti saya pakai drone cari di situ," tutur mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.( detikFinance 02/08/19)

Melihat hal ini, menunjukkan bahwa pemerintah ngotot untuk menambah pendapatan negara dengan cara memungut pajak pada rakyat. Ini membuktikan bahwa pendapatan negara kian melorot sehingga pajak harus digenjot sebagai satu-satunya jalan mendapat pemasukan dari "memalak" rakyat. 
Bagaimana tidak melorot kalau pengelolaan SDA justru diserahkan kepada asing sehingga asinglah yang menikmati hasil keuntungannya. Bagaimana pendapatan negara tidak merosot jika harta negara banyak dikorupsi oleh pejabatnya yang tak lagi punya nilai amanah dan kejujuran.
Pajak kian digenjot, menunjukkan keserakahan dan kegagalan pemerintah kapitalis dalam mengelola negara sehingga negara ini menjadi lintah dan pajak adalah darah yang terus dihisap oleh negara yang menerapkan ekonomi neoliberal. 
Padahal sudah jelas bahwa pajak itu sama saja mengambil hak rakyat secara paksa. Pajak itu sama saja menyedot harta rakyat. Sama saja pemerasan dan pemalakan terhadap rakyat. Ini artinya pemerintah zalim kepada rakyatnya.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil….”[An-Nisa : 29]
Dalam ayat diatas Allah melarang hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak dibenarkan. Dan pajak adalah salah satu jalan yang batil untuk memakan harta sesamanya.
Lantas benarkah kebijakan membayar pajak adalah demi kepentingan rakyat?
Faktanya, kewajiban membayar pajak yang dibebankan kepada masyarakat dengan besaran yang tidak kecil justru sangat memberatkan. Bagaimana tidak, rakyat sudah cukup tercekik dengan beban hidup Sehari-hari, ditambah harus pula membayar pajak ini itu. Tentu hal itu tidaklah lebih dari sebuah pemerasan negara terhadap rakyatnya.
Belum lagi dengan adanya kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak bagi golongan tertentu. Hal ini tentu menambah luka rakyat kecil kian menganga. Betapa tidak, para konglomerat dapat bebas dari jerat pajak terhutang hanya dengan membayar tebusan. Hal tersebut diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Undang-Undang Tax Amnesty 28 Juni 2016.
Inilah salah salah satu kezaliman yang ditampakkan oleh rezim neoliberal. Sangat berbeda dengan sistem Islam dalam memposisikan pajak. Jika dalam sistem neoliberal saat ini, pajak menjadi sumber terbesar bagi APBN, maka Islam tidaklah demikian. Pajak hanya dipungut pada saat mendesak (urgent), yakni saatbaitul mal dalam negara (Khilafah) kosong, sementara negara membutuhkan biaya untuk kebutuhan penting dan mendesak. Namun demikian, pajak tidak dipungut secara rata kepada seluruh rakyat, melainkan hanya mereka yang kaya saja. Sehingga jelas tidak menzalimi rakyat. Beda dengan rezim neoliberal, memukul rata pungutan pajak.
Islam tidak menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan negara. Namun, syariat Islam mengharuskan negara mengelola sumber daya alam secara maksimal oleh negara. Mengatur mekanisme pendistribusian secara merata, yakni dengan mengatur kepemilikan berdasarkan koridor hukum syara.
Dalam Islam, barang-barang yang menjadi kebutuhan umum seperti BBM, listrik, air, dan lainnya sesungguhnya adalah milik rakyat yang harus dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat. Sebagaimana hadits Rasulullah : 
“Al-muslimûna syurakâ`un fî tsalâtsin: fî al-kalâ`i wa al-mâ`i wa an-nâri”
Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Hadits tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api.  Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu.  Imam as-Sarakhsyi di dalam al-Mabsûth menjelaskan hadits-hadits di atas dengan mengatakan, bahwa di dalam hadits-hadits ini terdapat penetapan berserikatnya manusia baik muslim maupun kafir dalam ketiga hal itu.  

Maka hasil dari pengelolaan SDA tersebut hasilnya dikembalikan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, baik untuk menopang sektor pendidikan, kesehatan, maupun infrastruktur. Selain itu, sumber pemasukan negara dalam Khilafah adalah dari harta rampasan perang (ghanimah), fai, kharaz, serta harta zakat yang diambil dari kaum Muslimin yang terkena kewajiban zakat. Namun untuk zakat ini, peruntukkannya nanti terbatas hanya untuk 8 asnaf (orang-orang yang berhak menerima zakat), seperti fakir, miskin, amil, mualaf, ibnu sabil, gharimin, hamba sahaya, dan fii sabilillah.
Inilah sistem Islam, yang telah diterapkan selama 13 abad lamanya dan menguasai 2/3 dunia namun tanpa membebankan pungutan pajak pada rakyatnya.Jelaslah bahwa hanya Islam yang mampu menyelesaikan permasalahan manusia dengan sempurna. Sebab, aturannya datang dari wahyu Sang Pencipta manusia, bukan akal dan nafsu manusia semata. Sudah saatnya kita kembali ke aturan sang Pencipta Allah swt agar tercipta keberkahan alam dan seisinya.
Previous Post Next Post