Padang, Nn ~ Anak sekolah merupakan kaum muda yang dapat berperan sebagai pengubah atau “agent of change” perilaku diri sendiri dan keluarga mereka. Sementara kesibukan para orang tua dalam pekerjaannya, tidak sempat memahami banyak hal dalam pendidikan anak dan keluarga khususnya merubah diri sendiri dan keluarga dalam mengguankan pangan lokal. Ternyata masalah gizi dan kesehatan banyak disebabkan kurangnya pemahaman keluarga terhadap pilihan makanan yang bermutu dan cukup.
Sekolah sebagai wadah promosi pangan lokal dapat melakukan upaya promotif, dan preventif mencakup peranan pangan lokal senagai alternatif penanggulangan masalah gizi kurang pada balita yang banyak disebabkan karena masalah konsumsi. Konsep hidup sehat dengan “ pangan lokal” tercermin dari prilaku anak sekolah, sejak usai sekolah dan akhirnya mereka menjadikan pola hidup dan pesan “sehat” dalam keluarga masing-masing. Ingatan kita tidak bisa dilupakan bagaimana sepanjang hari anak-anak dapt bernyanyi tentang lagu-lagu yang mudang mereka pelajari disekolah misalnya “ kurang vitamin A”yang dengan mudah mereka nyanyikan di sekolah maupun di keluarga mereka. Demikina juga dengan ungkapan anak sekolah pada waktu di rumah “….kata bu guru….”, hal ini menunjukan anak dapat berperan sebagai “agent of change” atau perubah prilaku keluarga. Artinya mereka dapat menjadi jalur penyampaian pesan kita kepada keluarga khususnya pengembangan “ pangan lokal’ di masyarakat kita.
Pengembangan sekolah dengan “ pangan lokal” dapat dilakukan melalui pendekatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang erupakan sala satu kegiatan pembinaan puskemas di sekolah. Kegiatan dapat dilakukan melalui berbagai macam diantaranya melalui “Taman Sekolah” seprti semboyan mari tanam pangan local, memperingati hari pangan lokal, lomba pangan lokal, warung pangan lokal, penelitian siswa tentang gizi dan kesehatan melalui pangan lokal, dll.
Dr. Hj. Rosnini Safitri, M. Kes, menjelaskan dengan maraknya kejadian luar biasa dalam hal pangan, yaitu kelaparan dan rawan gizi, kini saatnya masyarakat kita membangun penghargaan terhadap pangan lokal, yang semakin terpinggirkan oleh pangan modern. Masayarakat mengalami kekurangan makanan, karena pangan lokal tidak lagi diangggap sebagai pangan pokok yang bergizi. Pengolahan pangan lokal perlu ditingkatkan agar pangan lokal mendapatkan kembali harga dirinya.
Perubahan prilaku yang merubah dari perilaku makanan modern kembali kepada makanan lokal membutuhkan waktu dan usaha. Melalui peringatan hari pangan sedunia pada tangal 16 Oktober, anak sekolah sebagai insan intelektual di masa yang akan datang perlu di manfaatkan untuk merubah perilaku makan untuk diri sendiri dan juga sebagai “agent of change” terhadap keluarga dan masyarakat. Berbahagialah anak sekolah yang menghargai pangan lokal, karena mereka menikmati harga diri dan mampu berperan untuk meningkatkan kualitas bangsa ungkap Rosnini.
KONSEP PROMOSI KESEHATAN
Promosi kesehatan merupakan upaya kesehatan yang lebih menekankan kepada peningkatan kemampuan hidup sehat, bukan sekedar perilaku sehat. Lawrence Green (1984) merumuskan “Promosi Kesehatan” adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi keehatan”. Piagam Ottawa” (Ottawa Charter, 1986) mengungkapkan bahwa promosi kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, promosi kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan sendiri. Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap perilaku kseshatan, maka kegiataannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut seperti yang dikemukakan Lawrence Green (1980) yaitu factor predisposing, enabling, dan reinforcing.
Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor predisposing adalah dalam bentuk pemberian informasi atau pesan kesehatan termasuk disini pesan menggunakan pangan local dalam konsumsi anak dan keluarga, kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor enabling adalah memberdayakan masyarakat melalui pengorganisasian atau pengembangan masyarakat termasuk disini bagaimana memanfaatkan anak sekolah dalam menyebar luaskan pesan pangan lokal.
Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor reinforcing adalah berupa pelatihan-pelatihan kepada tokoh masyarakat termasuk disini peranan anak sekolah sebagai tokoh di rumah, karena keterpelajarannya dianggap orang yang banyak tahu, maka mereka harus dilatih bagaimana mengembangkan pangan lokal di keluarga agar keluargadapat hidup sehat.
TANTANGAN PANGAN LOKAL
Pangan lokal biasanya bebas dari tambahan “kimia” yang berasal dari pupuk atau insektisida. Manusia biasanya mendapatkan kesehatan bermutu dengn makanan pangan lokal, tetapi kebiasaaan “tidak seimbang” sudah meracuni sebagian besar masyarakat kita, temasuk masyarakat pedesaan. Bila menjamu tamu orang desapun sering menyodorkan pangan kaleng, sedangkan dihalaman rumahnya tersedia berbagai tanaman local yang sehat dan mutu gizinya baik.
Seringkali, orang memelihara ayam untuk dijual, mencari ikan untuk dijual tetapi tidak pernah berpikir bahwa pertama-tama diperuntukkan bagi peningkatan gizi keluarga khususnya anak-anaknya.
Dengan demikian pangan local sudah berorientasi “ekspor”. Dalam kebikan masyarakat, pangan local tidak pernah dipromosikan sebagai kekuatan ekonomis yang membangun gizi dan ktersediaan pangan yang cukup bagi masyarakat. Pangan local dihargai sebagai “fast food”. Dalam artian yang asli, yaitu sesaat dan sekali saja.
Orang zaman sekarang lebih percaya pada pangan yang berlabel. Mayarakat sering menggunakannya untuk memenuhi keperluan makanan keluarga. Akal sehat masyarakat telah dikurung oleh labelisasi, sehingga pangan local yang tidak berlabel menjadi kurang diperhatikan apalagi mendapat penghargaan. Makanan sehat dari oangan local tidak dianggap dan dicurigai, karena tidak mendapat dari kajian sejenis.
PEMBENTUKKAN PERILAKU PANGAN LOKAL
Pengelola pangan lokal harus cerdas dalam mengembangkan cara pembuatan dan cara sajinya, sehingga tetap menarik masyarakat kita. Untuk mencapai penhargaan yang meluas dikalangan masyarakat, penganekaragaman makanan perlu ditananmkan sejak usia dini, melalui jalur pendidikan formal (sekolah) ataupun non formal (keluarga).
Perilaku yang benar terhadap pangan lokal ini merupakan suatu penghargaan terhadap para petani. Masyarakat perlu mengembangan suatu proses pembentukkan yang mengarahkan manusia terhadap penghargaant akan hasil usaha manusia, dalam hal ini hasil pangan lokal yang banyak terdapat dilingkungan disekitar kita (Denni).