Oleh: Sitti Nurlyanti Sanwar
(Aktivis DIPO Semarang)
Belum kering luka di New Zealand, luka baru kini tertumpah lagi di Mali. Aksi sejumlah pria menyamar sebagai pemburu telah membantai setidaknya 134 petani telah penggembala muslim di Ogossogou, Mali Tengah. Menurut PBB, wanita yang sedang hamil dibunuh dan beberapa korban dibakar hidup-hidup. (internasional.sindonews.com, 25/3/2019)
Milisi etnik Dogon menjadi pihak yang bertanggung jawab atas pembantaian yang terjadi pada hari sabtu, sebelum fajar di desa Etnis Peuhl. (muslimobbsession.com, 25/3/2019)
Tak terhitung lagi nyawa yang melayang atas tindakan beringas yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam. Palestina diserang oleh Israel dan Yahudi, Rohingya diserang oleh militer Myanmar, umat muslim New Zealand ditembaki oleh pembenci Islam serta korban-korban muslim lainnya di seluruh dunia dimana Islam menjadi minoritas.
Islam menempatkan nyawa sebagai sesuatu penghargaan yang tertinggi. Seperti dalam firman Allah Swt QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 32,
“Siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi".
Allah Swt pun mengazab bila seorang membunuh seorang mukmin dengan azab yang sangat berat. Allah Swt berfirman:
"Dan barang siapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya."(QS. An-Nisa' 4: Ayat 93)
Ketika masa kepemimpinan Rasulullah Saw, Khulafah Rasyidin dan para Khalifah setelahnya begitu menjaga tiap nyawa kaum muslim. Tidak dibiarkan setetes darah pun mengalir. Umat Islam kala itu merasa tenang dan dilindungi. Namun saat ini, nyawa kaum muslim seolah tak ada artinya. Rasa benci para musuh-musuh Islam sudah mendarah daging pada tubuh mereka. Tak terbendung lagi hasrat untuk memusnahkan kaum muslim dari muka bumi.
Lihatlah serangan genosida yang dilakukan Israel kepada saudara-saudara kita di Palestina, apakah negeri-negeri muslim menentang? Membantunya? Nyatanya tidak. Negeri-negeri muslim hanya diam seribu bahasa. Bersuara tetapi hanya dibalik meja, mengecam tanpa bertindak. Hanya sekedar mengirim bantuan logistik tanpa mengirim pasukan tentara.
Nasionalisme membuat umat Islam terkotak-kotak, antara negara satu dan lainnya tidak boleh ikut campur. Padahal umat Islam itu ibarat satu tubuh, bila ada satu bagian tubuh sakit maka tubuh lainnya ikut merasakan sakit. Nasionalisme bak racun berbalut madu, pemahaman kufur yang sengaja ditanamkan kafir Barat untuk mengerat-ngeratkan kesatuan kaum muslimin sehingga umat lemah tak berdaya bahkan sekedar untuk saling membantu satu sama lainnya.
Beginilah kondisi umat Islam ketika tak ada perisai. Pembantaian dan pembunuhan terhadap umat Islam akan terus terjadi, ratusan bahkan ribuan nyawa akan terus melayang serta tetesan darah segar kaum muslim tak akan berhenti mengalir.
Sudah saatnya kita mencampakkan sistem demokrasi yang terbukti tidak mampu menjadi perisai umat, dan menggantinya dengan sistem Khilafah. Satu-satunya sistem yang berasal dari Allah Swt sebagai pencipta dan pengatur hidup kita.
“Sungguh Imam (Khalifah) itu laksana perisai, orang-orang akan berperang dibelakang dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya” ( HR. Al Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, dan Ahmad).
Post a Comment