Menepis Nestapa, Tak Cukup Bersabar Saja

Oleh: Dewi Nasjag
Member Akademi Menulis Kreatif

Inna lillahi wa inna ilaihi raaji'un.  Hanya rasa  sedih,  sesak, pilu,  serta ucapan bela sungkawa saja yang  hanya  bisa  kita ucapkan. Tak ada daya untuk menolong saudara seiman.  Seolah tiada henti umat muslim menjadi bulan-bulanan kaum kafir laknatunallah.

Kali ini, umat muslim di  Selandia baru mengalaminya.  Ketika  hendak  melaksanakan ibadah shalat Jumat (15/03/2019) mereka diserbu peluru. Peristiwa itu terjadi di dua masjid, yaitu Masjid Al-Noer (Deans Avenue) dan Masjid Linwood Avenue, Christchurch.  Mereka sengaja masuk  ke dalam masjid dan  menembaki setiap  orang  yang melintas di hadapannya.   Seperti layaknya _sniper_ dalam sebuah _game online_, mereka menghabisi puluhan  nyawa yang dianggap tak berharga sedikitpun. Kabar terakhir menyebutkan, total korban yang meninggal dunia sebanyak 50 orang.

Keempat tersangka, 3 pria dan 1 wanita, telah ditangkap. Salah satunya adalah Brenton Tarrant (28 tahun) yang  sempat mengunggah manifesto sepanjang 87 halaman. Manifesto yang diunggah secara daring yang dipenuhi pandangan anti-imigran dan antimuslim sebelum ia melakukan aksi penembakan brutalnya di Christchurch.

Namun sungguh aneh, media Barat hari ini hanya menyebutnya “Gun man” alias pria bersenjata saja. Selayaknya seluruh dunia menobatkan mereka sebagai teroris. Karena jelas ini teror dari  teroris sesungguhnya!! Justru ketika umat muslim tersangkut masalah teror, baru status terduga saja sudah tak ada ampun. Mereka ditembak mati aparat,  nyaris tanpa pembelaan dan bukti yang cukup.  Semua karena label teroris.  Sementara, jika pelakunya nonmuslim tak akan kita dengar label tersebut.  Sebuah realita dan diskriminasi yang pahit untuk ditelan oleh kaum muslimin.

Wahai jiwa-jiwa yang selama ini terlelap dalam tidur fana. Wahai  mata-mata yang selama ini memicing, mengungkung  dan memanjakan diri dalam  cara hidup yang individualis plus apatis. 
Wahai diri yang selama ini enggan  peduli  dengan  sesama, kecuali hanya kepedulian  hidup dalam kutatan urusan pribadi.
Cobalah bangun  dan belalakkan mata  sejenak, agar kau mampu  menyaksikan  kebenaran.
Bahwa stigma buruk, tudingan radikal, ekstrimis dan teroris, yang selama ini gencar di lemparkan untuk kaum muslim, sama sekali tak terbukti. Justru dari dulu hingga sekarang  umatlah yang menjadi  korban.  Why?  Karena umat tak punya pelindung dan penjaga! Lalu, apakah cukup kita semua bersabar dan berdoa saja?

Khilafah adalah Al Junnah (pelindung dan penjaga) 

Islam tak hanya mengajarkan sabar-tawakal dan berdoa saja.  Tapi  ajarannya bersifat menyeluruh  atau kaaffah. Islam mengatur seluruh urusan, dari urusan tata rumah tangga hingga tata negara.

Rasulullah, ketika diri pribadinya dicaci , diludahi bahkan  dilempari kotoran,  beliau bersabar dan mendoakan  pelakunya agar diampuni Allah SWT dan  mendapatkan hidayah.  Namun, saat Rasulullah mendapat kabar bahwa ada seorang wanita  muslim yang dilecehkan oleh Bani Qainuqa', Beliau Saw tidak berdiam diri. Wanita itu dengan sengaja dipermalukan dengan cara disingkap auratnya saat berada  di pasar.  Lantas, mereka dengan pongahnya tak mau mengakui kesalahan dan meminta maaf. Maka, hari itu juga, Rasulullah  menyiapkan pasukan untuk memerangi mereka.

Abu Bakar Shiddiq termasuk ke dalam 10 orang pertama yang memeluk Islam.  Namun, ia tetap menyayangi saudara-saudaranya yang kafir.  Ia serahkan hartanya untuk menyantuni siapapun mereka, tanpa memandang apa agamanya.  Tapi ketika  muslim diperangi, ia menyerahkan seluruh hartanya untuk membantu pasukan perang memerangi orang-orang kafir yang keji.

Umar bin Khattab, ketika mengetahui Rasulullah dan umat Islam diperangi orang-orang kafir, ia segera menyeret pedangnya sepanjang jalan. Sampai setan-setan yang melihatnya lari tunggang langgang lantaran  takut dan gemetar  melihat bagaimana luar biasa amarahnya seorang Umar.

Utsman Bin Affan, pemuda tampan, kaya raya, dan memiliki hati dermawan kepada sesama manusia.  Ia juga tak segan memberikan seluruh hartanya untuk pasukan perang Rasulullah jika kaum muslim diperangi orang-orang kafir.

Ali Bin Abi Thalib, sahabat yang memiliki sopan santun yang terjaga. Pemuda tampan, cerdas serta memiliki cahaya teduh di wajahnya, lembut tutur katanya.  Namun, beliau menjadi garda terdepan kaum muslim dalam medan jihad. Pemuda berumur 17 tahun yang begitu pemberani, sehingga ditempatkan di barisan terdepan pasukan perang. Sungguh Beliau tak memberi ampun bagi mereka yang menyakiti umat muslim dengan keji.

Begitu pula dengan Khalid bin Walid dan Sa'ad Bin Abi Waqash. Khalid bin Walid sangat piawai dalam memainkan pedang sehingga diberi dijuluki Saifullah (pedang Allah).  Sedangkan Sa’ad memiliki busur panah paling mematikan, tak pernah sekalipun panahnya meleset dari sasaran.  Ia tak segan menarik busur panahnya untuk memerangi orang-orang keji. Hanya butuh 2 orang ini untuk menaklukan Persia dan Romawi yang pada saat itu telah menghinakan Islam dan Rasul-Nya. Maasya Allah!

Mereka semua adalah orang-orang terbaik, yang begitu santun dan dermawan. Lemah lembut tak pernah berbuat keji kepada kaum kafir sejak mereka beriman. Mereka adalah pemimpin umat, menjadi penguasa atau panglima perang. Namun, mereka marah ketika saudara seimannya terluka, marah ketika Rasulnya dihina, marah ketika orang-orang kafir keji itu semena-mena.

Kini, sahabat-sahabat tangguh seperti mereka sudah tiada. Para khalifah pun tak ada lagi. Sejak runtuhnya Kekhilafahan di Turki ( 3 Maret 1924), umat Islam tak lagi memiliki perisai .  Tak ada lagi yang benar-benar melindungi, selain hanya Allah SWT.  Padahal selalu saja kita dengar penderitaan dan nestapa umat Islam. Mereka dilecehkan, diusir bahkan dibunuh tanpa hak. Itulah yang dialami oleh umat Islam di Palestina, Xinjiang, Rohingya, atau di mana pun ketika umat Islam minoritas.

Lalu kita harus bagaimana, kalau bersabar dan berdoa tak cukup? Jawabnya, mengupayakan sang perisai kembali tegak dalam kenyataan. Apa mungkin? Bukankah banyak yang ragu, bahkan umat Islam sendiri? Sang perisai (khilafah) dianggap utopis.
Sesungguhnya, tegaknya kembali Khilafah Islamiyah  di muka bumi ini adalah sebuah kepastian.  Bisyarah Rasulullah sekaligus  janji  Allah SWT dalam al-Qur'an.  Takkan ada  yang mampu menepisnya.
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.” (TQS. An Nur : 55)

Sungguh jika Allah SWT berjanji, Dia akan nemenuhi janji -Nya.  Tapi tidak cukup diyakini tetapi benar-benar harus diwujudkan.  Karena itu, siapapun tidak boleh berdiam diri dari upaya menegakkan syariah dan khilafah.  Apalagi dengan dalih bahwa itu sudah janji Allah SWT,  tidak perlu diperjuangkan .
Sebagaimana sudah dimaklumi, Allah telah memerintahkan perkara fardu atau wajib. Sebagian disebut fardu ain atau kewajiban individual seperti rukun iman. Dan sebagian disebut fardu kifayah atau kewajiban kolektif, seperti mengurus jenazah. Namun ada satu fardu kifayah yang telah di lupakan oleh kebanyakan muslim., yaitu mengangkat dan membaiat seorang Imam atau khalifah. Khilafah inilah yang akan menegakkan hukum Allah di dunia. 

Sungguh sebuah kemaksiatan jika berdiam diri atas penderitaan sesama muslim. Mereka membutuhkan al junnah (pelindung), yaitu khilafah. Maka, mewujudkan, mendakwahkan  dan memperjuangkannya adalah kewajiban sekaligus kebutuhan yang tak bisa ditawar.  Karena khilafah telah terbukti selama13 abad lebih  membawa  berkah dan rahmat kepada seluruh alam..  Perlindungan dan penjagaannya melingkupi  tiap-tiap individu warga negara,  muslim maupun nonmuslim. Dengan demikian, agama, kehormatan, harta bahkan jiwa manusia akan terjaga dengan sempurna. Wallahu’alam[]

Post a Comment

Previous Post Next Post