Oleh : Azizah Nur Hidayah
Pelajar, Member Akademi Menulis Kreatif
Beberapa waktu yang lalu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengungkapkan, bahwa internet yang ada di Indonesia balum layak anak karena masih ada iklan rokok yang mudah diakses dan dilihat oleh anak-anak. Baik iklan tersebut muncul secara tidak langsung di beranda internet, maupun ketika anak-anak penasaran untuk mengaksesnya sendiri.
“Sebagai contoh, salah satu indikator Kabupaten atau Kota layak anak adalah tidak ada iklan, promosi, dan sponsor rokok. Bila masih ada iklan rokok, berarti internet di Indonesia belum layak anak.” Ungkap Deputi Tumbuh Kembang Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lenny N. Rosalin. (Dilansir dari Anataranews/23062019)
Saat ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tengah disibukkan oleh proses mewujudkan internet layak anak. Dimana menurut mereka, internet layak anak adalah internet yang terbebas dari iklan rokok. Internet dan sosial media tidak memuat lagi iklan-iklan rokok. Namun, apakah hanya membatasi dan mengamankan iklan rokok berarti internet layak bagi anak? Nyatanya tidak.
Kini, bahaya internet bukan hanya terkandung dalam iklan rokok semata. Namun telah merambah hingga iklan-iklan yang tidak senonoh. Seperti konten-konten sipilis, porno, syirik, dan sebagainya. Nyatanya, bukan hanya iklan rokok saja yang harus dihindari dan ditiadakan, tetapi juga berbagai konten-konten buruk dan konten yang dapat merusak pemikiran anak-anak.
Pun sampai detik ini, sangat sulit bagi Negara untuk mengamankan anak-anak dari konten-konten negatif. Dan akan sulit diwujudkan sepanjang Negara mempertahankan paradigma sekuler demokrasi. Dimana dalam sistem ini, tidak ada yang namanya halal dan haram, baik dan buruk. Yang ada hanyalah kepentingan dan keuntungan semata. Parahnya lagi, sistem sekuler demokrasi inilah yang telah memisahkan agama dari kehidupan. Menjauhkan peran agama dalam kehidupan masyarakatnya. Juga telah berhasil menjauhkan ajaran-ajaran Islam dari anak-anak. Padahal, pelajaran-pelajaran dasar agama harus ditanamkan di benak anak-anak sedari mereka kecil. Agar mereka terbentuk sebagai seseorang yang memiliki pribadi Islami. Tetapi hal ini akan sulit dilakukan ketika sistem yang mengatur menjauhkan anak-anak dari agama mereka, Islam.
Di sistem sekuler demokrasi sangat sulit mendidik anak-anak untuk berperilaku sopan dan santun. Mengajarkan mereka nilai-nilai dan pelajaran-pelajaran dasar agama. Yang terjadi adalah sistem inilah yang merusak generasi bangsa. Anak-anak terus menerus disodori konten-konten negatif, dijauhkan dari agama mereka, dibentuk sebagai pribadi yang keras dan jauh dari Islam. Maka tak heran bila saat ini kita mudah menjumpai kerusakan di kalangan anak-anak dan remaja. Karena sistem yang mengaturnyalah yang menjadikan mereka rusak seperti sekarang.
Berbeda dengan sistem Islam. Sistem Islam merupakan satu-satunya sistem terbaik yang mempunyai mekanisme komprehensif dalam penjagaan generasi. Sistem Islam sangat memperhatikan kondisi generasinya. Memberi perhatian penuh pendidikan bagi para generasi. Serta sangat menjaga generasinya dari kerusakan-kerusakan yang mendekat. Menjadi hal yang wajar, ketika dahulu sistem Islam diterapkan. Pada masa tersebut lahir dan muncul banyak sekali ilmuwan, cendekiawan, ulama, dan penghafal Alquran. Karena pada waktu itu Negara sangat memperhatikan pendidikan dan keamanan generasinya. Menjauhkan generasi dari hal-hal buruk dan mengancam akidah mereka. Berusaha terus menerus untuk memupuk keimanan generasi bersama dengan keluarga dan masyarakat.
Maka, bila kita ingin generasi saat ini menjadi generasi gemilang, generasi pembawa perubahan, kita wajib membuang dan mengganti sistem sekuler demokrasi dengan sistem Islam Rahmatan Lil ‘Alamin.
Wallahu a'lam bishshawab.