Penulis : SW. Retnani, S.Pd.
Tak hanya emas kekayaan dari negara Indonesia. Bangsa kita ini memiliki hamparan hutan yang menghijau bagai permadani. Bahkan Indonesia pernah mendapat julukan sebagai paru - paru dunia karena wilayah hutannya yang sangat luas. Dimana fungsi hutan amat penting bagi kehidupan, yakni sebagai penghasil oksigen.
Namun, julukan sebagai paru- paru dunia kini telah sirna. Seiring dengan sirnanya hutan sebagai penghasil oksigen. Disebabkan seringnya terjadi kasus kebakaran hutan yang melanda negeri kita. Area hutan makin sempit. Polusi udara menerjang dan menghadang kesehatan, terutama di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Sebagaimana dilansir dari Serambinews.com, pekanbaru - Kondisi kabut asap kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau, berdampak terhadap 13 sekolah terpaksa diliburkan, karena bisa mengganggu kesehatan anak didik, Senin (25/2/2019).
Semua ini berawal dari pengelolaan lahan dan hutan gambut yang dilandaskan pada pandangan sekuler dan diadopsinya agenda hegemoni climate change/ EBT yakni salah satunya adalah minyak sawit sebagai dasar biofuel. Padahal, adanya perkebunan kelapa sawit ini pun memberikan dampak negatif terhadap Lingkungan. Misalnya, hilangnya hutan hujan dan terganggunya populasi hewan.
Perusakan hutan dan lahan gambut untuk perkebunan sawit juga merugikan manusia. Sebab lahan gambut berfungsi sebagai penyimpan karbon dalam jumlah yang sangat besar. Maka dengan adanya perusakan ini, polusi udara akan meningkat.
Perusakan lahan gambut dalam jumlah besar merupakan pelanggaran perundangan kehutanan nasional.
Kebakaran hutan dan lahan gambut sering terjadi, bukan hanya karena faktor alam saja. Melainkan juga karena ulah tangan manusia. Antaralain, membuka lahan perkebunan dengan cara membakar hutan yang akan dijadikan lahan. Tak bisa dibayangkan apabila pembakaran dilakukan oleh perusahaan besar, maka lahan yang dibakar pun mencakup wilayah yang sangat luas. Dan hal ini sangat berbahaya jika kebakaran terjadi dilahan gambut atau rawa. Pasti apinya akan sangat mudah menjalar kemana- mana.
Kebakaran hutan bisa juga terjadi karena adanya konflik antara pemilik perusahaan dengan masyarakat yang memiliki lahan. Pihak perusahaan yang ingin mengambil alih lahan dari masyarakat, biasanya melakukan pembakaran terhadap lahan yang disengketa. Dengan cara licik dan jahat itu, perusahaan akan mudah merebut dan menguasai lahan dari masyarakat. Sehingga dapat memicu kemarahan masyarakat. Maka akibatnya terjadilah saling membakar lahan.
Karhutla tak kunjung berhenti juga disebabkan kurangnya penegakkan hukum. Walaupun pasal undang - undang tentang pembakaran hutan sudah sangat jelas- jelas dilarang. Namun, karena hukuman yang diberikan bagi yang melanggar masih sangat lemah dan terkesan asal ada ditambah oknum- oknum peradilan yang mudah sekali untuk disuap. Apalagi adanya slogan, hukum tumpul keatas, tajam kebawah. Maka akibatnya, makin banyaklah oknum- oknum yang melanggar aturan dan membakar hutan secara besar- besaran untuk membuka lahan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perusahaan besar atau para pemodal besar yang digawangin oleh amtek- anteknya di pemerintahan.
Jadi pembakaran hutan dan lahan gambut akan terus menerjang hutan di Indonesia selama rezim sebagai pelaksana sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme.
Semua ini akan berdampak negatif pada Lingkungan dan kesehatan manusia. Contohnya adalah banjir, akibat hutan gundul sehingga tidak mampu menyimpan air disaat musim penghujan. Tanah longsor, polusi udara meningkat karena adanya kebakaran hutan. Penyakit ISPA dan jarak pandang berkurang akibat kabut asap. Berkurangnya sumber air dan bahan baku industri yang menggunakan kayu, rotan dll. Pemanasan global serta musnahnya flora dan fauna yang hidup di hutan.
Dengan demikian segala kerusakan yang terjadi disebabkan oleh tangan usil manusia telah Alloh swt gambarkan didalam kitab suci Al Qur'an.
Allah SWT berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
zhoharol-fasaadu fil-barri wal-bahri bimaa kasabat aidin-naasi liyuziiqohum ba'dhollazii 'amiluu la'allahum yarji'uun
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
(QS. Ar-Rum 30: Ayat 41).
Karenanya solusi satu- satunya agar karhutla segera berakhir adalah meninggalkan sistem kehidupan sekuler dan secepatnya kembali pada pangkuan Khilafah. Penjagaan Khilafah pada pengelolaan hutan dan lahan gambut didasarkan pada paradigma yang shohih, demikian pula mendudukkan program EBT secara bijaksana. Sebagaimana sabda Rasululloh saw: "Kaum Muslim berserikat memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api" (HR. Ibnu Majah).
Inilah mengapa Indonesia butuh Khilafah, demi masyarakat sejahtera, aman dan makmur. Umat akan terjaga seluruh haknya. Negara pun akan mudah menunaikan segala kewajibannya. Dengan penerapan Syariat Islam Kaffah Islam akan berfungsi sebagai rahmatan lil alamin.
Wallohu a'lam bish showab.