N3, Jakarta ~ Komisi
Pemberantasan Korupsi meminta Kementerian Kesehatan mendisiplinkan
rumah sakit dalam menyusun rencana kebutuhan obat yang jadi basis
penghitungan kebutuhan obat nasional.
Ketidakdisiplinan PiS menyusun RKO
turut memicu kelangkaan obat yang merugikan pasien yang jadi peserta
Jaminan Kesehatan Nasional.
Wakil
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata, di Gedung
KPK, di Jakarta, menyatakan, rencana kebutuhan obat (RKO)
tahunan RS yang tak disampaikan membuat lelang kebutuhan obat di katalog
elektronik tak sesuai kebutuhan nil. Saat obat tak tersedia, pasien
terpaksa membeli obat nongenerik di luar RS dan tak bisa ditagihkan ke
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
"Penyusunan RKO belum berjalan baik. Kami dorong lewat Menteri Kesehatan agar RKO disusun dengan baik," ujarnya.
Menurut
Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, pasar obat di Indonesia
pada 2016 diperkirakan Rp 69 triliun, 60 persennya obat dengan resep.
Dari jumlah itu, Rp 5 triliun ialah obat generik yang sebagian besar
digunakan 169 juta peserta JKN. Saat obat tidak ada, puskesmas merujuk
pasien ke RS sehingga ada penumpukan pasien di RS. "Saat obat tak ada,
RS rujuk balik lalu memberi resep yang harus ditebus pasien," ujarnya.