Elvina Adi Yanti |
Cinta yang dibangkitkan oleh khayalan yang salah dan tidak pada tempatnya
bisa saja menghantarkannya pada keadaan memabukkan
Namun kenikmatan itu
Jelas tidak seperti bercinta dengan kekasih sebenarnya
Kekasih yang sadar akan hadirnya seseorang
Cinta
Adalah orang yang tidak mempunyai ketiadaan
Saya mencintainya dan saya menganguminya
Saya memilih jalannya
Dan saya memalingkan muka ke jalannya
Setiap orang mempunyai kekasih
Dialah kekasih saya
Kekasih abadi
Dia adalah orang yang saya cintai
Dia begitu indah
Oh dia adalah yang paling sempurna
Orang-orang yang mencintainya adalah para pencinta yang tidak pernah sekarat
Dia adalah dia dan dia dan mereka adalah dia
Ini adalah sebuah rahasia, jika kalian punya cinta
Kalian akan memahaminya
Kekasih
Tentang seseorang dipintu Sang Kekasih dan mengetuk
Ada suara bertanya ; ‘Siapa di sana?’
Dia menjawab : ‘Ini aku’
Sang suara berkata : ‘Tak ada ruang untuk Aku dan Kamu’
Pintu tetap tertutup
Setelah setahun kesunyian dan kehilangan
Dia kembali dan mengetuk lagi
Suara dari dalam bertanya : ‘Siapa di sana?’
Dia berkata : ‘Inilah Engkau’
Maka Sang Pintu pun terbuka untuknya
Cinta
Cinta yang dibangkitkan
oleh khayalan yang salah
dan tidak pada tempatnya
bisa saja menghantarkannya
pada keadaan memabukkan
Kau sudah banyak menderita
Tetapi kau masih terbalut ‘tirai’
Karena kematian adalah pokok segala perkara
Dan kau belum memenuhinya
Deritamu tak kan habis sebelum kau ‘mati’
Kau tak kan meraih atap tanpa menyelesaikan anak tangga
Ketika dua dari seratus anak tangga hilang
Kau terlarang untuk menginjak atap
Bila tali kehilangan satu elo dari seratus
Kau tak kan mampu memasukkan air sumur ke dalam timba
Hai......amir, kau tak kan dapat menghancurkan perahu
Sebelum kau letakkan ‘mann terakhir’...
Perahu yang sudah hancur berpuing-puing
Akan menjadi matahari di Lazuardi
Karena kau belum ‘mati’
Maka deritamu berkepanjangan
Hai lilin dari tiraz, padamkan dirimu di waktu fajar
Ketahuilah mentari dunia akan tersembunyi
Mujahadah dan Makrifat
Makrifat itu pengenalan jiwa
Mengenal jiwa dan mengenal Tuhannya
Mengenal dengan sejelas-jelasnya
Tidak kabur tapi jelas nyata
Mujahadah itu perjuangan dan usaha
Makrifat itu menuai hasilnya
Mujahadah itu dalam perjalanan
Makrifat itu matlamat tujuan
Makrifat itu pembuka rahasia
Makrifat itu sendiri rasa
Makrifat itu sagunya
Mujahadah itu memecah ruyungnya
Saatnya untuk pulang
Malam larut, malam memulai hujan
Inilah saatnya untuk kembali pulang
Kita sudah cukup jauh mengembara
Menjelajah rumah-rumah kosong
Aku tahu, teramat menggoda untuk tinggal saja
Dan bertemu orang-orang baru ini
Aku tahu, bahkan lebih pantas
Untuk menuntaskan malam di sini bersama mereka
Tapi aku hanya ingin kembali pulang
Sudah kita lihat cukup destinasi indah
Dengan isyarat dalam ucap mereka
Inilah Rumah Tuhan
Melihat bulir padi seperti perangai semut
Tanpa ingin memanennya
Biar tinggalkan saja
Sapi menggembala sendiri dan kita pergi
Ke sana ke tempat semua orang sungguh menuju kesana
Ke tempat kita leluasa melangkah telanjang
Kau dan aku
Bahagia disaat kita duduk di pendapa, kau dan aku
Dua sosok dua tubuh namun hanya satu jiwa, kau dan aku
Harum semak dan nyanyi burung menebarkan kehidupan
Pada saat kita memasuki taman, kau dan aku
Bintang-bintang yang beredar sengaja menatap kita lama-lama
Bagai bulan kita bagikan cahaya terang bagi mereka
Kau dan aku, yang tak terpisahkan lagi menyatu dalam nikmat tertinggi
Bebas dari cakap orang, kau dan aku
Semua burung yang terbang di langit mengidap iri
Lantaran kita tertawa-tawa riang sekali, kau dan aku
Sungguh ajaib, kau dan aku, yang duduk bersama di sudut rahasia
Pada saat yang sama berada di iraq dan korasan, kau dan aku
** Penulis adalah pengamat Sosial Masyarakat **
Post a Comment