Penulis : Dinda Rahma
Sebuah keimanan yang dimiliki setiap muslim akan hadir dengan prinsipnya yaitu ketakwaanya kepada Allah. Dalam ketakwaannya, hanya dibutuhkan cinta dan benci. Yaitu mencintai Allah dan Rasul-Nya dan membenci segala keburukan yang menyelisihi Allah dan Rasul-Nya. Rasa ini harus ada pada diri setiap muslim. Sebab, ia hidup hanya untuk mengharap ridho-Nya. Rasa ini juga harus diaplikasikan dan dibuktikan oleh setiap muslim dalam Din-Nya untuk mendapatkan manisnya iman di setiap masa hidupnya.
Terdapat tiga perkara yang menjadi sebab seseorang mendapatkan manisnya iman. Pertama, siapa saja yang lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya. Kedua, mencintai seseorang yang tidak ia cintai kecuali karena Allah. Ketiga, benci kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan dari kekufurannya. Tiga pekara tersebut adalah tanda keimanan seseorang. Dan sifat tersebut adalah ikatan iman yang paling kokoh sebab loyalitasnya kepada Allah dengan mencintai dan membenci karena Allah.
Ikatan iman yang paling kokoh, telah ditegaskan yaitu dengan kepatuhan dan kesetiaan kepada Allah, Rasul-Nya, dan Din-Nya. Itu adalah bukti keimananan yang kuat. Ikatan iman tersebut, meniscayakan seseorang atas cintanya pada Sang Khaliq yakni dengan mendakwahkan Din-Nya sesuai metode yang digariskan oleh Rasul-Nya. Sebab, dalam Q.S Ali Imran [3]: 104 adalah kewajiban setiap muslim untuk berdakwah, beramar ma’ruf nahi mungkar.
Sebuah jalan mulia, ketika kita berdakwah, saling menasihati untuk memperjuangkan Din-Nya dengan lembut dan niat ikhlas. Terang-benderanglah kehidupan ketika islam mendorong untuk saling menolong dalam kebaikan. Inilah jalan atas dasar cinta dan benci karena Allah. Sampai-sampai Tamim ad-Dari ra menuturkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda ‘Addiinun nashiihatu’ agama itu adalah nasihat. Rasulullah saw. pun menyifati an-nashihah sebagai pondasi islam, memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Hakikatnya dakwah dalam Din-Nya, setiap muslim dengan muslim lainnya, mereka tertunjuki untuk saling mencintai karena Allah. Lalu mereka berada pada satu visi untuk menegakkan kehidupan Islam dan membenci keburukan. Kemudian menjadi ummatan wahidatan, meleburnya dalam satu wilayah, syari’at islam menjadi satu-satunya aturan, dan indahnya memiliki su’ur (perasaan) yang sama.
Melihat fakta sekarang, hati ini sangat tergores dengan adanya kriminalisasi khilafah ajaran islam yang merupakan mahkotanya kewajiban, kemudian pembubaran ormas Islam. Hal tersebut sudah jelas bagian daripada dakwah. Hal tersebut juga membawa kepada keimanan yang sesungguhnya, sebab sebaik-sebaik penjaga ketakwaan kita terhadap Allah yaitu dalam khilafah. Jelas, para pengemban dakwah sungguh sangat mulia dengan jalannya, sebab besarnya cinta pada saudara-saudari muslim karena Allah, mereka mengubah lapisan masyarakat menuju kehidupan islam, kehidupan yang Allah ridhoi. Maka sebuah kesalahan besar, kezaliman, ketika menghalang-halangi bahkan mempersekusi dakwah dan pengembannya. Karena siapapun yang mempersekusi dakwah, ia telah nyata mengikuti langkah setan, meniru perbuatan kaum munafik juga kaum kuffar. Perbuatan itu tentu sangatlah jauh dari konteks tanda sempurnanya iman. Mereka yang berbuat buruk pada dakwah dan pengembannya dengan berbagai motif alasan, pasti kembali pada dua kebatilan. Pertama, Syubhat (pemahaman yang bertentangan dengan islam). Kedua, Syahwat (jabatan, materi dan lainnya).
Sudah saatnya setiap muslim mencintai dakwah dan pengembannya bukan menghalangi bahkan mempersekusi. Karena sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Jangan saling mendengki, membenci, dan berselisih. Mencintai dakwah dan pengembannya merupakan bukti keimanannya dalam loyalitas kepada Allah, Rasul-Nya, dan Din-Nya. Mencintai apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya dan membenci apa yang di benci Allah dan Rasul-Nya. Sudah saatnya pula kita beranjak dari zona syubhat dan syahwat, beranjak dari segala hal yang akan membawa kita pada nyalanya api. Kemudian, menjadi bagian dari dakwah, menjadi bagian dari pengemban dakwah, untuk mewujudkan ketakwaan kepada Allah dalam konteks menyempurnakan iman dengan cinta dan benci karena Allah.
Aktivitas dakwah adalah kewajiban semua muslim. Sudah selayaknya kita meneruskan dan melanjutkan risalah Islam yang dulu di emban Rasulullah Saw. Hambatan dan tantangan dakwah merupakan ujian kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebesar apakah keimanan itu hadir dalam dakwah, akan menentukan kuat tidaknya menghadang gempuran rezim zhalim nan kufur. Dakwah takkan berhenti hanya karena di persekusi. Jika bukan kita yang berjuang, tentu orang lain akan mengambil peluang itu. Peluang mengubur rezim otoriter sekaligus mencampakkan sistemnya. Islam dan syariatnya-lah yang akan menghempaskan dan menenggelamkannya. Bersama umat kita songsong penerapan syariah al Khilafah 'ala Minhajj an Nubuwwah. Itulah masa kembalinya peradaban Islam, bersinar cemerlang serta kembalinya predikat "Khairu Ummah".
Wallahu a’lam bi ash-shawab
Post a Comment