Nn, Padang – Hidup dengan tanggungan empat orang cucu beserta anak dan menantu, tidak membuat Nurmiati (67) tahun patah arang. Dengan penghasilan 20 ribu perhari, selama puluhan tahun ia jalani dengan perjuangan berkutat membuat sarang ketupat.
Pada wajah renta dimakan usia ini, tergores kegetiran hidup yang dialaminya. Meski demikian, prinsip hidupnya patut diacungkan jempol “Biarlah hidup begini, asal tidak meminta-minta,” ujarnya sambil kedua tangannya yang keriput itu cekatan merajut sarang ketupat.
Digubuk reyot yang dihuni oleh tujuh orang tersebut, merupakan saksi dari perjalanan hidupnya. Semenjak ditinggal suami beberapa tahun lalu yang juga kuli bangunan, ia bersama anak, menantu dan keempat orang cucunya berjuang mengais rezeki melalui helai daun kelapa.
Sementara menantunya yang juga kerja serabutan tidak mampu berbuat banyak. Terkadang sehari bekerja satu bulan nganggur, begitu seterusnya. Dan untuk menutupi biaya hidup semakin tinggi, ia juga turut membantu sang mertua membuat sarang ketupat, terang Nurmiati.
Dalam sehari Nurmiati beserta anak dan cucu, mampu membuat sarang ketupat sebanyak 500 buah, dan apabila ada pesanan, bisa mencapai 1000 buah. Namun hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan harga jualnya. Karena dari 500 buah sarang ketupat, itu hanya dijual Rp. 40 ribu. Kalau dipotong untuk membeli bahan dan ongkos-ongkos, hasil bersih cuman Rp. 20 ribu.
Akantetapi Nurmiati tidak mengeluh, baginya untuk dapat makan pagi dan sore saja, sudah cukup. “yang penting hidup perlu bersyukur, dan berusaha, dan ketentuannya kita serahkan kepada Allah,”.
Pada kesempatan itu Nurmiati berharap, mudah-mudahan kegetiran hidup yang dialami ia dan anaknya ini, sebagai pelecut bagi cucu-cucunya, sehingga mereka bisa berhasil dan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang tua dan orang lain. Pintanya. nkt
Pada wajah renta dimakan usia ini, tergores kegetiran hidup yang dialaminya. Meski demikian, prinsip hidupnya patut diacungkan jempol “Biarlah hidup begini, asal tidak meminta-minta,” ujarnya sambil kedua tangannya yang keriput itu cekatan merajut sarang ketupat.
Digubuk reyot yang dihuni oleh tujuh orang tersebut, merupakan saksi dari perjalanan hidupnya. Semenjak ditinggal suami beberapa tahun lalu yang juga kuli bangunan, ia bersama anak, menantu dan keempat orang cucunya berjuang mengais rezeki melalui helai daun kelapa.
Sementara menantunya yang juga kerja serabutan tidak mampu berbuat banyak. Terkadang sehari bekerja satu bulan nganggur, begitu seterusnya. Dan untuk menutupi biaya hidup semakin tinggi, ia juga turut membantu sang mertua membuat sarang ketupat, terang Nurmiati.
Dalam sehari Nurmiati beserta anak dan cucu, mampu membuat sarang ketupat sebanyak 500 buah, dan apabila ada pesanan, bisa mencapai 1000 buah. Namun hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan harga jualnya. Karena dari 500 buah sarang ketupat, itu hanya dijual Rp. 40 ribu. Kalau dipotong untuk membeli bahan dan ongkos-ongkos, hasil bersih cuman Rp. 20 ribu.
Akantetapi Nurmiati tidak mengeluh, baginya untuk dapat makan pagi dan sore saja, sudah cukup. “yang penting hidup perlu bersyukur, dan berusaha, dan ketentuannya kita serahkan kepada Allah,”.
Pada kesempatan itu Nurmiati berharap, mudah-mudahan kegetiran hidup yang dialami ia dan anaknya ini, sebagai pelecut bagi cucu-cucunya, sehingga mereka bisa berhasil dan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang tua dan orang lain. Pintanya. nkt
Post a Comment