Perubahan Dengan People Power, Bisakah?



Oleh: Yanyan Supiyanti A.Md 
Pengajar di Sekolah Tahfidz & Member Akademi Menulis Kreatif

People Power atau revolusi, pada faktanya memang bisa mengubah seluruh tatanan kehidupan, tetapi dampak dari People Power atau revolusi juga tidak ringan. Kerusuhan etnis di Indonesia saat terjadinya People Power tahun 1998 di Jakarta, misalnya, adalah bukti dari dampak yang tidak ringan itu. Selain itu, kevakuman politik akibat dari People Power ini seringkali digunakan oleh negara-negara kafir penjajah untuk kepentingan mereka, baik dengan menampilkan bonekanya maupun deal-deal politik tertentu, sebagaimana yang terjadi saat revolusi Iran.

Dilansir oleh Tempo.co, pada tanggal 25 April 2019, Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute Karyono Wibowo menilai sebutan People Power tidak tepat jika terjadi gerakan massa yang kecewa dengan hasil pemilihan umum. Itu bukan People Power. Itu People ngamuk. Emosional," kata Karyono dalam diskusi di Jakarta Pusat, Kamis, 25 April 2019.

Karyono menjelaskan, terjadinya People Power harus memenuhi sejumlah prasyarat jika merujuk pada teori sosial, diantaranya ada faktor obyektif dan subyektif. Faktor obyektif yaitu jika terjadi kesenjangan kemiskinan yang begitu lebar, pembungkaman kebebasan berpendapat, pemerintahan yang korup, dan otoriter. "Itu pun masih belum cukup, kadang-kadang ditambah lagi faktor eksternal, adanya kondisi krisis ekonomi," katanya.

Faktor obyektif, kata Karyono, akan bertemu faktor subyektif, yaitu adanya aktor-aktor yang dipercaya masyarakat untuk melakukan perubahan. Jika sudah memenuhi semua prasyarat itu, gerakan massa yang terjadi bisa disebut dengan People Power.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Ade Reza Hariyadi, mengaku tidak yakin people power bakal terjadi. Ia menilai, People Power muncul karena banyak pemicu, yaitu faktor sosial, politik, dan ekonomi yang bertemu, juga kondisi obyektif dan subyektif yang muncul menjadi sebuah gerakan massa. "Sepanjang restoran masih ramai, mal ramai, anda masih bisa naik Grab dan Gojek, langganan kuota sehingga streaming tidak buffering, maka saya ragu People Power," ujar Ade.

Wacana People Power sebelumnya dicetuskan Politikus Partai Amanat Nasional, Amien Rais. Ia mengatakan akan mengerahkan massa atau People Power untuk turun ke jalan jika mereka menemukan kecurangan dalam Pilpres 2019. "Kalau kami memiliki bukti adanya kecurangan sistematis dan masif, saya akan mengerahkan massa untuk turun ke jalan, katakanlah Monas, dan menggelar People Power," kata Amien. Amien menuturkan, dia memilih menggerakkan People Power ketimbang menggugat hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi. Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat ini menyatakan tak percaya dengan Mahkamah Konstitusi.

Kekuatan rakyat dalam bentuk People Power sebesar apapun tidak serta merta bisa menggulingkan rezim, kecuali dengan dukungan militer. Dengan demikian, peranan militer sangat menentukan dalam perubahan. Baik murni bersandar pada kekuatannya sendiri, maupun karena dukungan dari luar. Dukungan luar pun tidak bisa serta merta mengambil alih kekuasaan, kecuali dengan dua jalan. Pertama, melalui kekuatan militer setempat. Sebagaimana yang dilakukan Amerika ketika menggulingkan Soekarno, melalui Soeharto. Kedua, melalui invasi militer, sebagaimana yang dilakukan Amerika ketika menggulingkan Saddam Husein.

Memang benar, bahwa People Power bisa digunakan untuk melakukan perubahan dengan menjatuhkan rezim yang ada, lalu menggantinya dengan rezim yang baru. Meski, sebagaimana uraian di atas, perubahan itu tidak serta merta karena kekuatan rakyat, tetapi karena adanya dukungan militer. Dukungan militer tersebut diberikan setelah adanya tekanan yang kuat dari rakyat. Posisi People Power dalam konteks ini semacam pengkondisian menuju terjadinya perubahan. Ini seperti yang terjadi saat Soeharto dipaksa turun dari jabatannya melalui People Power, setelah militer menyatakan berpihak kepada rakyat.

Target dari People Power pun kadang hanya sekadar mengganti rezim, sementara sistemnya masih tetap sistem lama. Kadang mengganti dua-duanya, sistem dan rezimnya sekaligus. Hanya saja, untuk target kedua ini sangat sulit diwujudkan melalui gerakan People Power. Kecuali, jika People Power tersebut dibentuk oleh kekuatan umat yang sadar dan menuntut perubahan berdasarkan ideologi Islam yang diyakininya. Kekuatan umat yang sadar ini terbentuk setelah umat dipersiapkan untuk meyakini dan menerima sistem Islam, baik sistem pemerintahannya, ekonomi, sosial, pendidikan, sanksi hukum maupun politik luar negerinya. Menyiapkan umat hingga memiliki kesadaran ideologis ini hanya bisa dilakukan oleh partai politik ideologis.

Kekuatan umat yang sadar ini tidak bisa berdiri sendiri, diperlukan kekuatan militer, untuk menjamin suksesnya peralihan kekuasaan tersebut.

Satu-satunya proses peralihan kekuasaan yang benar, dan dijamin sukses adalah metode thalab an-nushrah yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw. Selain sesuai dengan analisis faktual di atas, inilah metode satu-satunya yang telah dipraktikkan oleh Rasulullah Saw ketika menerima kekuasaan dari penduduk Yatsrib (Madinah).

Pihak yang mempunyai kekuatan ketika itu adalah kepala suku dan kabilah, maka kepada merekalah Rasulullah Saw berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkan pertolongan. Rasulullah pernah mendatangi Bani Tsaqif di Thaif, Bani Hanifah, Bani Kalb, Bani Amir bin Sha'sha'ah dan sejumlah kabilah lain. Namun, ternyata semuanya menolak. Ada yang menolak dengan keras, bahkan tidak manusiawi, seperti yang beliau alami di Thaif, ada juga yang menolak tanpa syarat, seperti yang beliau alami ketika menyatakan hasrat beliau kepada Bani Hanifah, atau ditolak karena beliau tidak mau mengabulkan syarat mereka, seperti yang beliau alami dari Bani Amir bin Sha'sha'ah.

Keteguhan Nabi Saw melakukan thalab an-nushrah di tengah penolakan yang keras tersebut justru menjadi indikasi, bahwa tindakan beliau ini hukumnya wajib. Alasannya: (1) karena langkah ini beliau lakukan dengan konsisten, apapun dampak dan resikonya; (2) dampak dan resiko yang beliau terima ternyata tetap tidak mengubah konsistensi beliau. Dua hal ini menjadi indikasi, bahwa cara dan langkah tersebut hukumnya memang wajib.

Dalam konteks sekarang, thalab an-nushrah bisa dilakukan terhadap kepala negara, kepala suku dan kabilah, militer serta siapa saja yang mempunyai kekuatan dan pengaruh secara riil di tengah masyarakat. Syaratnya, mereka harus mengimani sistem Islam dan membenarkannya.

Inilah satu-satunya cara yang legal dalam pandangan syariah dalam melakukan perubahan dan membangun pemerintahan Islam.

Wallahu a'lam bishshawab.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post