Terbengkalainya pekerjaan pembangunan SD Negeri 06 Kampung Lapai Kecamatan Nanggalo Kota Padang, menjadi polemik bagi pihak sekolah dan pekerja. Pasalnya, sudah tiga minggu pihak vendor dari PT. Trans corps membiarkan saja pekerjanya, tanpa menerima upah dan bahan makanan. Untuk bertahan hidup, pekerja mengadukan nasibnya kepada sekolah.
Salah seorang Pekerja Asep didampingi koordinator pekerja Endang (38) yang diminta keterangannya membeberkan, semenjak kontrak kerja mereka habis (22/7), belum sepeserpun gaji yang diterima dari vendor. Ditanya, vendor menerangkan gajinya telah diberikan kepihak keluarga mereka di Bandung. Namun sangat disayangkan, ketika difrontier kebenaran kabar tersebut, pihak keluarga membantah telah menerima gaji dari vendor yang memperkerjakan mereka, ucap Asep yang dibenarkan Endang, ketika dikonfirmasi tadi siang.
Kejadian yang memprihatinkan ini mengundang inisiatif walimurid untuk membantu mereka. Indah (29) berdomisili dibelakang sekolah, mengungkapkan, ia sangat prihatin dengan keadaan pekerja pada saat ini, bagaimana untuk bertahan hidup, uang saja mereka tak punya, apalagi sanak saudara.
Hal senada juga diungkapkan walimurid kelas dua, Yulikhan (39) bertempat tinggal di Asratex Ulak Karang, menjelaskan kemauannya untuk membantu pekerja dilandasi rasa kemanusiaan. “ndak lo tega wak mancaliak urang diterlantarkan bantuak iko”, katanya serta didukung beberapa walimurid (Marzuki,Daniel, Surmiati, Dahlia) warga komplek TNI Kampung Lapai. Ia menambahkan, meski ada pro dan kontra diantara waimurid, tapi tidak sedikit yang ingin membantu dengan memberikan bantuan berupa mie instan dan telur untuk mereka konsumsi.
Kepala SD Negri 06 Lapai Setniwarni membenarkan adanya walimurid yang membantu pekerja yang diterlantarkan vendor. “segala bantuan yang diberikan walimurid pada pekerja tanpa paksaan dari pihak sekolah. Ini semata kerelaan dari walimurid yang merasa terpanggil untuk membantu sesama yang sedang di timpa musibah”. Katanya saat dikonfirmasi diruang kerjanya.
Ia juga menyayangkan, adanya sentilan yang menyebar bahwa, bantuan walimurid seolah-olah dipaksakan pihak sekolah, padahal bantuan tersebut, kepedulian pihak sekolah dan walimurid melihat keadaan pekerja yang tinggal dilokasi sekolah. “ini yang dirasakan pihak sekolah, niat baik dan tulus membantu, disalah artikan. Sehingga menimbulkan fitnah merugikan pihak sekolah, dikalangan masyarakat” ujarnya.
Ketika itu, Setniwarni berusaha menghubungi vendor via ponsel, tapi tidak ada jawaban. Bahkan pesan singkat yang dikirimnya pada pihak vendor tidak digubris sedikitpun. Ia mengharapkan vendor dapat bertanggungjawab pada pekerjanya. “tidakkah hiba melihat nasib mereka, yang terpisah jauh dari keluarganya untuk mencari sesuap nasi, tapi nasib mereka dipermainkan seperti ini”. Setidaknya pulangkan mereka, agar mereka dapat berkumpul dengan keluarganya. Setniwarni mengakhiri. mond
DibacaKejadian yang memprihatinkan ini mengundang inisiatif walimurid untuk membantu mereka. Indah (29) berdomisili dibelakang sekolah, mengungkapkan, ia sangat prihatin dengan keadaan pekerja pada saat ini, bagaimana untuk bertahan hidup, uang saja mereka tak punya, apalagi sanak saudara.
Hal senada juga diungkapkan walimurid kelas dua, Yulikhan (39) bertempat tinggal di Asratex Ulak Karang, menjelaskan kemauannya untuk membantu pekerja dilandasi rasa kemanusiaan. “ndak lo tega wak mancaliak urang diterlantarkan bantuak iko”, katanya serta didukung beberapa walimurid (Marzuki,Daniel, Surmiati, Dahlia) warga komplek TNI Kampung Lapai. Ia menambahkan, meski ada pro dan kontra diantara waimurid, tapi tidak sedikit yang ingin membantu dengan memberikan bantuan berupa mie instan dan telur untuk mereka konsumsi.
Kepala SD Negri 06 Lapai Setniwarni membenarkan adanya walimurid yang membantu pekerja yang diterlantarkan vendor. “segala bantuan yang diberikan walimurid pada pekerja tanpa paksaan dari pihak sekolah. Ini semata kerelaan dari walimurid yang merasa terpanggil untuk membantu sesama yang sedang di timpa musibah”. Katanya saat dikonfirmasi diruang kerjanya.
Ia juga menyayangkan, adanya sentilan yang menyebar bahwa, bantuan walimurid seolah-olah dipaksakan pihak sekolah, padahal bantuan tersebut, kepedulian pihak sekolah dan walimurid melihat keadaan pekerja yang tinggal dilokasi sekolah. “ini yang dirasakan pihak sekolah, niat baik dan tulus membantu, disalah artikan. Sehingga menimbulkan fitnah merugikan pihak sekolah, dikalangan masyarakat” ujarnya.
Ketika itu, Setniwarni berusaha menghubungi vendor via ponsel, tapi tidak ada jawaban. Bahkan pesan singkat yang dikirimnya pada pihak vendor tidak digubris sedikitpun. Ia mengharapkan vendor dapat bertanggungjawab pada pekerjanya. “tidakkah hiba melihat nasib mereka, yang terpisah jauh dari keluarganya untuk mencari sesuap nasi, tapi nasib mereka dipermainkan seperti ini”. Setidaknya pulangkan mereka, agar mereka dapat berkumpul dengan keluarganya. Setniwarni mengakhiri. mond