Mulyaningsih, S.Pt
Pemerhati masalah anak, remaja dan keluarga
Anggota Akademi Menulis Kreatif (AMK) Kalsel
Waktu begitu cepat berlalu, April telah menyapa kita dan tak terasa kini ia menuju akhir. Ada satu moment tepatnya di tanggal 22 April yang biasa ditunjukkan oleh aksi-aksi nyata. Ditanggal tersebut bertepatan dengan perayaan hari bumi. Di tahun ini ada hal yang berbeda ditunjukkan oleh para aktivis lingkungan.
Beberapa aktivis LSISK yang kebanyakan berasal dari UIN Antasari Banjarmasin ini mengajak masyarakat Kalsel untuk melek terhadap dampak buruk pertambangan dan perkebunan sawit, karenanya sisi mudharat jauh lebih besar dibandingkan manfaatnya. Mereka juga membentang spanduk warna bertuliskan #SaveMeratus, sebagai bukti konsisten dalam gerakan koalisi masyarakat sipil di Kalsel yang menolak keras aktivitas pertambangan di Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai tengah (HST).
Ketua umum LSISK, Abdul Hakim mengungkapkan saat ini lembaga peradilan tak berpihak kepada lingkungan dan kepentingan masyarakat. Terbukti dengan rontoknya dua kali gugatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) baik ditingkat pertama di PTUN Jakarta hingga tingkat banding di Pengadilan Tinggi TUN Jakarta (Kamis, 14/3/2019).
Abdul Hakim juga menyebutkan bukan hanya ancaman PT MCM (Mantimin Coal Mining), pegunungan Meratus juga akan dibebani dengan aktivitas perluasan tambang PT Antang Gunung Meratus (AGM) dalam wilayah konsesi PKP2B, dari 10 juta ton per tahun naik menjadi 25 ton per tahun. “Atas dasar itulah kami menolak Pegunungan Meratus dieksploitasi batubaranya. Sebab, berbagai kajian sudah membuktikan dampak yang dirasakan bagi lingkungan adalah dirasakan warga Kalsel, khususnya warga HST” (jejakrekam.com, 22/3).
Aksi penolakan tersebut juga dilakukan di Kota Idaman. Penolakan izin baru pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit di Pegunungan Meratus menjadi agenda besar puluhan organisasi pecinta alam ketika perayaan hari bumi di Kota Banjarbaru (Sabtu, 20/4). Dibungkus aksi damai, massa yang berjumlah 50-an orang melakukan long march dengan membentangkan spanduk merah bertuliskan: #SaveMeratus. Mereka jalan kaki dari tugu Simpang Empat Banjarbaru menuju Taman Van Der Pijl.
Korlap Aksi Hari Bumi, Muhammad Tamsi mengatakan agenda aksi kali ini jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya lantaran unjuk rasa mengusung isu bertema lokalitas seperti penolakan izin pertambangan batu bara dan kelapa sawit. Menurut dia, aksi ini sebagai suara protes terhadap maraknya izin pertambangan dan kelapa sawit di Pegunungan Meratus (m.kumparan.com, 20/4).
Subhanallah, dengan segenap tenaga mereka memperjuangkan bumi yang Allah ciptakan ini. Namun sayang sungguh sayang, kenyataan bicara lain. Ternyata pemerintah belum mau untuk mendengar aspirasi mereka. Padahal, sesungguhnya yang mereka suarakan adalah demi terjaganya kelestarian alam, agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Pemerintah justru melakukan hal-hal yang sebaliknya, dengan mudahnya mengizinkan sebuah perusahaan untuk mengambil dan memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di negeri ini. Dengan kekuasaannya, aktivitas mengambil SDA tadi di izinkan secara resmi. Padahal hal tersebut amat sangat bertentangan dengan UUD yang tercantum dalam pasal 33. Sungguh membuat miris dan sedih. Rakyat kembali dijadikan korban, sementara para pengusaha yang selalu diuntungkan.
Semua itu tidak lain adalah akibat dari diterapkannya sistem kapitalis-sekulerisme. Dalam sistem ini yang menjadi standar sebuah perbuatan adalah kebebasan dan manfaat, bukan halal-haram. Wajarlah memang jika seluruh perbuatannya akan melanggar aturan Islam. Ditambah lagi bahwa ternyata kapitalis mempunyai teman baik yaitu liberalisme. Lengkaplah sudah, akhirnya dengan mudah SDA dapat dikuasai oleh perorangan atau kelompok tertentu.
Jika kita telusuri, maka ternyata hampir di seluruh sektor dikuasinya. Tak menafikkan pula pada sektor ekonomi ini, ternyata tidak ada pembagian dalam hal kepemilikan. Mereka menganggap bahwa ketika ada uang maka sah-sah saja untuk menguasai SDA suatu negeri. Wajarlah pula ketika orang yang mempunyai kekuasaan alias pejabat dengan mudahnya menyerahkan SDA tersebut pada pengusaha yang mempunyai dompet tebal, baik ke asing ataupun lokal.
Oleh karena itulah, negeri yang kaya akan sumber daya alam yang luar biasa, namun ternyata rakyatnya banyak sekali yang berada di bawah garis layak alias miskin. Semua itu tersebab SDA nya dijual kepada para pengusaha yang kaya raya tersebut.
Sebagai Muslim maka sudah sewajarnya kita menggunakan Islam sebagai pedoman hidup. Artinya adalah menggunakan Islam dalam segala aspek kehidupan, tanpa ada pengecualian. Karena sejatinya Islam mengatur segala aspek kehidupan, bukan hanya ibadah dan akhlak saja. Termasuk di dalamnya adalah dalam sistem ekonomi. Islam telah jelas mengaturnya.
Dalam Islam, pengaturan terkait dengan kepemilikan terbagi menjadi tiga. Yaitu kepemilikan individu, umum dan negara. Semua itu ada aturannya masing-masing dan telah jelas. Sebagaimana hadist Nabi SAW,
“Kaum Muslimin memiliki kepentingan bersama dalam tiga perkara, yaitu: padang rumput, air dan api” (HR Abu Daud)
Seperti gambaran hadist di atas bahwa kaum muslim berserikat dalam tiga hal yaitu padang rumput, air dan api. Jika suatu barang termasuk dalam ketiga hal tadi maka haram hukumnya bagi orang atau kelompok untuk menguasainya secara sepihak. Ada kewajiban negara untuk semaksimal mungkin mengelolanya dan dikembalikan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Termasuk pula dengan barang tambang yang jumlahnya tak terbatas, maka masuk pada kepemilikan umum dan haram hukumnya dikelola oleh orang atau kelompok. Seperti gambaran kasus di atas bahwa ada keinginan dari sekelompok orang yang tergabung dalam sebuah perusahaan untuk mengambil SDA (emas hitam) yang ada di sekitar pegunungan Meratus tersebut. Maka hal tersebut seharusnya tidak diizinkan oleh pemerintah.
Melihat gelagat dari para pengusaha, seperti yang di gambarkan pada kejadian di atas maka seharusnya pemerintah bertindak tegas dan jelas. Ketegasan dan kejelasannya itu seharusnya nampak pada penolakan izin pada proses penambangan SDA. Bukan karena ingin melestarikan lingkungan saja atau ingin menghindari segala bencana yang diakibatkan karena rusaknya lingkungan. Bukan hal itu, namun hanya ingin menjalankan perintah Allah SWT. Semata-mata ingin mengharap Ridho Allah dan keberkahan dariNya. Semua itu wujud dari keimanan serta ketaqwaan kita. Dengan begitu maka insyaAllah kesejahteraan akan didapatkan oleh rakyat, tidak seperti sekarang ini.
Tentunya hanya dengan sistem Islam yang mampu menjaga serta mensejahterakan rakyatnya. Semua dapat terwujud dengan cara mencampakkan sistem yang ada, kemudian menggantinya dengan Islam. Sistem Islam ini akan bisa diterapkan jika institusi serta pemimpinnya menerapkan Islam secara menyeluruh. Istitusi yang dimaksud adalah Khilafah dan pemimpinnya dinamakan Kholifah. Dengan begitu maka kekisruhan pengelolaan SDA akan segera tertangani dan rakyat akan mendapatkan haknya dengan baik. Save Meratus with Islam. Semoga akan segera terwujud dan tentulah perlu peran aktif kita untuk mencapainnya. Berjuang bersama, itulah wujud peran kita. Wallahu a’lam. [ ]
Post a Comment