Potret Pendidikan Dan Pekerjaan Di Sistem Kapitalisme

Penulis : Sri Yana

Pendidikan adalah investasi masa mendatang, seyogyanya di raih dan dicita-citakan oleh setiap orang. Namun kini biaya pendidikan amatlah mahal. Hanya orang-orang yang kayalah yang dapat mengenyam pendidikan.

Seperti yang dilansir m.medcom.id, 24/12/2018 bahwa menurut CEO HarukaEDU Novistiar Rustandi di Jakarta menjelaskan tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap dunia pendidikan masih dikategorikan rendah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah siswa di Indonesia yang melanjutkan ke perguruan tinggi meningkat setiap tahunnya, yaitu pada tahun ajaran 2010/2011 terdapat 1,08 juta mahasiswa baru dan ditahun 2014/2015 terdapat 1,45 juta mahasiswa baru. Berarti pertahunnya mengalami peningkatan. Tetapi hanya 8,15 persen saja dari total remaja usia 15 tahun ke atas yang dapat menyelesaikan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi.

Kenapa hal itu bisa terjadi? Yang kuliah banyak, namun yang lulus hanya beberapa persen saja. Itu disebabkan mahasiswa yang melanjutkan ke perguruan tinggi terkendala dengan biaya. Dari sebagian mereka  ada yang putus diawal atau di tengah ketika menempuh pendidikan tersebut. Mau tak mau harus hengkang dari kampus tersebut.

Meskipun awalnya mereka sudah priper untuk kuliah, namun apalah daya,  bagai bertepuk sebelah tangan. Nasib pun mengakuinya.

Akhirnya mereka mencari kerja, ada yang dapat pekerjaan dan ada yang tetap menganggur. Yang lainnya membuka lapangan kerja sendiri.

Fakta pada masa rezim ini pekerjaan amatlah sulit. Tidak dapat dipungkiri untuk mendapatkan gaji UMR ( Upah Minimum Regional) harus bekerja di perusahaan yang bonafit. 

Untuk bergeliat di perusahaan bonafit tersebut diperlukannya rekan atau teman yang memiliki jabatan di perusahaan tersebut. Tak tanggung-tanggung kasus memberi amplop adalah hal yang lumrah.

Berbeda dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani, sebagaimana yang dilansir dari (m.detik.com, 15/3/2019) bahwa Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (BLU LPDP) merupakan lembaga di bawah Kementrian Keuangan yang memberikan fasilitas kepada masyarakat yang ingin melanjutkan pendidikan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Namun hal itu, tidaklah mudah. Bantuan Pemerintah melalui  BLU LPDP hanya mengenai segelintir pelajar, tidak mengenai semua pelajar yang membutuhkan.

Apalagi ditambah sulitnya Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) yang akan dilaksanakan oleh Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMP) dan panitia UTBK lokal di setiap provinsi.

"Kapasitas kursi 30 ribu sudah tersedia untuk dua gelombang. Jumlah peserta 16.479 sejauh ini untuk gelombang pertama,"ungkap Menteri Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Menristkdikti) Mohammad Nasir yang meninjau lokasi didampingi oleh Ketua Pelaksanaan Eksekutif LTMPT Budi Prasetyo Widyobroto.

Menelisik ujian-ujian PTN, yang diikuti oleh seluruh pelajar di Indonesia, mulai dari Sabang sampai Merauke, hanya 30 ribu saja yang diterima gelombang 1 dan 2. Persaingan yang cukup ketat. Alih-alih melakukan suap menyuap agar mendapatkan kursi di perguruan tinggi.

Kenapa bisa terjadi? Karena tak dipungkiri di sistem kapitalisme inilah pihak pemodal alias orang kaya lah yang berkuasa. Bisa membeli kursi pendidikan dengan mudah. Dampaknya yang miskin semakin miskin, yang kaya semakin kaya.
Meskipun beritanya melalui (belmawa.ristekdikti.go.id, 8/3/2019 tentang adanya Kartu Indonesia Pintar yang diungkapkan Prof. Rina Indiastuti selaku sekretaris Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, memberikan bantuan bidikmisi sebagai program unggulan dan memberikan kesempatan kepada anak Indonesia yang cerdas tetapi memiliki keterbatasan ekonomi.

Namun apakah Kartu Indonesia Pintar benar-benar diterima oleh pelajar miskin? Belum tentu. Kartu tersebut, terkadang salah sasaran.

Mengingat di sistem kapitalisme ini, masyarakat umumnya suka diberikan gratis. Saking sulitnya di seluruh aspek kehidupan, dari ekonomi, pendidikan, sosial, politik, dan lain-lainnya.

Oleh karena itu diperlukannya sistem dimana kehidupan umat terjamin dengan baik, yaitu tidak lain dan tidak bukan hanya kembali dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah, yang merupakan kepemimpinan Islam, yaitu kepemimpinan Islam yang tiada tandingannya. 

Di sistem Islam ini, pendidikan akan di cover oleh pemerintah, dari yang miskin sampai yang kaya, dari yang muslim sampai non muslim. 

Berdasarkan sirah Nabi Muhammad SAW dan tarikh Daulah Khilafah  Islam ( Al-Baghdadi, 1996), negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ketahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas yang disediakan negara.

Contohnya adalah Madrasah Al-Muntashiriah yang didirikan Khalifah Al-Muntahsir Billah di Kota Baghdad. Di sekolah in setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4, 25 gr emas). Dan kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara.

Selain itu dalam Islam tidak hanya pendidikan, tapi aspek lainnya, seperti  bagi kaum laki-laki yang tidak memiliki pekerjaan pun diberikan pekerjaan. Karena bagi seorang laki-laki bekerja dalam Islam adalah wajib. 
Sebagaimana firman Allah SWT: 
اَلرِِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسآَءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ
" Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (An Nisaa': 34)

Dengan begitu di sistem Islam tidak akan adanya kaum laki-laki  yang menganggur. Pendidikan dan pekerjaan akan didapatkan dengan mudah, tanpa adanya diskriminasi antara yang kaya dan miskin
Waallahu a'lam bish shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post