Pada 12 Maret 1962 Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sumatera Barat yang kelak juga dikenal sebagai Bank Nagari berdiri di Padang, Sumatra Barat.
Demikian ditulis Freek Colombijn dalam Buku ‘Patches of Padang: The History of an Indonesian Town in the Twentieth Century and the Use of Urban Space’ (1994) dan beberapa literatur.
Pengambilan tanggal hari jadi, menurut publikasi resmi Bank Nagari, merujuk pada tanggal pengesahan oleh Notaris Hasan Qalbi di Padang.Pendirian bank tersebut, tepat 57 tahun lalu dari hari ini, Selasa (12/3/2019).
“Pendirian tersebut dipelopori oleh Pemerintah Daerah beserta tokoh masyarakat dan tokoh pengusaha swasta di Sumatera Barat. Dasar pemikiran, perlunya suatu lembaga keuangan yang berbentuk bank, yang secara khusus membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di daerah,” sebut publikasi di laman resmi Bank Nagari itu.
BPD kemudian disahkan melalui Surat Keputusan Wakil Menteri Pertama Bidang Keuangan Republik Indonesia Nomor BUM/9-44/II. Surat tertanggal 25 April 1962 itu berisi izin usaha PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat.
Kemudian PT. BPD Sumbar mulai beroperasi dengan kantor awal di Jalan Batang Arau No 54 Padang. Modal awalnya Rp.50 juta.
Dengan kurs dolar sekitar Rp1.200 per dolar Amerika pada masa itu, berarti modal BPD Sumbar sekitar 42 ribu dolar Amerika. Bila dikonversikan dengan kurs sekarang, berarti modal saat itu senilai hampir Rp600 juta pada saat ini.
Sumatra Barat kala itu, masih dipimpin oleh Gubernur Kaharoeddin Datuak Rangkayo Basa. Zaman itu adalah masa susah. Masa bergolak Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) baru saja lewat.
Menurut Mestika Zed dkk dalam Buku ‘Sumatera Barat di Panggung Sejarah 1945-1955’ (1995) kondisi Sumatera Barat selama PRRI hancur. “Kehancuran ini bukan saja mencakup sarana fisik dan ekonomi, tetapi juga kehancuran mental dan semangat masyarakat,” tulisnya.
Tantangan ini yang dihadapi direksi awal Bank Nagari. Dalam Buku ‘A Nan Takana (Apa yang Teringat): Memoar Seorang Wartawan’ (2001), Marthias Dusky Pandoe menyebut, BPD Sumbar pertama kali dipimpin oleh Rosman Makmur.
Suasana sulit saat itu, dijalani direksi dan karyawannya. BPD Sumbar ternyata terus tumbuh.
“Untuk pertama kali, pembukaan pengembangan jaringan bisnisnya pada tahun 1965. Saat itu dibuka Kantor Cabang pertama di Payakumbuh dengan Izin Usaha dari Gubernur Bank Indonesia Nomor Kep 19/UBS/65 pada tanggal 25 Sepetember 1965,” sebut laman resmi Bank Nagari.
Masa berganti ke orde baru, bank ini terus tumbuh. Melewati berbagai perubahan, seperti badan hukum pada 1973, pindah ke kantor yang lebih besar pada 1983 dan resmi disebut sebagai Bank Nagari pada 1991, BPD telah mengisi sejarah perbankan Sumbar selama 57 tahun.
Namun, sejarah bank di Sumbar sendiri sudah berumur ratusan tahun. Bank sudah ada di Padang sejak 1864 atau sejak 155 tahun yang lalu.
M. Dawam Rahardjo dalam ‘Bank Indonesia dalam kilasan sejarah bangsa’ (1995) menulis, De Javasche Bank membuka kantor cabang secara resmi di Padang pada tanggal 29 Agustus 1864.
Menurutnya, perkembangan ekonomi dan perdagangan saat itu membuat para pedagang di Padang berhasil merangkul Kamar Dagang dan Kerajinan untuk mendukung keinginan lama mereka.
“Kamar Dagang dan Kerajinan Padang mengirimkan surat yang mengusulkan pembentukan cabang itu kepada Direksi De Javasche Bank, pada 23 Mei 1864. Usul itu dibicarakan dalam rapat umum pemegang saham pada 6 Agustus 1884,” tulisnya.
Permintaan itu disetujui, hanya dalam waktu tiga pekan, bank tersebut diresmikan di Padang.
Keputusan tersebut, antara lain dipengaruhi karena diputuskannya Padang menjadi pusat Gouvernement Sumatra’s Westkust pada 1837. Selain itu, tentu juga karena pergerakan ekonomi dan perdagangan. Padang menjadi cabang pertama bank tersebut di luar Pulau Jawa.
De Javasche kemudian berkembang dan membangun kantor cukup megah. Gedung yang pernah jadi kantor bank ini dulu, sekarang masih berdiri di dekat Jembatan Siti Nurbaya Padang. Gedung ini sekarang milik Bank Indonesia. Hal tersebut karena kebijakan nasionalisasi setelah merdeka.
“Di kemudian hari, tahun 1951 pemerintah menasionalisasikan Javasche Bank dan diubah namanya menjadi Bank Indonesia,” tulis Lucas Partanda Koestoro dalam Buku ‘Padang, kota Andaleh di pesisir barat Sumatera Barat’ (2007).
Bank lain yang patut dicatat sejarah perbankan Sumbar, adalah Bank Nasional. Bank ini didirikan para pedagang Minangkabau di Bukittinggi pada 27 Desember 1930.
Dipimpin oleh Anwar Sutan Saidi, usai proklamasi kemerdekaan, bank ini berperan besar membantu perbekalan dan senjata Tentara Keamanan Rakyat di Sumatra Tengah.
“Segera setelah proklamasi kemerdekaan diketahui, maka pimpinan Bank Nasional ini membeli senjata dan menyerahkannya kepada Tentara Keamanan Rakyat,” tulis Saafroedin Bahar dalam Buku ‘Etnik, Elite dan Integrasi Nasional’ (1984).
Karena bantuan Bank Nasional tersebut, menurut Saafroedin, tentara di Ranah Minang tak kekurangan senjata dan logistik pada masa itu.
“Antara 1945 sampai dengan 1950, Letnan Kolonel Dahlan Djambek menghitungnya, Bank Nasional telah menyumbang untuk perjuangan sebanyak 3 juta gulden,” tulisnya. (sumber : langgam/HM)