Penulis : Ratna Munjiah (Pemerhati Masyarakat) |
Negara kembali memberikan peluang kepada asing dengan memberikan kesempatan Asing untuk bekerjasama dan menanamkan investasinya di negeri yang kita cintai ini. Tidak hanya SDA berupa kekayaan alam, listrik yang notabennya milik negara pun berupa BUMN kini diserahkan kepada asing untuk dikelola.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan meminta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk tidak terlalu banyak terlibat dalam pembangunan-pembangunan listrik. Hal itu, dia ungkapkan setelah menggelar rapat bersama Plt Direktur Utama PT PLN, Sripeni Inten Cahyani di Kantor Kemaritiman Jakarta. (https://economy.okezone.com/red/2019/08/14/320/2091985/trauma-mati-listrik-menko-luhut-minta-pln-serahkan-proyek-ke-swasta)
Permasalahan listrik ini juga diperkuat dengan berita bahwa Pemerintah akan menggandeng Cina, pemerintah akan membangun PLTA Penghasil Listrik Terbesar. Pemerintah dan Tiongkok menandatangani MoU pembangunan PLTA Kayan. PLTA yang mampu menghasilkan listrik 9.000 MW ini akan mengaliri listrik untuk wilayah Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.(https://detik.com/20detik/detikflash/20190815-190815074/gandeng-china-pemerintah-akan-bangun-plta-penghasil-listrik-terbesar)
Menjadi sesuatu yang menggelikan tentu, bukankah PLN merupakan Perusahaan Listrik Negara, tapi kinerjanya dibatasi malah mengundang Cina untuk mengatur listrik negara.
Dengan adanya peluang tersebut semakin mempertegas bahwa langkah liberal rezim sudah bisa ditebak. Kasus black out PLN, terbukti jadi jalan penyempurnaan liberalisasi dan penguasaan listrik oleh Cina. Kondisi ini menggambarkan bahwa memang konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi liberal oleh rezim penguasa akan berefek buruk pada ekonomi masyarakat.
Dalam sistem neoliberal kapitalis saat ini penguasa senantiasa memberi peluang kepada swasta dan asing untuk mengelola dan menguasai sumber energi seperti minyak bumi, gas dan batu bara. Pemberian kewenangan kepada swasta untuk memproduksi listrik dengan sumber energi yang berasal dari barang publik yang kemudian menjualnya kepada PLN dengan harga ekonomis inti utamanya adalah untuk mencari keuntungan semata. Sehingga konsekuensinya, pelayanan hanya diberikan kepada mereka yang mampu untuk membayar.
Persoalan kelistrikan di negeri kita saat ini merupakan dampak dari penerapan sistem ekonomi neoliberal kapitalis. Padahal dalam pandangan Islam sistem tersebut bertentangan dengan aqidah Islam karena sistem tersebut berlandaskan pada sekularisme yang mana urusan kenegaraan termaksud bidang ekonomi dipisahkan dari agama. Berbeda halnya dalam Islam yang mengharuskan seluruh aspek kenegaraan wajib diatur berdasarkan hukum syara.
Dengan demikian semestinya negeri kita mencampakkan sistem ekonomi liberal dan menggantinya dengan sistem Islam. Islam telah menjelaskan bahwa listrik yang digunakan sebagai bahan bakar termaksud dalam kategori 'api' yang merupakan barang publik. Termaksud dalam kategori tersebut adalah berbagai sarana dan prasarana penyediaan listrik seperti tiang listrik, gardu, mesin pembangkit, dan sebagainya.
Rasulullah SAW bersabda" Manusia berserikat pada tiga hal: air, api, dan padang rumput."(HR. Muslim dan Abu Daud). Ditambah lagi, sebagian besar sumber energi dalam memproduksi listrik baik yang dikelola PLN maupun swasta merupakan barang-barang tambang yang juga merupakan barang publik seperti minyak bumi, gas dan batu bara.
Selain itu pengelolaan barang publik hanya diwakilkan kepada negara untuk dikelola demi kemaslahatan rakyatnya. Sebagaimana Islam telah membagi kepemilikan menjadi tiga yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara sehingga seluruh barang tambang tersebut tidak boleh dimiliki dan dikuasai oleh swasta baik domestik ataupun asing. Adapun mekanisme distribusinya sepenuhnya diserahkan kepada ijtihad dan pendapat khalifah.
Dengan demikian, barang publik tersebut dapat diberikan secara gratis seperti air dan listrik yang didistribusikan sesuai dengan kebutuhan rakyat tanpa ada yang diistimewakan atau dikecualikan. Barang publik tersebut juga dapat dijual dengan harga pasar seperti minyak bumi dan logam. Meski demikian harga penjualannya dikembalikan kepada rakyat tanpa ada yang dikecualikan. Di Baitul Mal, dana tersebut akan disimpan dalam pos harta milik umum di mana khilafah sama sekali tidak diperkenankan menggunakannya untuk kegiatan negara ( al-Maliky:. 41: 1965).
Dengan menerapkan konsep Islam sebenarnya tentu semua permasalahan listrik di negeri kita akan berakhir bahkan dapat digratiskan secara proposional kepada seluruh rakyat tanpa harus menggandeng perusahaan asing tersebut. Namun semuanya itu tidak akan terjadi jika negara menerapkan sistem kapitalis. Oleh karena itu penerapan syariah Islam secara menyeluruh melalui penegakan sistem khilafah menjadi sebuah keharusan sehingga sistem Islam dapat ditegakkan secara menyeluruh termaksud pengelolaan listrik. Wallahu a'lam