N3, Padang ~ Ternyata kasus permainan pajak permurnian sebesar Rp.24 milyar lebih yang diduga dilakukan PT. Statika dan PT. LMK yang telah ditelusuri LSM dan beberapa media Sumatera Barat mulai terkuak. Pasalnya dari hasil konfirmasi dengan pemilik perusahaan PT. Statika Soehinto, terindikasi ada kejanggalan kejanggalan dalam memberikan informasi serta tidak enggan memberikan ataupun memperlihatkan barang bukti kepada wartawan.
Soehinto saat ditemui diruang kerjanya membantah dan mengatakan bahwasannya pihaknya sama sekali tidak pernah melakukan atau menjalin kerjasama dengan pihak lain yang belum memenuhi syarat.
"kami tidak pernah menjalin kerjasama dengan rekanan yang dituduhkan tersebut semenjak
mulai dari perusahaan kami beroperasional di Kabupaten Padang Pariaman, dan dapat dipastikan tidak mungkin kami bekerjasama dengan rekanan yang tidak bisa memenuhi persyaratan legalitasnya" ucapnya berulang kali.
Sedangkan tentang adanya dugaan penggelapan pajak, ia juga menerangkan pihaknya selalu melakukan pembayaran retribusi sebesar Rp.2500/ ton x dengan kemampuan produksi 3000 ton/ per, kepada pihak pemerintah Kabupaten Padangpariaman. Dimana untuk setiap bulannya, kalau dikalkulasikan pihak dari PT. Statika mengambil material olahan rata-rata 100 ton, ucap Soehinto seraya menyuruh anggotanya untuk mengambil bukti seluruh berkas yang terkait dengan persoalan tersebut.
Anehnya, saat bukti atau berkas yang diduga legalitas dari perjanjian dengan rekanan, bukti pembayaran pajak, serta kelengkapan lainnya, Soehinto pun enggan memberikan dan memperlihatkan kepada wartawan. Dengan alasan, ini merupakan rahasia perusahaan dan tidak bisa diberikan atau diperlihatkan kepada siapapun, ucapnya.
Berdasarkan data yang diperoleh, bahwasannya yang hanya mempunyai Izin Legalitas dari Pemerintah Kabupaten Padangpariaman galian C hanya H.Baidir. sementara pihak lain, belum memenuhi syarat dan tidak memiliki izin untuk beraktifitas galian C di Kabupaten Padangpariaman.
Berdasarkan data yang diperoleh, bahwasannya yang hanya mempunyai Izin Legalitas dari Pemerintah Kabupaten Padangpariaman galian C hanya H.Baidir. sementara pihak lain, belum memenuhi syarat dan tidak memiliki izin untuk beraktifitas galian C di Kabupaten Padangpariaman.
Sebelumnya diberitakan,berdasarkan
data yang dimiliki oleh Forum Komunikasi (Forkom) LSM dan Media
Provinsi Sumatera Barat terdapat sepuluh perusahaan besar yang berada di
Sumatera Barat khususnya Stanchruser yang berada di Padang Pariaman
tidak memiliki izin dan tidak ada membayar pajak pemurnian.
Dari
temuan forum Komunikasi LSM dan tim dari media 'Gemanews, Media Buser, Bakinews dan Nusantaranews', terdapat sekitar kurang lebih 15 unit Stone
Crusher yang beroperasi di Padang Pariaman diantaranya, Stone Crusher
milik PT. Lubuk Minturun Konstruksi Persada (PT.LMKP), Stone Crusher
milik PT. Kunango Jantan (produksi tiang pancang/sheetpile), Stone
Crusher milik PT. Angkasa Teknik Raya (PT. ATR) atau PT. CKPM / PT.
CKPS, Stone Crusher milik PT. Jaya Sentrikon (produksi tiang
pancang/sheetpile), Stone Crusher milik PT. Rimbo Peraduan, Stone
Crusher milik PT. Statika Mitra Sarana (PT. SMS), Stone Crusher milik
PT. Kiambang Raya, Stone Crusher milik PT. Kyeryeong – PT. Yala Persada,
Stone Crusher milik PT. Anugrah Sahabat Mandiri , Stone Crusher milik
PT. UH/ PT.DKB dan Stone Crusher milik Ujang Balok di Pasa Dama
Paritmalintang. Dan beberapa perusahaan pemilik Stone Crusher tersebut
ada yang mempunyai Stone Crusher 1 unit hingga 3 unit yang lokasinya
berada di wilayah Padang Pariaman.
Dan asumsi diduga telah terjadi kerugian PAD Padang Pariaman yang bersumber dari
Pajak Mineral Bukan Logam: Pajak Galian C, Pajak Pemurnian, dan Pajak
Tanah Portland lebih kurang totalnya senilai Rp. 24.180.000.000/tahun. (Med/Arya/Nal)