PMI, Pahlawan Yang Teracuhkan

Oleh : Iis Nur

Pekerja Migran Indonesia (PMI), mereka yang mayoritas kaum perempuan dipuja bak pahlawan namun nasib mereka yang kadang diabaikan tanpa ada perlindungan. Sebab merekalah sumber devisa negara mengalir demi kelangsungan hidup negara yang tak bisa dihasilkan oleh keringat kerja para penguasa.

Sepanjang tahun 2018 lalu, Bank Indonesia mencatat penerimaan devisa negeri dari dana remitansi atau pengiriman uang antar negara mencapai 151 triliun rupiah atau 10,8 miliar dolar AS !_(Tribun news)_

Penghasilan menggiurkan inilah yang menjadi alasan kenapa penguasa begitu bersemangat mendorong dan memfasilitasi pengiriman para pekerja migran ke luar negeri. Cukup dengan mengekspor para pekerja ke luar negeri terutama perempuan maka devisa datang sendiri. Presentase Buruh Migran Perempuan (BMP) mencapai kisaran 80 persen maka tidak heran Indonesia pernah disebut salah satu negara pengekspor buruh migran terbesar dunia, dengan negara tujuan antara lain Malaysia, Singapura, Hongkong dan Arab Saudi.

Ironisnya hingga hari ini tidak ada data yang pasti tentang jumlah mereka yang bekerja di luar negeri. World Bank menyebutkan jumlah PMI mencapai 9 juta orang sedangkan BNP2KI menyebutkan hanya 4,6 juta orang.

Tercatat di Kementerian Luar Negeri ada sebanyak 5.481 kasus di alami PMI perempuan selama 2018 dan 1.629 kasus diantaranya masih berjalan. Jumlah ini bisa jadi tidak termasuk yang bekerja secara legal.

Di Malaysia, setelah tim invetigasi yang di utus anggota parlemen Malaysia pada 10 Februari 2018 mendapat laporan dari tetangga majikan Adelina Sau, TKI Nusa Tenggara Timur Indonesia yang telah bekerja 2 tahun tanpa dibayar, di siksa secara brutal, mengalami kurang gizi dan dipaksa tidur di beranda bersama anjing majikannya. Dan besoknya 11 Februari 2018 Adelina meninggal.

Namun setelah kasusnya disidangkan pada tanggal 18 April 2019 pengadilan tinggi Malaysia membebaskan Ambika Ma Sham majikan Adelina dari semua gugatan. Yang sebelumnya digugat dengan pasal 302 Hukum Pidana Malaysia yang memuat ancaman hukuman mati. _(okezone, 20 April 2019)_

Meski pemerintah telah membuat berbagai langjah untuk melondungi para PMI. Seperti pada tahun 2011 membuat motatorium penghentian pengiriman pekerja non formal ke Arab Saudi, di sahkannya UU Perlindungan PMI no 18 tahun 2017. Namun keduanya tidak mampu menuntaskan akar problem dari maraknya migrasi pekerja ke luar negeri, yakni problem ekonomi di dalam negeri berupa gurita kemiskinan dan pengangguran yang sangat tinggi.

Dalam konteks global, sistem kapitalisme memang sering disebut-sebut sebagai penyebab terjadinya kemiskinan dan krisis global. Salah satunya ditandai dengan sulitnya lapangan pekerjaan dan rasionalisasi besar-besaran di sektor perindustrian akibat krisis yang membuat angkatan kerja termasuk jutaan lulusan perguruan tinggi tidak terserap potensinya.

Dengan berbagai kesulitan yang dirasakan oleh masyarakat diperparah dengan krisi pangan dan energi, kenaikan harga pokok yang melambung dengan pendapatan yang rendah. Semua itu mengakibatkan gizi buruk, anak terlantar, kesehatan dan pendidikan masyarakat yang kian menurun, kriminalitas meningkat dan lain-lain.

Kondisi seperti inilah jutaan keluarga miskin harus bertahan hidup. Dan menuntut kaum perempuan terpaksa "memberdayakan diri" untuk membantu bapak mencari uang. Menjadi TKI ke luar negeri jadi salah satu opsi yang terbuka meski beresiko tinggi.

Kaum perempuan yang seharusnya menjadi madrasah pertama anak-anaknya, mengasuh, mendidik dan menjadi pencetak generasi umat yang berkualitas serta menjadi tiangnya suatu negara, harus rela bertahun-tahun meninggalkan suami dan anak mereka. Pekerjaan sebagai PRT, perawat bahkan PSK sekalipun menjadi pilihan. Mereka tidak peduli lagi dengan pelanggaran hukum syara yang akan mendatangkan kemurkaan Allah SWT.

Tujuan negara-negara kapitalis  dengan sistem yang merusak tatanan hidup masyarakat Muslim, yang menjadikan keluarga dan masyarakat berbasis aqidah dan aturan-aturan Islam sebagai tumpuan peradaban cemerlang pengganti hegemoni kapitalisme global.

Penjajahan sistem kapitalisme melalui rezim menjadi agen. Membuat negara kehilangan visi mengurus dan melindungi umat dengan visi yang benar serta menjadikan umat termasuk kaum perempuan dipaksa meninggalkan fitrah dengan meninggalkan hidup bahagia yang hakiki beserta keluarga, suami dan anak. Penjajahan sisitem ini menjauhkan peluang mengembalikan kemuliaan umat dengan tegaknya hukum-hukum Islam yang menjamin kesejahteraan dan menjamin wujudnya kedaulatan negara dihadapan para penjajah.

Satu-satunya jalan untuk problem pekerja migran adalah dengan kembali kepada tuntunan Islam. Karena sebagai sistem hidup, Islam memiliki solusi komprehensif untuk mewujudkan kesejahteraan umat tanpa melanggar fitrah kemanusiaan dan tanpa membuka celah sedikitpun untuk penjajah kapitalisme global. Sudah saatnya kita kembali kepada Khilafah, sudah waktunya kegelapan menuju cahaya.
Wallahu 'alam bi ash-shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post