N3 Limapuluh
Kota - Tingginya harga komoditas gambir belakangan ini yang mencapai
angka Rp100 ribu/kilogram mendatangkan peningkatan pendapatan ekonomi
masyatakat di Jorong Landai, Nagari Harau. Pendapatan perkapita
masyarakat di jorong berpenduduk 200 KK tersebut, bahkan bisa melebihi
pendapatan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Hanya
saja, sejumlah petani gambir di Jorong Landai terkendala karena tidak
adanya kepastian harga gambir di pasaran. Ketika harga tinggi, warga
Landai mengaku menangguk keuntungan besar, tapi ketika harga turun,
mereka bisa tak punya pendapatan.
"Harusnya
ada regulasi yang mengatur sistem pengolahan maupun penjualan komoditi
gambir, agar masyarakat kita tidak selalu dipermainkan oleh para toke
dan tengkulak," kata Nel Gustian, Wali Jorong Landai, ketika berdiskusi
dengan tim Safari Ramadhan II yang diketuai Wabup Ferizal Ridwan.
Di jorong Landai yang berpenduduk
sekitar 400 jiwa, selain petani yang mengolah sawah dan ikan, mayoritas
warga sekitar bekerja mengolah gambir. Gustian menyebut, produksi
komoditas gambir di Landai mencapai 2 Ton/ minggu atau sekitar 8
ton/bulan.
"Jika dikalkulasikan dengan harga
gambir saat ini yakni Rp50 ribu/kilogram maka penghasilan masyarakat
kami yang berjumlah 200 KK bisa mencapai Rp10 hingga Rp20 juta/bulan.
Ini setelah dikeluarkan biaya produksi dan pengolahan. Lebih tinggi dari
penghasilan Pegawai Negeri Sipil," ungkapnya.
Hanya
saja, saat ini kondisi petani perkebunan gambir di Landai belum mampu
memproduksi komoditi yang mengandung zat Katekin itu dengan mutu
terbaik. Ini disebabkan, para petani masih menggunakan pengolahan dengan
cara tradisional. Hal itu diduga menjadi penyebab turun naiknya harga
gambir. Kondisi itu menimbulkan tidak adanya kepastian harga sehingga
cenderung fluktuatif setiap bulan.
Wakil
Bupati Ferizal Ridwan, meminta agar pemerintah nagari Harau
berkoordinasi dengan Dinas Perkebunan, DBPMDN serta Diskoperindag, guna
merancang regulasi, baik dalam bentuk Perbup atau Pernag tentang tata
cara pengolahan dan sistim penjualan komodity gambir. Terkait
pengolahan, katanya, para petani gambir perlu diberikan pembinaan,
pelatihan serta edukasi bagaimana tata cara mengolah gambir yang baik.
"Nanti,
undang kami ketika rapat kerja agar saya bisa memfasilitasi dengan OPD
terkait. Nagari ke depan musti bisa berperan membangun inofasi terhadap
sistim perdagangan gambir ini. Kalau bisa ini dikelola melalui BUM-Nag.
Karena, selain melalui kerjasama pemerintah, untuk BUM-Nag, kini sesuai
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, itu, Pemnag dibolehkan membuat
kerjasama bisnis to bisnis dengan perusahaan atau pihak swasta," tutur
Wabup Ferizal. (Rahmat Sitepu))