N3 Payakumbuh - Akhir akhir ini,
di Negara kita sebenarnya tidak terlepas dari persoalan karakter. Pendidikan
karakter yang seharusnya di dapatkan dari masa kanak kanak, malah membuat
banyak anak menyimpan dari apa yang diharapkan.
Salah seorang pendidik di kota
Payakumbuh, Mhd. Muharnis, S.Pd, sehari-hari selain mengajar bidang studi IPS
di SMPN 3 Payakumbuh, juga dipercaya sebagai pembina pramuka, kepada wartawan diruang
kerjanya, Jum’at (6/4), mengatakan, apabila kita lihat rusaknya karakter
generasi muda minangkabau disebabkan oleh beberapa faktor.
Diantaranya, kurang bisanya
orangtua memberikan ketauladanan serta batasan-batasan dan tuntunan orangtua.
Apabila kita melihat dari masa lalu, bahwa pembentukan karakter dimulai dari
rumah tangga dan surau.
Namun, jika dilihat masa
sekarang. Anak-anak tidak lagi mendapatkan pendidikan karakter di rumahnya
sendiri ataupun surau, sehingga lebih mendengar pendapat dari orang lain diluar
rumahnya.
Sehingga, mendekati kepada
pergaulan yang ada di jalanan. “Akibatnya menyebabkan anak-anak sekarang
seakan-akan kehilangan jati dirinya sebagai orang minangkabau yang beradab.
Sesuai dengan sunnah rasulullah yakninya 'bayyiti jhannati',“ ujar Mhd.
Muharnis.
Ditambahkan Mhd. Muharnis, hal
ini seiring dengan kecendrungan seorang remaja yang sedang mencari identitas
diri dan selalu mencari hal hal yang baru. Ditambah lagi dengan kebudayaan
asing yang sangat kuat mempengaruh generasi muda.
Hal ini dapat membuat mereka
lebih terjerumus ke dalam hal hal negatif. Pada tahap ini, orang tua dan
pendidik berperan penting dalam memberi pendidikan dan pengawasan kepada anak
tersebut.
Lalu apa penyebab rusaknya
karakter anak dizaman sekarang? Rusaknya pendidikan karakter menjadi salah satu
penyebab Negara Indonesia bisa dikatakan belum maju. rusaknya pendidikan
karakter disebabkan oleh berbagai macam hal-hal negatif.
Misalnya, teknologi, mungkin
adalah suatu contoh dari berbagai macam hal yang merusak pendidikan karakter
bangsa di Indonesia, utamanya di kalangan remaja contohya saja banyak sekali
remja yang meggunakan perlatan teknologi untuk hal-hal yang negatif, misalnya
yang lagi marak sekarang ini adalah trafficking melalui facebook, twitter, dan
jejaring sosial lainnya.
Harapan saya selaku tenaga
pendidik di kota yang saya cintai ini, pendidikan karakter bisa dimasukkan
dalam kurikulum pendidikan agar siswa dapat memahami dan merealisasikannya
dalam kehidupan bermasyarakat.
Pendidikan karakter tak hanya
menjadi tugas guru pelajaran agama ataupun PPN, tetapi juga seluruh guru. Bukan
hanya di lingkup sekolah, pendidikan karakter harus dipikul pula oleh
masyarakat secara luas.
“Yang terpenting, keluarga
sebagai unit terkecil dalam masyarakat pun memanggul tugas memberikan pendidikan
karakter terhadap anak pada fase paling awal, “terang Mhd. Muharnis. (Rahmat
Sitepu)