Bullying Buah dari Kapitalisasi Pendidikan

Oleh : Ely Susanti, S.Pd 
(Mahasiswi Pasca Sarjana UIN Raden Fattah) 

Potret dunia pendidikan negri ini masih saja tak luput dari berbagai permasalah pelik yang terus bergulir tanpa menuai titik akhir penyelesaian yang solutif. Padahal sejatinya dunia pendidikan merupakan wadah pertumbuhan cikal bakal generasi penerus, estafet peradaban sebuah bangsa. Lantas kemudian apa yang bisa diharapkan ketika generasi sebuah bangsa itu mengalami kehancuran selain kehancuran peradaban pula yang kemudian akan menyusulnya. Berikut menurut data KPAI yang di lansir pada 30 mei 2018 jumlah kasus yang terjadi pada dunia pendidikan sebanyak 161 kasus, adapun rincianya; anak korban tawuran sebanyak 23 kasus atau 14,3%, anak pelaku tawuran sebanyak 31 kasus atau 19,3%, anak korban kekerasan dan bullying sebanyak 36 kasus atau 22,4%, anak pelaku kekerasan dan bullying sebanyak 41 kasus atau 22,5%, dan anak korban pungli sebanyak 30 kasus atau 18,7 %, (Tempo.co). Jika dilihat dari persentase tersebut maka kasus bullying dan kekerasan terhadap anak merupakan kasus yang sering kali terjadi.

Sebagai mana kasus yang belum lama ini terkuak di salah satu sekolah semi militer di kota Palembang Sumatera Selatan, tepatnya pada 13 juli 2019, seorang siswa meninggal dunia ketika mengikuti kegiatam (MOS), di lansir dari hasil pemeriksaan tim forensik melalui dr. Indra Sakti Nasution, beliau menyebutkan bahwa di temukan luka lebam di kepala dada dan kaki, pun ditemukan pendarahan yang di duga akibat benturan di bagian kepala dan dada (Detiknews). Tentunya kasus semacam ini bukan lagi menjadi permasalah baru di kalangan dunia pendidikan seringnya terjadi kasus serupa seolah justru menjadi legitimasi bahwa bullying yang di lakukan di dunia pendidikan adalah permasalahan yang biasa terjadi. Sungguh pelik memang permasalahan dunia pendidikan kita saat ini, bahkan lebih ironisnya lagi kasus bullying yang terjadi di sekolah tidak hanya berbatas pada terjadinya gangguan mental namun sudah sampai pada penghilangan nyawa siswa. 

Semakin maraknya berbagai problematika yang terus terjadi di dunia pendidikan tentu tak luput dari sistem pendidikan yang di terapkan di negri ini, yaitu sistem pendidikan sekuler dan kapitalistik yang terus berestafet dengan ideologi kapitalesme yang menjadi pengendali utama dunia pendidikan modern saat ini, dimana paradigma kapitalisme ini tidak menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan dasar bagi setiap warga negara yang kemudian menjadikan pemerintah hanya sebagai regulator semata sementara pendidikan di negri ini justru di serahkan pada para kapitalis yang kemudian berujung pada kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan. 

Dengan demikian negara hanya berperan sebagai regulator yang tidak bersinggungan langsung untuk memperbaiki kualitas pendidikan, justru menyerahkan seluruh urusan pendikan kepada pihak kapitalis, termasuk penentuan arah kurikulum yang menjadi jantung dari pendidikan. Kita sama-sama fahami bersama bahwa ketika pengendali utama kurikulum pendidikan adalah pengemban ideologi kapitalisme maka tentunya arah kurikulum dan karakter yang akan di tanamkan pada diri peserta didik adalah ideologi kapitalisme, yang menjadikan mereka jauh dari kepribadian Islam yang mulia, maka wajar jika kemudian terlahirlah para peserta didik yang berani melalukan tindakan bullying pada individu lain. 

Adanya kapitalisasi dan komersialisasi dalam dunia pendidikan ini pun menjadikan pendidikan sebagai komoditas (pendapatan) yang kemudian membuka ruang privatisasi dan otonomi pendidikan yang berimbas pada mahalnya biaya pendidikan. Karena dalam kapitlisme ilmu pengetahuan ditempatkan layaknya barang dagangan, berbagai ruang lingkup pengetahuan dalam dunia pendidikan dinilai berdasarkan nilai ekonomi, tak kalah tujuan pendidikan pun bernafaskan materialistik yang sangat jauh dari missi mengembangkan ilmu pengetahuan dan memperbaiki kualitas pendidikan, kegagalan dan keberhasilan masing-masing bidang ilmu akan selalu di ukur dengan kategori ekonomi, yang pada ahirnya proses pendidikan hanya menghasilkan kualitas lulusan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Yang semakin menjauhkan pendidikan dari missi utamanya melahirkan para generasi pemimpin penerus peradaban yang menguasai iptek dan memiliki pola fikir dan pola sikap islami. 

Wajar adanya jika kemudian terlahirlah para pelajar yang krisis kepribadian, sehingga dengan ringan tangan dan tanpa segan-segan para siswa saat ini melakukan tindakan kekerasan di lingkungan sekolah, mirisnya lagi, ini mereka lalukan bukan hanya dengan sesama siswa saja namun mereka pun berani melakukan hal demikian kepada Guru yang notabne beliau lah yang telah dengan sabar mengajarkan ilmu kepada mereka. 

Kondisi ini sungguh sangat berbeda dengan sistem pendidikan islam, yang menitik beratkan pada pembentukan karakter kepribadian islam yaitu pola fikir dan pola sikap islami yang terpancar dari aqidah Islam, sehingga yang di hasilkan adalah generasi yang memiliki sudut pandang dan pemikiran yang shohih dan sikap dan perilaku yang tidak menyimpang dari aturan sang maha pencipta Allah SWT. 

Pendidikan yang mampu melahirkan generasi yang cemerlang ini tentunya tidak akan terwujud tanpa adanya peran negara, karna negara merupakan komponen penting selain keluarga dan lingkungan dalam proses pertumbuhan pendidikan bagi generasi, maka kehadiran negara sebagai penjaga sistem pendidikan islam menjadi agenda yang wajib di hadirkan, dan negara ini tentunya adalah negara yang mengemban ideologi islam, yang darinya akan terwujud sistem pendidikan Islam. Wallahu a’lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post