N3, Jakarta
- Mahkamah Agung (MA) tidak bergeming dan tetap menghukum Hotasi Nababan
selama 4 tahun penjara. Mantan Direktur Utama (Dirut) Merpati Nusantara
Airlines (MNA) itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang
merugikan negara USD 1 juta.
Hotasi menjabat
sebagai Dirut PT MNA itu sejak 19 April 2002 hingga 2008. Selepas Hotasi
turun dari posisinya, Kejaksaan Agung (Kejagung) membidik proyek gagal
Merpati pada 2006.
Kala itu Merpati berniat
menyewa 2 unit pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 untuk
memperkuat armadanya. Sewa menyewa ini melalui Thirdstone Aircraft
Leasing Group (TALG) dengan syarat Refundable Security Deposit (RSD)
sebesar USD 1 juta. Namun di tengah perjalanan, sewa menyewa ini gagal.
Hotasi
kemudian menggugat PT TALG ke Pengadilan Distrik Columbia, Washington
DC dan hasilnya menang. PT TALG harus mengembalikan uang tersebut. Tidak
cukup, Hotasi juga mempidanakan petinggi PT TALG yaitu Jon Cooper dan
Alan Massner dan keduanya dihukum karena melakukan tindak pidana
penipuan.
Hotasi merasa semua masalah selesai.
Tetapi ternyata itu adalah awal dari sengkarut itu. Hotasi menilai
kasus itu perdata murni sedangkan Kejagung sebaliknya. Alhasil, giliran
Hotasi yang berurusan dengan pidana di Indonesia.
Pada
19 Februari 2013, Pengadilan Tipikor Jakarta membebaskan Hotasi dan
menjadi putusan bebas pertama dari pengadilan tersebut sepanjang
Pengadilan Tipikor Jakarta berdiri. Tapi putusan itu dianulir majelis
kasasi pada 7 Mei 2014. Artidjo Alkostar yang menjadi ketua majelis
dalam kasus itu menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara kepada Hotasi karena
korupsi secara bersama-sama.
Hotasi pun
dieksekusi ke LP Sukamiskin. Dari dalam penjara, Hotasi melayangkan
jalan pamungkas yaitu mengajukan peninjauan kembali (PK). Tapi apa kata
MA? "Menolak permohonan Hotasi P Nababan," kata majelis sebagaimana dilansir website MA, Jumat (26/8/2016).
Duduk
sebagai ketua majelis yaitu hakim agung Syarifuddin dengan anggota
hakim agung Andi Samsan Nganro dan hakim agung Syamsul Rakan Chaniago.
Majelis PK membuat 6 alasan mengapa Hotasi tetap dinyatakan bersalah.
"Perkara
kriminal yang dilakukan oleh Jon Cooper dan Alan Massner dengan perkara
Hotasi, adalah dua perkara yang masing-masing berdiri sendiri sehingga
putusan Pengadilan Negeri Amerika Serikat Distrik Columbia tidak dapat
menghilangkan unsur tindak pidana korupsi yang telah dipertimbangkan
dengan benar oleh judex juris (kasasi)," ucap majelis.
Alasan
kedua, Hotasi dinilai salah karena sewa menyewa USD 1 juta itu tidak
melalui mekanisme latter of credit atau escrow account, tetapi secara
cash ke rekening Hume & Associates PC.
"Sehingga uang security deposit tersebut dicairkan oleh TALG," cetus majelis dengan suara bulat. Alasan ketiga, MA menolak tegas alasan Hotasi bahwa kasus itu adalah semata-mata resiko bisnis. "Tetapi
perbuatan Hotasi sudah termasuk perbuatan melawan hukum dalam arti
pidana (wedderechttelijkeheid)," kata majelis menegaskan.
Alasan
kelima, proses penyewaan itu tidak sesuai prosedur yang berlaku di
Merpati. Yaitu setiap tindakan direksi perseroan yang membebankan
anggaran perseroan harus disetujui oleh pemegang saham melalui
pengesahan RAK Pj.
"Dalam perkara ini, Hotasi
tidak menempuh proses langsung dengan menggunakan dana yang bersumber
dari dana operasional," ucap majelis.
Alasan
keenam, persidangan di Pengadilan Negeri Washington DC memperjelas
kesalahan Hotasi. Menurut MA, dalih Hotasi tertipu tidak diterima secara
hukum.
"Hotasi tidak teliti dan tidak
mengindahkan ketentuan UU, maka PT MNA mengalami kerugian yang besar
yaitu hilangnya uang PT MNA sebesar USD 1 juta," pungkas majelis dalam
rapat yang diketok pada 4 September 2015.
Kini segala upaya hukum Hotasi telah habis. Pria kelahiran 7 Mei 1965 itu kini tengah mengajukan upaya grasi ke Presiden Jokowi.
Sumber: https://news.detik.com