Gejolak Beras dan Migor Melangit

Nusantaranews, Padang --  Pahit, sungguh pahit, ditengah kelabilan akibat trouma gempa yang meluluh lantakan Sumatera Barat, sekarang diperparah lagi dengan kenaikan harga bahan pokok beras dan minyak goreng yang melangit. 

Betapa tidak, dari hasil survey lapangan siang tadi ditemui, harga beras kelas I (beras Solok) yang biasanya seharga Rp. 12.000, saat ini telah mencapai Rp. 24.000 per-gantang. Begitupan minyak goreng, yang biasanya seharga Rp. 10.000 telah menjadi Rp. 23.000 per kilonya. akibatnya masyarakat harus mencekik leher dan mengencangkan ikat pinggang, untuk tetap bertahan hidup.

Soleha Warga Mata Air Kecamatan Padang Selatan menyampaikan keluhannya. “biasanya sebelum terjadi lonjakan harga,  ia selalu membeli beras sebanyak dua gantang untuk kebutuhan selama tiga hari. Namun sekarang, hanya satu gantang saja. Untuk menutupi kekurangan itu, terpaksa ia membeli beras raskin yang didapat dari kelurahan. 

Begitupun dengan minyak goreng, biasanya ia mempergunakan minyak goreng berwarna putih, namun sekarang harus memakai minyak goreng berwarna kuning, meskipun rasa masakan yang dihasilkan kurang sedap, ujarnya kepada wartawan nusantaranews.net seraya melenggang menyusuri Pasaraya Padang.

Aneh dan memang edan dunia ini, tidak saja para pembeli yang mengeluh, bahkan pedagangpun ikut-ikutan mengeluh. Seharusnya memang pedagang diuntungkan oleh kenaikan harga, tetapi kalau pembelinya tidak ada, mau bagaimana. Sementara barang dagangan harus dibayar kepada pemasok, ungkap Herman pedagang kelontong Pasaraya Timur.

“biasanya, saya bisa menjual minyak goreng sampai 1200 kg per hari, tetapi kali ini, 50 kg saja terjual sudah bagus, yach mau tidak mau terpaksa menerima keadaan, keluhnya.

Hal senada diungkapkan H. Netty, salah seorang pedagang beras di pasar tanah kongsi Kampung Pondok Kecamatan Padang Barat. Kenaikan harga yang tidak terkendali ini, mengakibatkan terjadi kemorosotan terhadap daya beli masyarakat. 

“coba bapak lihat, beras Solok dan anak daro yang biasanya menjadi primadona masyarakat, sekarang menjadi menumpuk, karena tidak ada yang sanggup membelinya. Kalaupun ada, itu bisa dihitung dengan jari pak,” ujarnya.

Untuk itu, kita berharap mudah-mudahan pemerintah mau membuka mata dan telinga, dengan kembali mengendalikan pangsa pasar. Karena apabila tidak disikapi, akan terjadi gejolak masyarakat yang akan berdampak terhadap stabilitas pemerintahan. Kibas 

Post a Comment

Previous Post Next Post