Padang, AMT - Pembangunan kampus II Universitas Bung Hatta di Kampung Tarusan, Kelurahan Aia Pacah Padang akhirnya menjadi bencana bagi warga sekitar. Buruknya sistem drainase kampus membuat sebagian warga harus bergelut dengan banjir setiap kali hujan mengguyur. Selain itu, pihak UBH juga dituding tidak pro warga dengan menutup semua akses bagi warga untuk berjualan demi memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Masyarakat manapun tentu berharap pembangunan kampus di kampung mereka akan memberikan manfaat yang besar bagi penghidupan mereka. Rumah-rumah kos dan kantin-kantin lantas dibangun di sekitar lokasi. Meskipun begitu, tapi tidak jarang juga warga harus menelan kekecewaan seperti yang terjadi di Kampung Tarusan, Aia Pacah.
Bencana diawali dengan terganggunya akses jalan masuk warga akibat dua tiang listrik yang berdiri di tengah jalan. Dua tiang listrik ini sebenarnya tidak akan menjadi masalah yang besar jika jalan yang direncanakan pihak Dinas TRTB selebar 8 meter tersebut dibangun sesuai rencana, bukannya 2,5 meter seperti sekarang.
Tidak cukup sampai disana, pihak UBH juga menutup akses bagi mahasiswa untuk berbelanja keluar kampus dengan cara memagari jalan. Bukan itu saja, buruknya drainase kampus menyebabkan setiap kali datang hujan rumah-rumah warga di sebelah timur harus menerima banjir hingga setinggi lutut orang dewasa.
Warga sudah beberapa kali mencoba mengajukan permohonan secara lisan dan tulisan pada pihak UBH agar bersedia memperbaiki sistem drainase dan membuatkan pintu pada pagar sebagai akses jalan bagi mahasiswa menuju kedai warga. Warga bahkan bersedia menyiapkan satu buah pintu besi jika permintaan mereka dapat dipenuhi oleh pihak UBH. Sayangnya, permohonan tersebut tidak ditanggapi sama sekali.
Setelah permohonan warga tidak ditanggapi, warga kemudian menyurati Walikota dan DPRD Kota Padang untuk dapat menjadi mediator. Sayangnya, pihak eksekutif dan legislatif yang notabenenya dipilih oleh mereka juga tidak memberikan solusi terhadap persoalan tersebut.
Meskipun minim dukungan, warga mengaku tetap tidak akan menyerah dalam memperjuangkan nasib mereka. “Kami akan berjuang untuk menuntut tangggungjawab pihak UBH. Kami tidak akan pernah mundur,” ujar Jen yang didampingi Jamanir kepada AMT.
Jen juga berharap dukungan dari kalangan Pers dan LSM sebab menurutnya hanya Pers dan LSM yang bisa membantu agar permasalahan banjir yang melanda kawasan pemukiman mereka dapat teratasi. “ Kami sangat kecewa dengan Walikota dan DPRD yang tak mau peduli dengan nasib kami. Hanya Pers dan LSM tempat kami menggantungkan harapan”, pungkasnya.
Gayungpun bersambut, harapan Jen dan masyarakat Kampung Tarusan Air Pacah mendapat respon dari Dewan LSM Bersatu (DLB) Sumbar. Ismail Novendra, anggota DLB Sumbar berjanji akan langsung mempertanyakan perihal surat yang telah dilayangkan masyarakat Kampung Tarusan pada Walikota dan DPRD Padang.
“Kita akan presure Walikota dan DPRD terkait masalah ini. Jangan biarkan masyarakat teraniaya gara-gara pembangunan kampus II UBH tersebut”, ujar Ismail yang juga merupakan Wakil Ketua GNPK Sumbar. *Tay/Top
Masyarakat manapun tentu berharap pembangunan kampus di kampung mereka akan memberikan manfaat yang besar bagi penghidupan mereka. Rumah-rumah kos dan kantin-kantin lantas dibangun di sekitar lokasi. Meskipun begitu, tapi tidak jarang juga warga harus menelan kekecewaan seperti yang terjadi di Kampung Tarusan, Aia Pacah.
Bencana diawali dengan terganggunya akses jalan masuk warga akibat dua tiang listrik yang berdiri di tengah jalan. Dua tiang listrik ini sebenarnya tidak akan menjadi masalah yang besar jika jalan yang direncanakan pihak Dinas TRTB selebar 8 meter tersebut dibangun sesuai rencana, bukannya 2,5 meter seperti sekarang.
Tidak cukup sampai disana, pihak UBH juga menutup akses bagi mahasiswa untuk berbelanja keluar kampus dengan cara memagari jalan. Bukan itu saja, buruknya drainase kampus menyebabkan setiap kali datang hujan rumah-rumah warga di sebelah timur harus menerima banjir hingga setinggi lutut orang dewasa.
Warga sudah beberapa kali mencoba mengajukan permohonan secara lisan dan tulisan pada pihak UBH agar bersedia memperbaiki sistem drainase dan membuatkan pintu pada pagar sebagai akses jalan bagi mahasiswa menuju kedai warga. Warga bahkan bersedia menyiapkan satu buah pintu besi jika permintaan mereka dapat dipenuhi oleh pihak UBH. Sayangnya, permohonan tersebut tidak ditanggapi sama sekali.
Setelah permohonan warga tidak ditanggapi, warga kemudian menyurati Walikota dan DPRD Kota Padang untuk dapat menjadi mediator. Sayangnya, pihak eksekutif dan legislatif yang notabenenya dipilih oleh mereka juga tidak memberikan solusi terhadap persoalan tersebut.
Meskipun minim dukungan, warga mengaku tetap tidak akan menyerah dalam memperjuangkan nasib mereka. “Kami akan berjuang untuk menuntut tangggungjawab pihak UBH. Kami tidak akan pernah mundur,” ujar Jen yang didampingi Jamanir kepada AMT.
Jen juga berharap dukungan dari kalangan Pers dan LSM sebab menurutnya hanya Pers dan LSM yang bisa membantu agar permasalahan banjir yang melanda kawasan pemukiman mereka dapat teratasi. “ Kami sangat kecewa dengan Walikota dan DPRD yang tak mau peduli dengan nasib kami. Hanya Pers dan LSM tempat kami menggantungkan harapan”, pungkasnya.
Gayungpun bersambut, harapan Jen dan masyarakat Kampung Tarusan Air Pacah mendapat respon dari Dewan LSM Bersatu (DLB) Sumbar. Ismail Novendra, anggota DLB Sumbar berjanji akan langsung mempertanyakan perihal surat yang telah dilayangkan masyarakat Kampung Tarusan pada Walikota dan DPRD Padang.
“Kita akan presure Walikota dan DPRD terkait masalah ini. Jangan biarkan masyarakat teraniaya gara-gara pembangunan kampus II UBH tersebut”, ujar Ismail yang juga merupakan Wakil Ketua GNPK Sumbar. *Tay/Top