N3~Imbas dari konten “ Cerita Busuk dari Seorang Bandit” yang ditulis Koordinator Kontras Haris Azhar dimedia sosial berbuntut panjang. Dengan kompak Badan Narkotika Nasional (BNN), Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Indonesia, melaporkan Haris ke Bareskrim Polri.
Melalui Sub Direktorat Hukum BNN Haris dilaporkan ke bareskrim dengan nomor laporan 765/VIII/Bareskrim Polri/2016, Badan Pembina Hukum TNI dengan nomor 766/VIII/Bareskrim Polri/2016 dan Divisi Hukum Polri dengan nomor 767/VIII/Bareskrim Polri/2016, setelah rapat kordinasi tiga institusi tersebut kepada Bareskrim Polri kemarin.
Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar selaku Kepala Divisi Humas Mabes Polri mengatakan, Haris dilaporkan atas dugaan melanggar pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Lebih jauh Boy menyatakan tulisan tersebut belum jelas pembenarannya namun telah disebarkan melalui media social dan menyangkut dengan tiga institusi besar Negara Indonesia.
"Kami pakai UU ITE karena berkaitan dengan penyebarluasan konten, yang memuat fitnah, termasuk pencemaran nama baik," kata Boy di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (3/8).
Dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE menyebutkan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Konten yang disebarkan Haris melalui media sosial akan dijadikan barang bukti dalam surat laporan ini, ungkap Boy. Namun sampai saat ini status hukum Haris masih sebagi terlapor dan belum ada penetapan sebagai tersangka, bebernya.
Status penetapan tersangka masih harus melalui proses penyelidikan dan penyidikan terlebih dahulu, dan kasusu Haris kini ditangani tim siber dari Bareskrim Mabes Polri. "Karena ini berkaitan dengan internet, maka ini penyelidikan dengan tim siber," ujar Boy.
Hingga saat sekarang ini, pihak Kepolisian belum menjadwalkan pemanggilan Haris. Haris juga diharapkan dapat membuktikan catatannya tersebut.
"Karena kalau dapat membuktikan, penyeberluasaan pencemaran nama baik, laporan itu dapat gugur. Sebaliknya kalau tidak dapat dibuktikan akan berdampak hukum," kata Boy.
Boy menambahkan, Kepolisian maupun BNN dan TNI tidak antikritik. Meski demikian, kritik menurutnya harus berdasarkan fakta yang terukur.
"Whistle blower bagus, tapi yang penting ada fakta aja. Kalo ngga ada, namanya ngawur," ucapnya. Dalam perkara ini, kesaksian Fredi itu dipublikasikan Haris lewat artikel berjudul "Cerita Busuk dari Seorang Bandit" dan beredar melalui media sosial setelah eksekusi mati Fredi Budiman dilakukan, Jumat (29/7) silam.
Dalam tulisannya dua tahun laluhasil wawancara Haris dengan Freddy disebut, ada sejumlah oknum penegak hukum yang diduga ikut berperan dalam bisnis narkoba yang melibatkan Fredi, di antaranya dari BNN, Polri, dan Bea Cukai. Para oknum ini menurut keterangan Fredi merima puluhan hingga ratusan miliar. Haris menulis, kesaksian Fredi itu dapat ditelusuri melalui pledoi dan pengacaranya.
Dari keterangan yang disampaikan Kapolri Jenderal Tito karnavian, pihaknya mengklaim sudah mendapatkan data pledoi dan telah memeriksa pengacara Fredi Budiman. "Semua tidak ada yang mengonfirmasi keterangan beliau, kata Tito.
Menurut Tito, selayaknya sebelum menyebarkan informasi ke publik, Haris seharusnya melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada sejumlah pihak yang disebut Fredi. Keterangan Fredi, kata Tito, harus didukung oleh sumber informasi yang lain dan tidak asal bicara saja.
Menurut sudut pandang intelijen, seperti kata Tito, Fredi sebagai pihak yang menyampaikan informasi itu harus bisa dipercaya karakteristiknya. Artinya, orang yang bersangkutan bicaranya harus selalu konsisten dalam memberikan keterangan dan tidak bertele-tele apalagi sakau.
"Tapi kalau saya lihat dari kasus ini, yang bersangkutan yaitu Fredi, dia terlibat beberapa kasus pidana sehingga mungkin kredibilitasnya sebagai sumber informasi belum tentu konsisten," kata Tito.
Melalui jumpa pers yang digelar Haris, ia mengungkapkan artikel "Cerita Busuk dari Seorang Bandit" dipublikasikan dua tahun setelah bertemu Fredi karena pertimbangan ketika itu masa menjelang pemilihan presiden dan kemungkinan tak akan mendapat perhatian publik. Selain itu apabila dipublikasikan saat Fredi masih hidup, kemungkinan juga tak mendapatkan perhatian. Hingga akhirnya, dia pun memutuskan untuk mempublikasikan tulisan tersebut pada Jumat (29/7).
Haris berpikir jika eksekusi mati itu tetap dilaksanakan, maka aparat penegak hukum akan kehilangan informasi soal pejabat yang mengambil keuntungan hingga miliaran rupiah dari bisnis narkoba.
"Dalam kurun waktu tujuh kali 24 jam saya diskusi dengan teman-teman dan akhirnya saya keluarkan tulisan ini. Itu resmi dan saya bertanggung jawab penuh atas tulisan tersebut," tuturnya. (Khalid)
Melalui Sub Direktorat Hukum BNN Haris dilaporkan ke bareskrim dengan nomor laporan 765/VIII/Bareskrim Polri/2016, Badan Pembina Hukum TNI dengan nomor 766/VIII/Bareskrim Polri/2016 dan Divisi Hukum Polri dengan nomor 767/VIII/Bareskrim Polri/2016, setelah rapat kordinasi tiga institusi tersebut kepada Bareskrim Polri kemarin.
Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar selaku Kepala Divisi Humas Mabes Polri mengatakan, Haris dilaporkan atas dugaan melanggar pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Lebih jauh Boy menyatakan tulisan tersebut belum jelas pembenarannya namun telah disebarkan melalui media social dan menyangkut dengan tiga institusi besar Negara Indonesia.
"Kami pakai UU ITE karena berkaitan dengan penyebarluasan konten, yang memuat fitnah, termasuk pencemaran nama baik," kata Boy di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (3/8).
Dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE menyebutkan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Konten yang disebarkan Haris melalui media sosial akan dijadikan barang bukti dalam surat laporan ini, ungkap Boy. Namun sampai saat ini status hukum Haris masih sebagi terlapor dan belum ada penetapan sebagai tersangka, bebernya.
Status penetapan tersangka masih harus melalui proses penyelidikan dan penyidikan terlebih dahulu, dan kasusu Haris kini ditangani tim siber dari Bareskrim Mabes Polri. "Karena ini berkaitan dengan internet, maka ini penyelidikan dengan tim siber," ujar Boy.
Hingga saat sekarang ini, pihak Kepolisian belum menjadwalkan pemanggilan Haris. Haris juga diharapkan dapat membuktikan catatannya tersebut.
"Karena kalau dapat membuktikan, penyeberluasaan pencemaran nama baik, laporan itu dapat gugur. Sebaliknya kalau tidak dapat dibuktikan akan berdampak hukum," kata Boy.
Boy menambahkan, Kepolisian maupun BNN dan TNI tidak antikritik. Meski demikian, kritik menurutnya harus berdasarkan fakta yang terukur.
"Whistle blower bagus, tapi yang penting ada fakta aja. Kalo ngga ada, namanya ngawur," ucapnya. Dalam perkara ini, kesaksian Fredi itu dipublikasikan Haris lewat artikel berjudul "Cerita Busuk dari Seorang Bandit" dan beredar melalui media sosial setelah eksekusi mati Fredi Budiman dilakukan, Jumat (29/7) silam.
Dalam tulisannya dua tahun laluhasil wawancara Haris dengan Freddy disebut, ada sejumlah oknum penegak hukum yang diduga ikut berperan dalam bisnis narkoba yang melibatkan Fredi, di antaranya dari BNN, Polri, dan Bea Cukai. Para oknum ini menurut keterangan Fredi merima puluhan hingga ratusan miliar. Haris menulis, kesaksian Fredi itu dapat ditelusuri melalui pledoi dan pengacaranya.
Dari keterangan yang disampaikan Kapolri Jenderal Tito karnavian, pihaknya mengklaim sudah mendapatkan data pledoi dan telah memeriksa pengacara Fredi Budiman. "Semua tidak ada yang mengonfirmasi keterangan beliau, kata Tito.
Menurut Tito, selayaknya sebelum menyebarkan informasi ke publik, Haris seharusnya melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada sejumlah pihak yang disebut Fredi. Keterangan Fredi, kata Tito, harus didukung oleh sumber informasi yang lain dan tidak asal bicara saja.
Menurut sudut pandang intelijen, seperti kata Tito, Fredi sebagai pihak yang menyampaikan informasi itu harus bisa dipercaya karakteristiknya. Artinya, orang yang bersangkutan bicaranya harus selalu konsisten dalam memberikan keterangan dan tidak bertele-tele apalagi sakau.
"Tapi kalau saya lihat dari kasus ini, yang bersangkutan yaitu Fredi, dia terlibat beberapa kasus pidana sehingga mungkin kredibilitasnya sebagai sumber informasi belum tentu konsisten," kata Tito.
Melalui jumpa pers yang digelar Haris, ia mengungkapkan artikel "Cerita Busuk dari Seorang Bandit" dipublikasikan dua tahun setelah bertemu Fredi karena pertimbangan ketika itu masa menjelang pemilihan presiden dan kemungkinan tak akan mendapat perhatian publik. Selain itu apabila dipublikasikan saat Fredi masih hidup, kemungkinan juga tak mendapatkan perhatian. Hingga akhirnya, dia pun memutuskan untuk mempublikasikan tulisan tersebut pada Jumat (29/7).
Haris berpikir jika eksekusi mati itu tetap dilaksanakan, maka aparat penegak hukum akan kehilangan informasi soal pejabat yang mengambil keuntungan hingga miliaran rupiah dari bisnis narkoba.
"Dalam kurun waktu tujuh kali 24 jam saya diskusi dengan teman-teman dan akhirnya saya keluarkan tulisan ini. Itu resmi dan saya bertanggung jawab penuh atas tulisan tersebut," tuturnya. (Khalid)