IP Ajak Bupati/Wako Optimalkan Pengentasan Kemiskinan

Nn, Padang -- Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno mengajak bupati dan wali kota di daerah itu, supaya mengoptimalkan pengentasan kemiskinan dengan memfokuskan pelaksanaan program pembangunan pada lintas sektor melalui pola pemberdayaan masyarakat.       Sebagus apapun program yang dipersiapkan dan dipikirkan kepala daerah, tapi kalau pemberdayaan masyarakat tak dilakukan akan sulit berhasil dan dicapai target.

Ini disampaikan Gubernur Irwan Prayitno pada rapat koordinasi dengan instansi di lingkup provinsi dan kabupaten/kota di gubernuran, Kamis siang (2/5). Hadir dalam kesempatan tersebut, Walikota Sawahlunto Amran Nur sebagai pembicara utama, Bupati / Walikota se Sumbar, Kepala SKPD dilingkungan Pemprov. Sumbar.

Menurut gubernur, salah satu upaya cukup strategis dalam pengurangan kemiskinan dan pengangguran di Sumbar dengan menyentuh potensi yang dimiliki masyarakat sendiri, sehingga program yang dilaksanakan sesuai keingian dan kebutuhan.

Kini angka kemiskinan tingkat provinsi, setiap tahun memang terjadi penuranan dan akhir 2012 sudah di posisi delapan persen dan angka pengangguran tercatat 142.186 orang yang harus dibuka peluang kerja dan usaha.

Dalam gerakan pengentasan kemiskinan dan pengangguran semua instansi pemerintah daerah dapat berperan dengan memberikan berbagai kecakapan hidup dan memotivasi, misalnya melaksanakan pelatihan-pelatihan di bidang bengkel, menjahit, masak atau tata boga dan lainnya.

Jadi, melalui kecakapan yang dimiliki masyarakat miskin atau pengangguran akan bisa berusaha secara mandiri, meskipun modal awal terbatas. Sekarang tinggal bagaimana menjadi tekad bersama untuk menggerakan dan memberdayakan masyarakat tersebut.

Irwan Prayitno mengatakan, berusaha dengan mandiri sudah pilihan dan cocok dengan karakter masyarakat Minang yang suka berdagang. Masyarakat kalau menjadi pekerja dalam berbagai program padat karya, produktivitasnya akan rendah karena tak mau diatur dan diperintah.

Maka masyarakat memilih menjadi oner, manejer dan pekerja sendiri serta target pendapatan yang diinginkan usaha yang digelutinya, jika pun ada usaha yang kerja sama tetapi polanya bagi hasil.

Irwan mengatakan satu bukti masyarakat tak mau jadi pekerja di Sumbar lihatlah tak industri besar yang bertahan lama, sebut saja perusahaan roti Biscuit yang akhirnya tutup. Jikapun sekarang ada perusahaan besar atau banyak program padat karya dilakukan, pekerja banyak yang didatangkan dari laur daerah, terutama dari Jawa.

Akan lain halnya, jika ada kegiatan sistem borongan suatu kegiatan proyek, mungkin saja ada pekerja dari masyarakat Minang, karena menentukan batas waktu selesai sesuai target mereka.

Gubernur minta instansi di kabupaten dan kota termasuk kepala daerahnya mencontoh pola dan strategis dilakukan Wali Kota Sawahlunto Amran Nur, yang mampu menekan angka penangguran sampai 2,4 persen atau nomor dua terbaik di Indonesia setelah Bali.

Padahal, pada 2002 Kota Sawahlunto dikhawatirkan banyak orang di negeri ini akan menjadi kota mati dan dihuni hantu karena akan ditinggalkan penduduknya, akibat usaha tak ada harapan di kota tambang itu.

Fakta itu, kata gubernur, semua anggapan banyak orang termasuk kalangan elit di negeri ini terjawab sudah, bahwa Sawahlunto yang memiliki empat kecamatan itu bangkit, bahkan bertaburan prestasi.

"Upaya yang dilakukan Walikota Sawahlunto dengan pola pemberdayaan masyarakat secara optimal setiap program yang dijalankan sesuai dengan diharapkan masyarakat dan dilakukan pendampingan," ujarnya.

Pemerintah provinsi sudah menyampaikan kepada bupati dan wali kota, jika program provinsi dan pusat tak ada dialokasikan dana pendampingan dari APDB setempat, maka usulan tak akan diakomodir.

Apabila tak ada dana pendampingan tentu dalam pelaksanaan program tidak serius, bahkan tak tercapai sasaran yang diharapkan untuk merubah pola hidup masyarakat. "Kita tak akan sungkan meninggal daerah yang tak merespon program provinsi atau pemerintah pusat karena merupakan konsekuensi. Ketegasan ini sudah pernah dijalankan ketika adanya bantuan dana kontijensi senilai Rp.52 miliar dari pusat, tapi ada daerah tak menanggapi dipindahkan ke kabupaten/kota yang siap menjalankan," kata Irwan.

Pemerintah provinsi tidak untuk memerintahkan, apalagi memaksakan bupati dan wali kota untuk menjalankan program provinsi di daerahnya, karena bukan bawahan dari gubernur dan mereka juga dipilih langsung rakyat.

Salah satu cara, tambah gubernur, bagi daerah yang tak menanggapi atau menyiapkan dana pendampingan dalam APBD tak diberi program dan jangan salahkan Pemprov Sumbar, dan masyarakat di kabupaten/kota dapat menilai sendiri. Zardi
Previous Post Next Post