Purdi Salam Komando Dengan Peserta |
Nusantaranews, BaskoHotel - Dalam bisnis, laju dan majunya perusahaan terkadang tergantung dari sudut mana kita melihat suatu peristiwa yang kita alami dalam menjalankan usaha kita sehari-hari. Beragam peristiwa tragis dalam berbisnis justru mempertajam intuisi kita dalam mengembangkan usaha.
Demikian motivasi dari entrepreneur kondang, Purdi E Chandra di hadapan lebih dari 100 peserta seminar akhir tahun sekaligus pembukaan kelas baru Entrepreneur University (EU) bertajuk ”Mengungkap Rahasia Menjadi Kaya” di lantai enam Basko Hotel.
Laki-laki yang juga Presiden Direktur Primagama ini tak sekedar berteori. Ia sendiri pernah mengalami masa-masa pahit dalam mengembangkan usaha yang dibahasakannya sebagai ’peristiwa tragis’, tatkala ia mencoba mengembangkan cabang baru Primagama di kota Solo Jawa Tengah,
Sekelumit kisahnya bermula dari mencari tempat usaha. ”Setelah survey sana-sini, kami menemukan lokasi strategis untuk cabang pertama Primagama di Solo, yakni sebuah rumah di Jalan Honggowongso. Akan tetapi kondisi rumah tidak siap pakai, esok harinya saya perintahkan tukang untuk membawa perlengkapan bangunan dan pertukangan untuk merenovasi rumah itu. Semua perlengkapan dibawa dengan colt pick up dari Yogjakarta menuju Solo,” papar Purdi.
Malang sekejap mata, di tengah perjalanan ke Solo, di Klaten, mobil pengangkut material itu malah menabrak pohon, barang bawaan jadi rusak dan hancur. Purdi sempat marah kepada sang sopir waktu itu. “Emangnya kamu ’gak lihat ada pohon nyebrang jalan? Kok sampai kamu tabrak?”, omelnya kala itu.
Tragedi itu, lanjut Purdi, sempat menjadi bahan diskusi di kantor Primagama Yogja. Banyak yang berpendapat bahwa itu pertanda buruk. Sebaiknya jangan buka cabang di Solo dulu. Itu musibah, yang kata orang Jawa disebut malati. Bawa sial!
Namun Purdi tak kenal menyerah. Dengan pola pikir otak kanannya, ia justru punya pandangan lain. Kasus tabrakan itu justru diyakini sebagai ujian dalam bisnis olehnya. Ia meyakini, ujian itu adalah harga tebusan untuk meraih sukses yang lebih besar.
”Kalau belum-belum sudah kena musibah, saya yakin Tuhan justru menjanjikan barokah rezeki besar jika kita berhasil melaluinya ujian-Nya tersebua. Oleh karena itu, saya perintahkan untuk jalan terus dan tetap membuka cabang Primagama Solo, ya di Jalan Honggowongso,” paparnya.
Alhamdulillah, intuisi otak kanan dalam melihat peluang bisnis saya tak keliru. Justru sampai sekarang, Primagama Solo sudah memiliki 19 outlet bimbingan dan menjadi salah satu outlet Primagama paling gemuk dan paling banyak siswanya. Coba, kalau dahulu saya memenuhi saran banyak orang untuk membatalkan buka cabang di Solo, cerita sukses dari cabang Solo tak akan terjadi dan boleh jadi sampai sekarang. Primagama tak akan pernah punya cabang di Solo, karena percaya takhayul bisnis yang ternyata terbukti tidak benar.
Dalam mind set otak kanan, kita tidak gampang ikut arus dan berani menentang pola pikir lama yang menjadi keyakinan banyak orang. Boleh jadi, musibah yang kita hadapi dalam perjalanan bisnis, bila dilihat dari sudut pandang berbeda, bisa jadi kunci sukses kita. Tak jarang justru musibah bisa berbuah barokah!
”Nah, berangkat dari pengalaman tersebut saya selalu menyarankan kepada banyak teman, kalau memang kita yakin pada intuisi kita bahwa apa yang kita lakukan benar dan akan mencapai sukses, kita harus menjalani target bisnis kita dengan ngundung (keteguhan hati – istilah Jawa). Ya, kalau memang sudah mau, ya harus dilakukan dengan keteguhan hati. Sudah banyak saya buktikan kalau memang kita benar dan punya keteguhan hati, pasti kita bisa meraih sukses. ,” ujar Purdi.
Sukses Bisnis karena Intuisi
Purdi kembali menceritakan pengalamannya sebagai satu lagi bukti bahwa keyakinan dan optimisme yang menjadi intuisi, mengantar kita menuju sukses bisnis. Beberapa tahun lalu ketika ia membuka EU dengan konsep ”tanpa nilai, tanpa ujian dan diwisuda setelah siswa terbukti berhasil menjadi pengusaha”, Dirjen Dikti sempat keberatan dan mengirimkan surat teguran kepadanya. Intinya Purdi tidak diperbolehkan menggunakan istilah ”university” pada sekolah entrepreneur itu. Oleh karena untuk menggunakan istilah ”university” banyak aturan formal yang harus dipenuhi.
”Saya tidak takut dengan teguran itu. Dengan santun saya balas surat teguran itu dan di surat tersebut saya jelaskan bahkan ”university” dalam EU (Entrepreneur University) itu hanya sebuah nama. Apalah artinya sebuah nama. Karena, argument saya, Laksamana Sukardi juga bukan seorang laksamana dan Christine Hakim juga bukan seorang hakim pengadilan. Alhamdulillah sampai sekarang surat teguran itu juga tak dibalas lagi dan sampai sekarang EU sudah berkembang di banyak kota di Indonesia. Lembaga pendidikan non formal ini telah melahirkan ribuan pengusaha baru yang jauh lebih berguna bagi bangsa ini, daripada banyak lulusan universitas-universitas pada umumnya. Otak kanan kembali membuktikan bisa mengubah bencan atau ancaman, justru menjadi peluang yang gemilang,” urai Purdi yang tampil presentase selama lebih dari dua jam dengan gaya kelakarnya yang khas. ede
Post a Comment